[29] Anggalah Biangnya

2.5K 159 3
                                    


Jika bersama hanya untuk saling menyakiti, maka lebih baik kita berpisah agar berhenti saling menyakiti.

[ [29] Anggalah Biangnya ]

*****

PLAK!

"ANAK GAK TAHU DIRI YA KAMU! BIKIN MALU KELUARGA. MAMA KECEWA SAMA KAMU DEVON!"

Devon hanya pasrah seraya memegangi pipinya yang memerah dan terasa panas akibat tamparan sang Mama, Deva.

"NGOMONG SAMA MAMA ADA APA INI? KENAPA KAMU TEGA NYAKITIN ANYA? KENAPA KAMU SELINGKUH? SIAPA YANG NGAJARIN KAMU DEVON!"

"Anya yang duluan. Dia selingkuh sama katingnya yang juga selingkuhan dia waktu SMA."

"Bodoh! Kamu bodoh! Seharusnya kamu omongin baik-baik Devon. Jangan jadi pengecut. Apapun alasan perselingkuhan tetap saja itu gak akan termaafkan."

"Anya yang duluan, Ma," ujar Devon membela dirinya. Dia memang salah, tetapi yang memulai semua ini Anya. Kenapa harus dirinya yang selalu disalahkan? Dia pun tahu, dia pun merasa kehilangan Anya. Devon hanya butuh dukungan dari keluarganya juga orang-orang terdekatnya bukannya disalahkan seperti ini.

"Dari awal Mama curiga kalian gak baik-baik saja, Dev, tapi Anya selalu bilang kalau kalian bahagia, kalau suaminya ini baik, tapi kenapa kamu membalasnya dengan semua ini? Kenapa? Anya kurang apa?" Deva sangat kecewa atas apa yang menimpa rumah tangga putra sulungnya. Lagipula hati ibu mana yang tidak kecewa jika mengalami seperti ini. "Bilang sama Mama, apa yang terjadi selama ini? Apa yang terjadi selama hampir lima bulan pernikahan kalian!"

"Devon gak cinta sama Anya, Ma."

"Bohong!" tampik Deva, "kalau kamu gak cinta sama Anya. Kenapa dia hamil?"

"Devon emang ngelakuin itu, Ma, tapi Devon udah ngasih Anya obat pencegah kehamilan."

Deg.

Deva semakin kecewa pada putranya, begitupun dengan Deris dan Dea, mereka yang sedari tadi hanya jadi penonton pun lantas merasakan kekecewaan yang sama dengan apa yang dirasakan Deva.

"Waktu kita ngerayain ulang tahun Dev di rumah Mama. Devon kasih obat itu ke minuman yang Devon saji waktu itu," sambung Devon.

"Pantas kamu mau ngelakuin itu. Mama kira kamu pengen manjain istri kamu, tapi ternyata salah dan asal kamu tahu minuman Anya, Mama yang minum. Mama lihat kamu menabur sesuatu. Awalnya Mama pikir itu bukan apa-apa karena setelah minum itu Mama gak ngerasain apa-apa, tapi ternyata ...." Deva tak sanggup lagi melanjutkan kata-katanya, dia terlanjur sakit hati dan kecewa pada putranya ini, "sekarang datang ke rumah orangtua Anya. Bawa barang-barang Anya, semuanya tanpa terkecuali. Hubungan kalian toxic Devon. Kalian memang lebih baik berpisah."

Devon menggeleng. "Dev enggak mau pisah."

Deva tersenyum miris. "Enggak mau ya? Setelah apa yang kamu lakuin?" Deva geleng-geleng kepalanya kemudian bergegas meninggalkan rumah ini. Rumah yang menjadi saksi bagaimana toxic nya hubungan anaknya dan sang menantu. Jika Deva menjadi Anya, mungkin dia tidak akan sesabar itu.

"Pa!" panggil Devon, tetapi Deris tak menggubrisnya, dia satu pemikiran dengan sang istri, perpisahan yang terbaik.

Kini hanya tinggal Dea seorang diri yang masih menatapnya, pipi gadis enam belas tahun itu basah karena air mata, Devon tahu adiknya pun sama kecewanya dengan kedua orangtuanya.

Pasutri Player [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang