Bab 26

1.1K 134 10
                                    

Sheila menguap dan lehernya terasa pegal. Ia kemudian teringat pada Brian yang pasti akan mengomel jika dirinya terlalu capek bekerja. Beberapa hari ini sikap pria itu sangat aneh. Bukan aneh yang gimana-gimana, tapi Sheila hanya merasa Brian yang sekarang bukan seperti Brian yang ia kenal dulu. Brian yang dulu sangat dingin dan irit bicara.

Ia mengeryit saat tak sengaja lukanya disentuh. Perutnya yang masih sedikit nyeri akibat luka tusukan itu membuat Sheila seperti pengangguran. Bukan kemauannya. Brian bersikeras meminta pada Sheila untuk tetap beristirahat hingga sembuh total. Sementara pria itu yang selalu mengerjakan pekerjaan rumah yang biasa Sheila lakukan, misalnya membuat sarapan untuk mereka bertiga dan membantu mengurus serta mengantar jemput Elang. Brian sudah cerita mengenai Elang yang  pernah di culik dan siapa dalangnya. Tentu saja Sheila terkejut juga marah. Tapi ia tetap bersyukur karena Elang baik-baik saja.

Sejak kejadian itu Brian benar-benar protektif menjaga putra semata wayangnya. Bahkan sikap protektifnya diberlakukan juga padanya yang kerap membuat Sheila kesal. Apakah seperti ini sikap pria yang menjadi budak cinta? Bahkan untuk makan saja, Sheila terpaksa harus mau disuapi oleh Brian.

Astaga! Sheila benar-benar tidak habis pikir. Dirinya masih bisa bergerak, bahkan mungkin ia bisa kopral. Rasa sakit bekas tusukan tersebut sudah membaik. Sungguh, Brian itu terlalu berlebihan.

Saat ini Sheila setengah berbaring di tempat tidur dengan sebuah laptop di pangkuannya. Ia harus segera menyelesaikan pekerjaannya. Beberapa jam yang lalu Brian melarang keras dirinya bekerja di kondisinya saat ini.

Tapi ayolah, ia hanya kena luka tusuk, bukan korban tabrak lari yang mengharuskannya istirahat total. Saat itu mereka terlibat perdebatan yang lagi-lagi membuat Sheila kesal dan Brian marah.

"Ayolah, aku hanya ingin meneliti dan menyelesaikan dokumen. Apa kamu pikir aku nggak bosan seharian cuma tidur dan berbaring?"

"Nggak. Nunggu kondisi kamu pulih dulu baru boleh kerja," kata Brian tegas yang saat itu baru selesai menyuapi Sheila.

"Astaga! Kamu memperlakukanku seperti pesakitan lumpuh. Kamu melarangku ini itu. Bahkan hanya sekedar makan saja, aku harus di suapi. Aku bukan anak kecil Bri," keluhku dengan nada kesal. Ya, aku merajuk seperti anak kecil. Dan ini baru pertama kalinya aku seperti itu.

"Aku tahu kamu wanita dewasa yang sangat keras kepala. Apa susahnya sih nurut sebentar saja?" Nada suaranya ikut terdengar kesal.

Ayolah, semua ini tidak akan berbuntut panjang kalau saja Brian tidak seenaknya sendiri.

"Aku merasa seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, harus mematuhi tuannya. Aku bukan wanita lemah Bri. Selama ini aku bisa hidup sendiri tanpa bantuan siapapun. Jadi, sikapmu ini terlalu berlebihan."

"Berlebihan? Aku melakukan ini demi kamu Shei."

"Tapi, ini hanya luka ringan," kata Sheila tidak mau kalah.

"Ringan katamu? Kamu sampai kritis beberapa jam, kamu bilang ringan?!" Nada suara Brian mulai meninggi. Sheila mengernyit, kenapa Brian terlihat marah sekarang? Bukankah apa yang ia katakan benar, ini hanyalah luka ringan yang sebentar lagi akan sembuh.

Sheila dan  Brian terjebak dalam keheningan. Brian menyugar rambutnya, terlihat frustasi.

"Ternyata benar ungkapan pihak yang lemah adalah pihak yang mencintai." Brian tersenyum remeh. Sheila tahu kalimat Brian belum selesai.

"Oke fine! Kamu menang. Aku memang mencintaimu, tapi bukan berarti kamu harus terus ingin menang. Oke! Silahkan kamu kerja sepuas kamu. Aku akan antar Elang sekolah."

Dan setelah itu Brian keluar. Sheila menghela nafas lelah. Kenapa berhadapan dengan Brian justru lebih sulit ketimbang berhadapan dengan Elang?

Selang beberapa menit Brian kembali masuk. Sheila melihat pria itu berjalan menghampiri meja nakas, meraih ponsel pria itu yang tertinggal tanpa sepatah katapun. Tapi Sheila masih bisa  melihat Brian melirik ke arahnya. Setelah itu keluar begitu saja.

Brian dan Sheila ( Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang