Bab 23

997 126 5
                                    

Elang keluar dari gerbang sekolah dan menoleh ke kanan dan kiri mencari keberadaan mamanya. Ia merogoh saku ranselnya dan mencari ponselnya yang ternyata masih dalam keadaan mati. Ia pun segera menghidupkannya. Sebenarnya anak-anak seusia dirinya tidak diperkenankan membawa ponsel ke sekolah. Tapi karena mama Sheila minta izin langsung ke guru, makanya Elang bisa membawa barang itu ke sekolah dengan syarat tidak ada yang boleh tahu akan hal ini.

Elang melihat ada notifikasi pesan masuk.di ponselnya. Dari mamanya.

Elang mendesah lelah saat mamanya mengabari tidak bisa menjemput dirinya. Ia pun lalu mencari sosok mang ojek langganannya. Menurut pesan yang diterima mamanya, seharusnya mang ojek sudah standby di depan gerbang sekolah. Tapi ini kenapa tidak terlihat  sedikitpun ujung hidung mang ojek? Baiklah, Elang akan menunggu sepuluh menit lagi. Kalau setelah sepuluh menit mang ojek juga tak kunjung datang, ia akan berjalan ke pangkalan ojek di ujung sana.

Elang menatap detik jam yang melingkar di tangannya. Ia lalu menengadah, melihat cuaca yang cukup terik. Tubuhnya berkeringat dan itu rasanya sungguh tidak nyaman.

Seorang teman sekelasnya berjalan melewatinya lalu tiba-tiba berhenti di depannya.

"Hei Elang! Ngapain berjemur disitu? Sok-sokan mau jadi bule(potan)?" Kata seorang cewek berseragam sama dengan Elang.

Elang tidak peduli. Ia sekali lagi melihat ke arah  jalan siapa tahu mang ojek sudah tiba.

"Ye.. ditanya sombong amat sih. Sok ganteng lo." Nada suara cewek itu terdengar ketus.

"Lagi nunggu jemputan kan?"

Elang diam. Tidak ada gunanya meladeni cewek resek yang tiap hari selalu cari gara-gara dengannya. Tidak akan ada habisnya.

"Mulut kamu masih fungsi nggak? Ngerti bahasa manusia kan?" Si cewek itu mendekatkan diri ke Elang.

Elang merasa risih karena cewek itu begitu dekat dengannya.

"Minggir!" Tukas Elang tajam.

"Oh-ho ternyata mulutnya masih fungsi to. Kirain mendadak bisu."

Elang memutar bola mata jengah. Nih cewek kapan perginya sih, keluh Elang dalam hati.

"Udah daripada kelamaan nunggu jemputan, mending jalan aja atau cari kendaraan lain. Jadi  cowok nggak usah manja. Nih lihat, gue yang cewek aja tiap hari jalan sendiri tanpa di jemput."

Nggak tanya. Dan gue juga nggak peduli .

"Cepetan  nggak usah kebanyakan mikir." Cewek itu meraih tangan Elang dan menariknya. Elang menghempaskan tangan cewek itu dengan kesal.

"Nggak usah digandeng. Gue nggak buta." Akhirnya setelah sepuluh menit berlalu tapi si mang  ojek tidak datang, Elang memutuskan mengikuti cewek berisik tadi.

"Iya-iya nggak usah sewot napa?" Cewek itu tersenyum kala melihat Elang berjalan mendahuluinya. 

"Hei Elang, lo tahu nama gue nggak?" Tanya si cewek itu  sembari mereka berjalan menuju pangkalan ojek.

Elang  tidak peduli dan terus saja berjalan. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti saat si cewek itu menghadang langkahnya.

"Ditanya jawab kek. Lo tahu nama gue nggak?"

"Nggak," jawab Elang ketus.

"Yah, ya udah kalau gitu kenalan yuk." Cewek itu menyodorkan tangannya. Elang hanya melihat uluran tangan tersebut lalu membuang muka. Nggak peduli.

Si cewek terlihat kesal, namun ia tetap memperkenalkan diri.

"Hai Elang, kenalin namaku Malika Shasya. Umurku tujuh tahun. Aku sekelas sama kamu loh."

Brian dan Sheila ( Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang