39. K-I-K-A-N

2.7K 478 21
                                    

"Anak saya nyoba bunuh diri, ini pasti karena anak kalian!"

Wirya dibuat kesal dengan kedatangan tiba-tiba Brata di rumahnya yang langsung membuat heboh dengan kalimat kasarnya.

"Kenapa jadi Kiara, bukannya yang bersalah selama ini itu Vanya?" balas Wirya yang tak terima. Brata sudah terlalu seenaknya. Dia tak bisa menilai siapa yang diutungkan dan siapa yang berjasa di sini.

"Lancang sekali! Saya sudah keluar besar untuk hal itu! Kalian lupa?"

Wirya menghela napas untuk mengurangi kekesalannya. Tidak akan ada akhirnya jika membalas dengan urat yang sama. "Anda yang mulai mengusiknya. Tiba-tiba datang lalu menyalahkan Kiara."

"Karena ini semua jelas karna dia. Vanya dulu bahkan tidak mendengarkan perintah saya karena anak itu."

Wirya menatap pria itu tajam. "Selama ini Kiara menderita karena kesalahan yang Vanya lakukan. Apa seperti ini cara Anda berterimakasih?" ucap Wirya tenang namun menusuk.

"Kita sudah sepakat dulu."

"Apa perlu saya kembalikan uangnya sekarang?"

Brata terdiam, ia kemudian menggerakan tangannya bermakna tidak. Karena semuanya akan hancur jika hal yang menjadi bahan kesepakatannya itu kembali. Wirya sekarang punya kuasa yang besar, Brata sadar akan itu.

"Selama ini kita tenang karena Kiara tak tahu, lalu bagaimana sekarang. Apa anak itu tidak akan bertindak yang merugikan?" tanya Brata yang sudah bisa memakai intonasi normalnya.

"Tadi Kiara datang ke sini."

Brata terlihat heran juga penasaran di saat bersamaan.

"Dia sangat kecewa. Dan dia pamit buat pergi dari keluarga ini. Jadi dengan kata lain dia tidak akan melakukan apa yang Anda takutkan," jelas Wirya dengan tegas. Namun meskipun begitu, ada gurat sedih yang terukir di bola matanya.

"Apa Anda yakin?"

"Saya sangat mengenal anak saya. Dia anak yang baik. Pihak kami yang banyak dirugikan. Jadi bisa tolong untuk tidak mengada-ngada dan membuatnya rumit?" Wirya bangkit dari duduknya. Pikirannya dipenuhi kemelut sejak kedatangan Kikan itu. Senyum riang yang diiringin sorot kecewa itu terus terngiang-ngiang. Dan kedatangan Brata hanya membuat suasananya semakin tak mengenakan.

"Pak, Pak, ada darah!" seru seorang Pembantu yang menghampiri dengan raut panik.

"Darah apa?"

"I-itu Pak, di sepatu yang digantung."

"Sepatu Kiara?"

Pembantu itu terlihat tak mengerti, namun akhirnya mengangguk karena sepertinya itulah yang dimaksud.

Wirya segera berlari ke arah ruang keluarga. Diikuti Brata yang merasa penasaran karena nama Kiara disebut di sana.

Rupanya di sana sudah ada Dwita yang membekap mulut kaget seraya menatap sepatu putih yang setengahnya sudah berwarna merah. Sementara itu cairan yang berwarna senada berceceran pada lantai di bawahnya.

"Ini jelas bukan perpisahan baik-baik. Anak kalian pasti akan balas dendam. Kita dalam masalah," ucap Brata yang sudah menempelkan ponsel di telinga, menghubungi seseorang.

"Iya, hallo. Tolong carikan informasi tentang anak bernama Kikan atau Kiara Kanzara. Fotonya akan segera dikirim."

oOo

"Kiara--eu ... Kikan atau siapa itu, ada di dalam 'kan, Bu?" tanya Rendra pada Fatma dengan intonasi tergesa.

"Neng Kikan nggak pulang sejak 4 hari lalu. Nomor yang Aden kasih kemarin lusa saya simpan kok. Saya pasti hubungin kalo Neng Kikan pulang."

Bad Person [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang