Tidak ada yang siap akan kehilangan.
Terlebih seorang ibu yang kehilangan anaknya.•
•
•
[ [40] Aku Bukan Pembunuh ]
*****
"Devon...."
"Kamu kemana aja?"
"Kok pakaian kamu item-item?"
Devon baru selesai menguburkan sang anak yang kini telah tenang di sisi-Nya. Devon kira Anya belum bangun, tetapi ternyata salah, istrinya itu telah membuka matanya bahkan bibirnya telah bisa bicara dengan jelas dan dari sekian banyak pertanyaan kenapa Anya menanyakan kemana dia pergi. Sebenarnya cukup mudah untuk menjawab, tetapi dia takut jika Anya terluka. Anya memang belum mengetahui perihal sang anak yang telah pergi untuk selamanya.
"Dev...."
"Kok kamu diem?"
"Itu gips kamu juga kok kotor?"
"Kamu abis nguburin, ya?"
"Siapa yang meninggal?"
Alih-alih menjawab, justru Devon menatap perut Anya yang kini telah tiada lagi kehidupan.
Sepandai-pandainya bangkai ditutupi, baunya tercium jua.
Devon tahu lambat laun, Anya akan tahu.
Dia tahu, tetapi dia belum siap.
"Devon kok kamu diem? Kok kamu malah ngeliatin perut aku. Adik bayi baik-baik aja, kan? Dev, please jawab aku. Kenapa kamu diem aja?"
Sungguh ini berat, sangat berat. Lebih berat kala dia harus mengatakan ini pada Hans dan juga orang tuanya.
"Maaf, Nya, tap—"
"Enggak!" sela Anya, "adik bayi sehat-sehat aja. Aku cuman jatuh biasa. Aku cuman pendarahan biasa, kan?"
Devon perlahan menggenggam tangan sang istri dengan tangan kanannya yang terbebas dari gips. "Nya, ikhlas ya?"
Anya menggeleng kuat. "Ini enggak mungkin. Kamu pasti bohong, kan? Adik bayi sehat-sehat aja. Dia belum lahir, Dev. Aku belum liat dia punya mata, hidung sama tangan di USG. Aku belum lihat perut aku buncit, Dev. Ini enggak mungkin. Hiks...."
Apa yang Devon takutkan terjadi. Anya menangis. Anya bersedih. Anya kecewa.
Kenapa rasanya masalah selalu menimpa dirinya? Kenapa dia tidak bisa dibiarkan bahagia hanya sekejap saja? Kenapa dan kenapa?
"Dev, adik bayi enggak mungkin pergi. Adik bayi belum aku gendong, Dev. Adik bayi belum liat dunia. Adik bayi belum lahir."
Tak lagi kuat melihat sang istri menangis, Devon lantas memeluk Anya erat. Berusaha menenangkan wanita yang dia nikahi beberapa bulan lalu.
Apa yang Anya alami tidak memungkinkan bayi mereka selamat. Pertama, Anya jatuh dengan kondisi kandungan yang masih satu bulan dan itu sangat membahayakan karena saat seorang ibu hamil jatuh, semakin dini usia kandungannya, semakin rentan untuk keguguran. Kedua, akhir-akhir ini Anya telat makan, dan Devon tidak tahu ini benar apa tidak karena akhir-akhir ini Anya tinggal bersama kedua orangtuanya. Ketiga, Anya jarang meminum obat untuk kandungannya dan yang terakhir Anya mengalami gangguan mental cukup serius yang mengganggu kesehatannya.
Andaikan Devon bisa mencegah semua ini, mungkin akan dia lakukan, tetapi itu tidak mungkin.
Anaknya telah pergi dan tidak akan pernah bisa kembali lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasutri Player [ Complete ]
قصص عامة#AgasaDKKSeries2 Ini tentang Devon yang dijodohkan dengan Anya, si cinta pertama sekaligus luka pertamanya. Anya adalah orang yang membuat Devon menjadi seorang playboy cap nila dengan moto "KALAU BISA LIMA KENAPA HARUS SATU?". Sungguh bagi Devon ke...