01.INA

6.6K 414 38
                                    

Alohaaa....met pagii.

Emaknya Ina baru bangun nih. Hehehehhe. Selamat membaca, makasi buat yang mau mampir, komen, vote dll. Diharapkan sangat keroyalan hati kalian ya XD.

Salam ketcup dari Bang Yahya =)

********************************

Dhuarrr!! Bledarr!! Glegarrr!!!

Itu tadi bukan suara letusan kembang api. Juga bukan petir atau guntur. Melainkan bunyi ledakan yang ada dalam kepalaku.

Di saat Emak dan Bapak muncul bersama sahabat baiknya. Tante Indri, Om Abas dan putra beliau yang kemungkinan bakal menjadi jodohku kelak ( Karena aku sedang berada diranah perjodohan ala Orang Tua zaman dahulu )

Dan. Diantara begitu banyak lelaki yang bisa berjodoh denganku. Seperti seekor ikan nemo mencari pasangan dari jutaan ikan hias lainnya. Justru sosoknya sekarang muncul lagi dihadapanku.

Aku nggak akan pernah melupakan dia meski sudah 8 tahun berselang. Tubuhnya bertambah tinggi, nggak sekurus dulu yang jelas berotot. Kulitnya seperti warna bule sehabis berjemur. Rambutnya sudah nggak dipanjangin lagi, lurus hitam tapi cepak. Meski bête, harus kuakui dia tambah keren. Nyebelin!

Ya Tuhan. Itu si Cahya Chairul Armand alias Yahya si manusia menyebalkan sepanjang hidup yang pernah aku kenal. Tapi kok bisa sih. Dia....

" Ina, kenalkan ini anak Tante dan Om. Cahya" suara Tante Indri membangunkanku dari lamunan.

" Hah? Apa?" Bagus aku pasti mirip orang bego sekarang.

" Aduh, anak kamu memang ganteng banget Ndri. Buktinya putriku saja sampai terkagum-kagum begitu" puji Emak berlebihan. Menyenggol bahu Tante Indri.

" Ah, Cahya juga sama saja. Tuh, bengong terpesona macam begitu" timpal Tante Indri diiringi derai tawa.

Astaga!! Mereka salah paham. Aku dan Yahya si kementus ( Sok tau) terperangah bukan akibat efek kagum, melainkan takjub bin kaget setengah mati. Terang saja dia terkejut, ketemu musuh bebuyutannya, yaitu aku, dihari yang orang tua kami sebut sebagai 'pertemuan' alias perjodohan.

" Ayo duduk. Kita pesan makanan sambil ngobrol. Sudah lama sekali tidak bertemu. Kamu ndak berubah sama sekali ya Bas. Tetap subur saja" goda Bapak kepada sahabatnya.

Aku melirik Om Abas sekilas. Lelaki ramah itu berwajah manis, namun perutnya sangat buncit, berbeda jauh dari anaknya ini.

" Kamu juga Cipto, bulumu tetap lebat" celetuk Om Abas. Membuat para Istri terkikik bersamaan.

" Kalau ndak lebat, Mbak Arin ndak bakal naksir dulu" Tante Indri menjawil lengan kiri Suaminya yang berlemak.

" Indri, hush! Jangan buka kartu didepan anak-anak kita dong" celetuk si Emak.

Ya elah, muka beliau merona. Jadi beneran Emakku naksir Bapak karena bulu. Ya Tuhan. Jangan-jangan si Emak disodori nyemot ( baca : monyet)dibedakin juga mau-mau aja dulu. Astaga. Tuhan, ampuni hambamu ini karena menyamakan Ayah kandung sendiri sama Apes.

" Ehem. Kapan kita bisa duduk" akhirnya Yahya bersuara juga.

" Oh iya, ayo" Bapak mempersilahkan kami semua menempati kursi masing-masing.

Kursinya berbentuk segi empat memanjang. Mama dan Tante Indri berhadapan, lalu aku dan Yahya, baru Bapak dan Om Abas. Nggak lama berselang seorang Pelayan datang sambil membawa daftar menu lalu menyerahkannya pada kami. Emak dan Bapak menyerahkan bagian kami kepadaku, seperti biasa, karena aku pantang terhadap beberapa jenis bahan makanan tertentu. Sementara dikubu keluarga Armand, Tante Indri yang memilihkan.

" Saya pesan nasi putih satu wakul, ayam kampung bakar saus kacang dua ekor, ekstra lalapan dan sambel hijau, plus tempe dan tahu bacem. Minumnya es sinom seliter aja" tukasku, sambil mengembalikan daftar menunya kepada Pelayan perempuan setelah dia selesai mencatat.

" Emm, kalau begitu kami pesan yang sama juga deh" kata Tante Indri. Jelas tak mau ambil pusing karena baginya hari ini bukan sekedar makan malam dan temu kangen biasa. " Tapi mbak, piringnya jadikan 7 ya. Makasih" tambah Tante. Diikuti anggukan si Pelayan sebelum dia pamit pergi.

" Kok 7 Tan?" tanyaku.

" Oh itu, anak Tante yang sulung juga bakal datang tapi kayaknya bakal telat deh" jawab Tante Indri.

Ooh, iya juga sih. Si songong satu ini kan emang punya Kakak. Seingatku sih 3 atau 4 tahun lebih tua dari dia.

" Jadi, dengar-dengar Yahya dan Ina dulu satu SMU kan di Citra Nusa, sebelum Ina ikut pindah ke Jerman?" tanya Om Abas. Membuka percakapan.

Deg.

Aku melirik Yahya, ternyata dia juga melakukan hal yang sama. Raut muka pria itu tampak jengkel. Bibirnya sudah terangkat buat mengucapkan sesuatu tapi aku buru-buru menyambar pembicaraan.

" Masa sih Om. Seriusan Cahya anak Citra Nusa. Wah, kebetulan banget kalau begitu. Tapi kok Ina nggak kenal ya, kalau emang kami satu angkatan seenggaknya Ina pernah lihat. Hemm, Let's see, maybe Cahya tipikal anak rajin. Lebih suka belajar di perpustakaan, nggak pernah ikutan eskul. Soalnya kalau Cahya populer, Ina pasti kenal. Soalnya dulu Ina Wakil OSIS Om" kataku. Sengaja menaikkan nada suara dan mengangkat dagu tinggi-tinggi.

Yahya kaget mendengar perkataanku barusan. Pupilnya melebar, memelototiku. Aku mengirimkan pesan melalui mata yang bermakna ' Rasakan kau!' dan sepertinya dia tangkap dengan cepat. Soalnya pria itu langsung menggerutu jengkel.

" Hah, jadi dulu kamu ndak populer to Le'.Pantesan aja selama 3 tahun di SMU nggak pernah ngenalin satupun pacarmu ke Mama dan Papa" celetuk Tante Indri polos.

Yahya memutar bola matanya jengkel, menoleh memandang Mamanya. " Iya, Ma. Sekarang Mama sama Papa percaya kan kalau dulu Yahya anak teladan di sekolah" tukas lelaki itu lalu tersenyum sok manis.

Aku berusaha keras menahan tawa.

" Hemm, tapi aneh. Dulu Papa kok sering dapat laporan selama di Swiss, kalau Kakak kamu sering dapat panggilan dari Kepala Sekolah karena terlibat sejumlah pertengkaran sama murid perempuan bernama......"

" Ah itu nggak mungkin Om! Cahya kan pendiam, kutu buku, pemalu, ngelirik cewek aja nggak berani" sahutku buru-buru. Bisa gawat kalau mereka tahu hubungan jelekku sama Yahya dari dulu. Tambah nggak bagus buat situasiku.

" Loh, kok kamu bisa tahu banyak soal Cahya si Nduk. Tadi katanya ndak kenal?" tanya si Emak bingung.

Ya ampun Mak, diem aja napa nggak usah pakai acara ngingetin ala Detektif begitu.

Yahya menatapku sekarang, kedua matanya berbinar nakal. Senyum liciknya mengembang. Sialan juga nih orang, kayaknya dia bahagia banget ngeliat aku dalam kondisi terpojok.

" Ah...anu itu soalnya...." Aku tergagap. Otakku berputar mencari jawaban yang tepat secepat mungkin.

" Maaf semua. Argas terlambat"

Eh. Suara siapa itu. Merdu banget. Serak-serak basah gimana gitu. Mengingatkanku sama Chris Martin vokalisnya Coldplay.

Perlahan, leherku berputar ke arah sumber suara. Dan dia berdiri di sana.

Astaga Mak! Aku pasti kena serangan jantung sekarang! Ada Choi Jin Hyuk!!! Itu loh, aktor drama korea yang lagi tenar-tenarnya. Ya ampun......

Tanpa sadar aku langsung berdiri, nggak peduli sekarang lagi di mana dan sama siapa, kuulurkan tanganku ke hadapannya. Aku yakin pasti emak sudah membuat kesalahan dengan mengenalkan Cahya terlebih dulu padaku. Aku percaya 100% kalau pria dihadapanku inilah yang merupakan calon pasanganku. Dengan penuh percaya diri aku pun berkata.

" Hai. Namaku Ina. Calon jodohmu "

" HAH????????"

Lamarlah Daku, Kau KutangkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang