6. INA

3.9K 314 47
                                    

            Pria itu muncul mirip kucing mencari ikan asin didepan pintu rumahku, setelah 4 hari lamanya. Selama beberapa hari ini aku mogok bicara pada emak dan bapak serta menghindari percakapan serius sebisa mungkin, meski susah mengingat kami bertiga mengelola satu usaha keluarga. Dan setelah cukup lama Yahya berani juga menunjukkan batang hidungnya.

       “ Mau apa ya?” tanyaku sinis seraya bersedekap.

       Yahya tersenyum lebar, agak ganteng juga sih kalau begitu. “ Pagi Ina…”

       Hadehhh, manis banget. Semakin mencurigakan. “ Saya tanya situ mau apa pagi-pagi kemari? Jangan bilang minta gratisan roti” tukasku pedas.

       Yahya lagi-lagi tersenyum. Aku sampai melongo. Padahal biasanya dia bakal langsung membalasku dengan kalimat nggak kalah pedas. Beneran otaknya udah kesetrum kayaknya.

        “ Saya….mau ngajakin situ…” dia berjalan ke sampingku dan.

        Grepp….

       “ Gyaa! Apaan sih main rangkul orang sembarangan!” pekikku. Mencoba mendorong badannya. Tangannya kenapa seenaknya meraih pinggangku.

       “ Eh, ada Nak Yahya. Dari tadi Nak?” itu suara emak. BAGUS!

       “ Iya tante. Ini, saya mau izin culik si Ina buat jalan-jalan bolehkah?” tanyanya sok manis kepada emak.

       Daguku pasti jatuh ke lantai sekarang. “ Apaan? Jalan-jalan? SAMA SITU?? OGAHHH!”

       “ Ina!” tegur emak sambil memelototiku.

       “ Sebodo ah. Aku nggak mau. Kamu sebaik ini pasti ada maunya kan!” kutudingkan telunjukku ke muka Yahya terang-terangan. Biarkan saja dia tersinggung.   “ Males ah mak. Hari ini kerjaan Ina banyak” kataku pada emak.

      Emak langsung menarikku hingga terlepas dari Yahya. Syukurlaaah…tapi rupanya juga cuma buat diceramahi.

      “ Kamu jangan begitu dong, Yahya kan tunanganmu” bisik emak.

     “ Ya. Dan Yahya nggak professional. Pekerja macam apa yang justru bersenang-senang di hari kerja” celetukku kesal.

      “ Kan aku pemilik usahanya!” teriaknya dari kejauhan diiringi senyum.

      Asemmm…dia bisa mendengarku ternyata.

      “ IN-DO-NE-SIA  NU-SAN-TA-RAAAAAA……..” Emak mendelik sejadi-jadinya.

      Ampun deh.

      AKu memutar bola mata seraya melewati beliau. “ Iya Ina nurut. Ina mau pergi. Tapi sekali ini aja!” kuucapkan kalimat akhirnya dengan keras. Menatap tajam dan kesal kea rah Yahya yang kini tersenyum lebar.

      Menyebalkan!

      Kuraih tas tangan rajut hitamku. Meski kecil namun semua kebutuhanku dari dompet sampai obat-obatan bisa muat didalamnya.

       Aku segera berpamitan pada  emak dan bapak, kemudian berjalan menuju mobil Yahya dengan lelaki itu mengekor dibelakangku.

      Dia terlalu banyak tersenyum hari ini. MENCURIGAKAN.

**********************

      “ Yahya! Kita sebenarnya mau ke mana sih?!” tanyaku geregetan. Memutar leher dan memandang tepat dikedua matanya yang kini berkilat jahil.

       Mendadak dia menepikan kendaraannya begitu saja. Astagaa! Mau apa sih dia.

       “ Turun…” ujarnya sambil nyengir lebar.

       “ Hah??” aku kebingungan setengah mati.

       Yahya mendesah panjang lalu berkata pelan. “ Sepertinya memang harus aku yang melakukannya”

       Yahya turun dari kendaraannya, berjalan memutari mobilku lalu membuka pintu dan menarikku paksa begitu saja lalu menutup pintu mobil.

       “ Hei!! Apa-apan sih kamu! Jangan sentuh!” aku memekik. Setengah mendorong badannya.

       Kulihat Yahya tertawa riang, cepat-cepat kembali masuk ke dalam kendaraannya.

       “ CAHYA CHAERUL ARMAND!!!!!..........” jeritanku bergema.

      Tapi dia tak bergeming sedikitpun. Yang ada malah menstater kendaraannya dan melaju kencang. Meninggalkanku begitu saja.

      Aneka sumpah serapah keluar dari mulutku. Benar kan feelingku, Yahya nggakkan pernah berubah dari sosok menyebalkan menjadi jauh lebih menjengkelkan. Bagaimana bisa dia….

      Astagaaa…tega sekali meninggalkanku ditepian jalan raya. Jalur perbatasan Yogjakarta-Solo yang sepi seperti ini!!!......

      Akhhh!!! Emakkkk!! Coba lihat kelakuan calon mantumu satu itu!! Ya ampun begitu mau jadi Suamiku, yang ada bisa-bisa nanti aku disepak sampai ke Australia belum-belum!

       Aku terpaku selama beberapa saat. Lalu, menyadari ada yang salah.

       “YA TUHANN….TASKU!!” pekikku tertahan.

       Lututku langsung melemah, aku terjatuh dan terduduk di atas aspal. Meratapi betapa jeleknya nasibku.

       Emakkk…tanpa ponsel, dompet, dan obat! Bisa apa aku?!
      

 

      

Lamarlah Daku, Kau KutangkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang