Bab 1

2.5K 173 7
                                    

Suara dentuman musik mengalun keras memenuhi seluruh area bar, tempat dimana Sheila tengah asyik meliukkan badannya mengikut irama.

Ia tidak peduli jika banyak pasang mata lelaki mata keranjang menatapnya dengan tatapan lapar. Ia sudah biasa. Bahkan terlalu biasa untuk hidup di dunia bebas seperti sekarang. Bukan alasan ia menjadi seperti ini. Ia hanya ingin mencari penghiburan, mencari perhatian dari orang-orang sekelilingnya. Karena di tempat yang disebut rumah, ia tidak pernah mendapatkan itu semua. Orang tuanya sibuk bekerja, melupakan fakta bahwa ada dirinya yang masih haus akan kasih sayang.

Persetan! Saat ini Sheila tidak ingin mengingat kedua orang tuanya yang lebih mementingkan pekerjaan daripada dirinya. Ia ingin menikmati musik yang mengalun, yang mampu menghentakkan seluruh saraf tubuhnya. Tubuhnya meliuk dengan seksi dan menggoda membuat para lelaki seperti serigala-serigala kelaparan. Itu adalah sesuatu yang amat Sheila sukai. Saat mereka sudah mendekatinya, ia akan dengan senang hati meladeninya. Tapi ketika mereka sudah mulai di luar kendali, ia akan mundur dalam diam. Niatnya hanya ingin mencari perhatian dan bermain-main sedikit dengan mereka.

Sama seperti sekarang. Ia tersenyum penuh arti ketika ia rasakan ada seorang pria ikut meliukkan badan di belakangnya. Pria itu memegang tangannya dan mengelusnya dengan gerakan sensual. Sheila sengaja mendesah untuk memanaskan suasana. Bahkan ketika tangan si pria mulai memeluknya erat dan menciumi tengkuknya, Sheila sengaja semakin merapatkan diri. Ia tersenyum saat menyadari kalau milik pribadi sang pria sudah keras.

Sheila mendesah keras saat dengan sengaja si pria menggesekkan miliknya di pantatnya. It's so time! Waktunya permainan selesai!

"Ups sorry, kayanya gue udah harus pergi deh. Ditungguin cowok gue nih." Sheila sengaja berkilah untuk lepas dari serigala yang tengah kelaparan itu. Tapi pria itu tidak mengindahkan perkataannya.

"Lo denger kan gue udah di tungguin cowok gue!!" Teriak Sheila merasa mungkin kalimat awalnya tidak di dengar oleh si pria akibat musik yang terlalu kencang.

"Gue tahu kok lo lagi sendiri," bisik si pria tepat di telinganya. Sheila merasa familiar dengan suara pria ini. Suaranya yang datar dan dingin seperti mengingatkan pada seseorang. Tapi siapa? Sheila lupa. Ia menggelengkan kepala, mungkin ia hanya salah dengar.

"Gue ga sendiri, temen gue udah nungguin." Sheila berujar dengan lirih. Ia belum menoleh ke arah si pria karena si pria masih memenjara tubuhnya di dalam tubuh atletisnya.

"Temen lo udah have fun sama temen gue." Sheila mengernyit, perasaannya menjadi khawatir kalau Adista bertemu dengan orang yang salah. Kalau sampai itu terjadi, seumur hidup ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri. Adista terlalu berharga untuk menjadi korban pria-pria tak bermartabat.

"Lepas!!" Teriak Sheila  sembari melepaskan kaitan tangan si pria di perutnya. Setelah lepas, Sheila berbalik hendak menghardiknya dengan serentetan umpatan. Namun ketika melihat siapa pria yang sedari tadi meliukkan badan bersamanya, bibirnya menjadi kaku. Sheila kenal pria ini. Pria ini adalah sahabat Adenta, Brian Sagara si manusia es.

"ELO!!" Teriak Sheila tidak percaya jika manusia irit bicara yang sekalinya bicara bisa membekukan lahar panas.

Brian tersenyum miring melihat ekspresi Sheila yang terkejut melihat dirinya.

"Sorry, gue mau nyari Adista dulu." Sheila memutuskan untuk tidak ingin berlama-lama dengan Brian Sagara kalau tidak ingin membeku.

Tapi dengan kurang ajarnya Brian menahan lengannya. Sheila menatap Brian tidak paham dengan maksud pria itu.

"Dia sudah pergi sama Adenta. Dan mungkin lagi senang-senang. So, bukankah lebih baik kita juga melakukannya?" Tanya Brian dengan wajah datar. Mulut Sheila menganga tidak percaya.

Bersenang-senang juga katanya? Dan tunggu, sejak kapan si manusia irit bicara ini bisa mengeluarkan kalimat sepanjang itu?

"Sorry ya Bri, tapi gue ga ada niat buat senang-senang sama lo. Jadi lebih baik lo cari orang lain," kata Sheila sedikit berteriak karena musik yang mengalun semakin keras.

"Gue mau lo." Sheila terkejut. Brian menginginkan dirinya. Dan pria itu mengatakannya dengan ekspresi datar sedatar papan triplek.

Sheila tertawa keras menganggap ucapan Brian adalah sebuah candaan. Namun mulutnya langsung tertutup rapat saat dengan kurang ajarnya bibir Brian telah melumat keras bibirnya.

Damn! Pria ini minta di tabok pakai sepatu yang tengah dipakai. Sheila mendorong Brian, namun Brian kembali meraih tubuh Sheila ke dalam dekapannya dan mencium bibir Sheila keras dan menuntut. Berulang kali Sheila berusaha memberontak, tapi pada akhirnya ia kalah. Kalah terhadap godaan bibir Brian yang terus melahap bibirnya. Sesuatu dalam tubuhnya bergetar, entah karena efek ciuman Brian atau akibat alkohol yang beberapa menit lalu ia minum sebelum turun ke dance floor.

Sheila melenguh merasakan kecupan Brian semakin turun ke area lehernya. Merasainya dan ia cukup menikmati. Ia tidak tahu kalau pria sedingin Brian bisa memberikan  efek permainan yang semenggairahkan ini. Sheila terlena, hingga tidak sadar kalau dirinya dan Brian sekarang sudah berada di dalam sebuah kamar.

Mereka saling berpanggutan, saling menyentuh dan membuka pakaian masing-masing dengan brutal. Sheila meringis melihat pakaiannya yang robek, tapi ia tidak ada waktu memikirkan itu karena sentuhan dan panggutan Brian kembali membuat tubuhnya bergetar. Panas oleh hasrat. Ciuman mereka semakin menuntut ingin diberi kepuasan lebih dan Sheila mendapatkannya begitupun dengan Brian.

"Arghhh...!! Sheila berteriak kala ia merasakan bagian bawahnya seperti dipaksa dimasuki oleh barang asing. Sakit. Perih. Namun itu hanya sebentar karena detik selanjutnya yang ia rasakan adalah rasa nikmat yang selama ini belum pernah ia rasakan.

Pagi harinya ketika Sheila membuka mata, ia terkejut karena pemandangan kamarnya terasa asing. Jelas ini bukan kamarnya. Ia melihat dirinya dan terkejut melihat dirinya dalam keadaan telanjang. Ia menoleh ke samping dan melihat punggung lebar seorang pria yang tidur  dalam keadaan tengkurap. Pikirannya mulai kalut  membayangkan dirinya bercinta atau lebih tepatnya bersetubuh dengan pria asing. Lalu sekelebat ingatan tentang semalam terlintas. Ia ingat semuanya. Air matanya mulai menggenang. Mahkotanya telah hilang. Mahkota suci yang selama ini ia jaga pada akhirnya direnggut oleh pria dingin seperti Brian.

Alkohol sialan!

Hormon sialan!

Brian sialan!

Sheila terus mengumpat sembari memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Sambil menahan tangis ia memakai kembali pakaiannya, meringis ketika melihat pakaiannya seperti pakaian gelandangan, robek-robek.

Menoleh sebentar ke arah Brian yang masih tertidur pulas, Sheila keluar dari kamar itu dalam diam. Ia bersumpah, ini terakhir kalinya ia berurusan dengan pria itu. Dan bersumpah tidak akan memasuki tempat terkutuk ini lagi.

Keluar dari bar, Sheila menangis sesenggukan di taksi yang ia tumpangi. Berakhir sudah hidupnya. Tidak ada kebahagiaan. Dalam hidupnya kemalangan yang merajai. Hidup tanpa kasih sayang orang tua dan sekarang ia harus merelakan kesuciannya. Semoga setelah ini tidak muncul lagi kemalangan untuknya.

***
Bersambung

Tes ombak dulu. Kalau habis publis votenya langsung di atas 200 dalam sehari, aku up lagi.
Atau tunggu akhir bulan aja ya, kan aku bilang mau hiatus dulu. Karena tanganku gatal pengen banget nulis part ini.

Bye-bye, lanjut mau hiatus dulu deh sebulan.

Meirhy

Brian dan Sheila ( Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang