Bab 4

1.2K 158 10
                                    

Begitu mobil Sheila memasuki pekarangan rumah, kalimat tanya dari Elang membuat nafas Sheila nyaris sesak.

"Ma, Elang punya Papa nggak?" Pertanyaan itu keluar dari mulut mungil Elang. Mata Elang menatap Sheila datar, namun Sheila bisa tahu kalau ada setitik harap disana.

Lidah Sheila kelu. Bibirnya membuka, namun tak ada satu kalimat pun yang keluar dari mulutnya. Ia tidak menduga pertanyaan itu akhirnya keluar dari anaknya. Dan ia tidak tahu harus memulai dari mana. Apa ia jujur saja mengenai masa kelamnya dengan Ayah kandung Elang dari awal sampai ia berada di titik ini? Atau ia perlu mengarang cerita indah untuk menciptakan sosok ayah yang baik untuk Elang? Lagipula ia juga tidak tahu apa-apa mengenai Ayah kandung Elang. Ia hanya tahu namanya dan sifatnya dinginnya karena dulu mereka dalam satu kampus yang sama. Mereka tidak mengenal satu sama lain. Kehadiran Elang  di dunia ini adalah murni karena kesalahannya.

"Kalau mama nggak mau jawab, Elang nggak apa-apa kok ma. Elang cuma ingin tahu aja apa Papa Elang masih hidup atau nggak." Elang berkata dengan tegar, lebih tepatnya berusaha untuk tegar di hadapannya.

"Elang selalu bingung tiap ditanya siapa dan dimana Papa oleh orang-orang. Bahkan ada beberapa teman Elang yang mengejek Elang sebagai anak haram. Tapi mama tenang aja, Elang nggak sakit hati kok. Elang paling cuma diam aja. Tapi kalau mama emang keberatan buat ngasih tahu soal Papa, Elang janji nggak akan tanya-tanya lagi soal papa." Elang tersenyum pada Sheila.

Hati Sheila kembali rasanya seperti diremas oleh duri-duri tajam tak kasat mata. Airmatanya bahkan sudah menggenang pekat. Tenggorokannya ikut tercekat. Ingin rasanya ia meraung dan menangis sekencangnya. Ternyata selama ini Elang melalui semua itu. Ibu macam apa dirinya yang membiarkan anaknya melalui kesakitan itu. Selama ini Elang memang cenderung diam, penurut dan tidak banyak menuntut. Ia kira Elang baik-baik saja. Tapi ternyata, tidak ada yang baik-baik saja. Kemana dirinya selama ini?

Tangan Sheila terulur, mengusap lembut kepala Elang. Ia berusaha tersenyum meski matanya berkaca-kaca.

"Kamu punya papa kok sayang dan dia masih ada di dunia ini," kata Sheila. Entah benar atau tidak dengan apa yang ia katakan karena ia tidak pernah mendengar berita tentang dia meski berada dalam satu kota yang sama.

Mata Elang berbinar," beneran Ma?"

Sheila mengangguk lalu tersenyum melihat kegembiraan terpancar dari mata Elang.

"Tapi kenapa Papa nggak pulang-pulang?" Raut wajah Elang kembali terlihat sendu. Sheila berpikir, jawaban apa yang tepat untuk diberikan pada Elang.

"Papa udah nggak sayang sama kita ya Ma? Apa Elang nakal sampai Papa nggak mau pulang dan bareng kita lagi?" Kesenduan semakin pekat di mata dan nada bicara Elang.

Sheila berusaha tersenyum, meraih Elang yang sepertinya akan menangis ke dalam pelukannya. Lalu isakan itu terdengar membuat hati Sheila sakit. Selama ini Elang jarang menangis. Saat Elang jatuh dari sepeda pun Elang tidak menangis. Tapi hari ini Elangnya menangis.

"Elang rindu papa ya?" Tanya Sheila yang ikut menahan tangis, mengelus punggung anaknya dengan sayang.

"Iya, hiks."

"Elang belajar yang rajin dan jadi anak baik, nanti papa bakal pulang ke kita." Entah apa yang Sheila katakan. Ia hanya ingin menghibur anaknya yang sedang bersedih.

Elang melepaskan pelukan mamanya, lalu menyeka air matanya dengan sedikit kasar.

"Iya ma? Kalau Elang rajin belajar dan jadi anak baik, Papa bakal pulang?"

"Tentu dong," jawab Sheila sambil berusaha tersenyum pada Elang.

"Makasih ya ma, Elang turun duluan, udah kelaperan dari tadi," Elang meringis pada Sheila lalu turun dari mobil.

Brian dan Sheila ( Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang