8. YAHYA (A)

5.2K 347 52
                                    

Akhirnya aku bisa juga beristirahat meski cuma satu setengah jam tapi lumayanlah untuk sekedar menutup mata dan mengurangi kepenatan. Sesudah mandi, aku bersiap menengok Ina, tapi papa menelponku dan memberitahu kalau Ina sudah dipindahkan ke Panti Rapih. Tanpa banyak berpikir aku bergegas menuju Rumah Sakit tersebut, namun sebelumnya aku mampir ke toko bunga, boneka, serta kue. Tanpa bermaksud merayu Ina, semua barang-barang ini kubeli sebagai tanda permintaan maaf, yeah, meskipun ini memang belum setimpal dengan kesalahan yang sudah kuperbuat.

Aku sendiri menuntut jawaban.Pertanyaan dikepalaku seperti jutaan semut merayap membuat sarang disatu lubang, butuh dikeluarkan.

Ina sebenarnya sakit apa? Mengapa semua orang kayaknya merahasiakan banyak hal dariku?

Kutatap cermin yang menampilkan bayangan pria berwajah tirus dan berkantung mata tebal menggantung dibawah pelupuknya. Astaga stres membuat berat badanku cepat sekali turun. Untung wajahku masih tampan, yah setidaknya masih ada muka buat bertemu Ina toh.

Aku membeli dua ikat besar-besar bunga mawar putih segar dan cantik, kata pegawai Floristnya, bunga mawar putih juga dikenal sebagai lambang permintaan maaf. Kemudian selanjutnya aku mampir di cake shop Ina dan diterima salah satu karyawan di sana, dia mengenali sosokku untungnya nggak banyak bicara, aku membeli dua roll besar bolu keju kacang, seingatku sewaktu masih SMU dulu Ina selalu mengkonsumsi aneka makanan berbau keju atau kacang. Terakhir, di toko boneka, berkat bujukan si pramuniaga aku membelikan Ina sebuah boneka Patrick-Spongebob ukuran sedang. Maksudku, siapa sih yang nggak suka tokoh Patrick, sudah lucu imut-imut lagi. Berbekal semua itu, aku pun bersiap menuju Rumah Sakit menemui Ina. 

Semoga saja dia nggak melempar semua benda ini didepan wajahku. Sigh....

******************************************************************

 " Eh Yahya, baru datang nak?" sapa ibu Ina ramah. 

Beliau terlihat lebih segar serta harum dari pada semalam, kutebak sehabis mandi.

" Iya tan, Ina ada dikamar ini kan?" tanyaku. Melirik ke arah bangsal khusus di area terdalam Rumah Sakit.

Ini bukan bagian umum, setahuku dari para perawat di luar yang memberikan arah tadi, area ini dikondisikan untuk kamar rawat inap pasien penderita penyakit dalam atau lebih parah dari itu. Fakta ini cukup mengusik ketenanganku.

" Ada kok, masuk saja. Kebetulan tante mau ke kantin nyusul Om, sudah laper. Jadi tenang kalau ada yang jagain Ina. Titip putri tante ya" tukas tante Arin, seraya melirik barang bawaan dikedua tanganku penuh minat.

" Siap tan!" tukasku penuh semangat.

Senang rasanya sikap orang tua Ina tetap hangat padaku setelah kejadian kemarin. Bagaimanapun juga aku berhutang jutaan permintaan maaf pada mereka, mulai sekarang berjanji nggak bakal lagi mengecewakan kepercayaan mereka, termasuk Ina.

Tanganku kananku terjulur, diantara memegang bungkusan plastik berisi kue serta mencoba memutar gagang pintu kamar Ina. 

Kriett....

" Siapa?"

Deg!

" Ehm, Na. Ini aku Yahya..." jawabku ragu-ragu. Menyembunyikan seluruh tubuh dibalik daun pintu.

Satu detik.....Sepuluh detik....Semenit lebih.

Nggak ada reaksi apapun ya? Mungkin aku sudah dibolehin masuk.

Menarik nafas dalam-dalam, menahan lima detik lalu menghembuskan sebanyak tiga kali sesuai anjuran Dokter ketika sedang tegang hingga uratku lebih rileks. Kuberanikan diri melangkah lebih jauh. Melebarkab bibir membuat senyum secerah matahari dimusim kemarau.

Lamarlah Daku, Kau KutangkapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang