"Kenapa kamu lakukan ini?" Penyidik itu menatap tajam wajah Jordy yang berekspresi dingin. Meski begitu, ia mesih menampikkan secuil kegelisahan dari mimik wajahnya.
"Anda tidak akan mengerti keadaanku sekarang."
Penyidik menghentakan tangannya di dasar meja, geram. "Katakan saja!"
"Kalau aku mengetakan yang sebenarnya, apakah Anda mau membiayai pengobatan ibuku?" Bibir Jordy bergetar tatkala berkata-kata. Sampai sekarang ia masih ripuh bagaimana nasib ibu dan keluarganya yang sudah ditinggalkan kepala keluarga satu tahun lalu. "Apakah Anda mau membiayai sekolah adik-adikku?"
Penyidik terdiam, bingung bagaimana cara menanggapinya. Ia menyandarkan badannya di kursi sembari itu menganga.
"Aku baru-baru ini mendapatkan tugas tambahan dari Pak Salim, dan dia akan menambah gajiku dua kali lipat jika aku mampu melakukannya. Aku hanya membunuh tiga rekanku yaitu Febry, Samsul dan Billy. Sisanya aku tidak tahu siapa, bisa jadi Irfan yang mungkin sudah bekerja sama dengan Pak Salim jauh-jauh hari sebelum diriku."
"Kenapa kamu menerima tawaran Salim?"
Jordy menunduk, lagi dia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Bernapas di dalam ruangan hambar ini rasanya seperti neraka baginya. "Aku harus membiayai pengobatan ibuku. Dia sedang melawan kangker, dan hidupnya berada di ujung tanduk." Tak sadar, matanya mulai berkaca-kaca meski tanpa ekspresi pilu. "Jika aku harus menepi di balik jeruji selama berabad-abad, atau jika aku harus dihukum mati, tolong nanti bantu Ibuku." Air matanya mulai tak terbendung.
Penyidik itu menghela nafas, mengerjapkan matanya ke langit-langit. Kamudian ia membelai rambut pendeknya seraya memasang wajah simpati kepada Jordy. "Harusnya kamu tidak melakukan ini. Kamu mau menyelamatkan nyawa ibumu, tapi kamu malah menghilangkan nyawa tiga orang rekanmu. Kamu tidak boleh hanya bermanusiawi kepada ibumu." Penyedik itu memukul-mukul jidatnya pelan, ia ikut ripuh dengan urusan Jordy. "Rekanmu juga manusia, mereka punya keluarga yang harus dihidupi seperti dirimu. Aku tahu ini demi ibumu, tapi kamu egois. Kamu tidak tahu kan bagaimana nasib keluarga mereka yang sudah dibunuh olehmu?"
Jordy menunduk, air matanya membanjiri wajahnya. "Aku sungguh minta maaf. Aku mengaku bersalah. Aku harus bagaimana?" Tangannya yang terkepal kuat itu memukul-mukul keras meja bagian bawah. Ia frustasi. "Aku harus bagaimana?"
"Kamu harus menanggung resikonya. Masalah keluargamu, serahkan saja kepada Tuhan. Jika kamu tidak bertindak bodoh, hidupmu tidak akan lebih buruk dari ini."
Demikian singkatnya proses interogasi antara penyidik dan Jordy.
Sementara Irfan hanya beralasan ingin menambah kekayaan dan membeli mobil ferrari. Dia memang bodoh sejak lahir, hidupnya hanya tentang kaya dan ingin kaya. Dia beruraian air mata ketika melakukan interogasi, disertai dengan kegelisahan yang mendalam.
"Aku hanya ingin kaya. KAYA! HAAA!" Irfan berteriak lagi dan lagi, susah sekali menahan kegundahannya. Berkali-kali mengepak-ngepakkan tangannya ke meja.
"Dengan membunuh manusia?" tanya Penyidik itu.
"Apapun caranya. AKU INGIN KAYA!"
"Kalau begitu kamu harus menanggung resikonya."
Irfan si brengsek itu hampir gila setelah menepi di balik jeruji di minggu ketiga. Sampai ia berteriak-teriak tidak jelas dari siang sampai malam pada satu hari itu.
Di lain sisi kasus kejahatan yang menimpa kami -aku dan Lintang- menjadi buah bibir di kalangan masyarakat selama berhari-hari. Beberapa dari mereka cerewet mengomentari kasus ini di sosial media bak detektif kampungan atau yang paling parahnya seperti sok jadi saksi atas kajadian ini, padahal mereka tidak tau ketika sekujur badanku penuh dengan percikan darah.
Di antara mereka, ada yang mendukung kami, dan ada pula yang masih mencurigai kami. Sialan!
Irfan dan Jordy masuk ke dalam kurungan penjara sebelum lebih dulu mendapatkan perawatan di rumah sakit, sementara Pak Salim dinyatakan mati atas dalih pembunuhan yang mengarah kepadaku. Aku mengatakan "Jika aku tak melukainya, aku akan dibunuh olehnya, dan banyak lagi orang-orang yang akan dibunuhnya!"
Meski Salim mati, tapi penyidik akhirnya berhasil menemukan Jack Johnson, seorang juragan sapi dari Australia yang menerima organ-organ manusia dari Salim lalu dijual-belikan secara ilegal. Dia juga yang mengirimkan daging-daging sapi itu kepada Pak Salim sebagai second business. Dia akhirnya ditangkap polisi di negaranya dan mendekam di penjara.
Sebulan kemudian Ibu Jordy dikabarkan meninggal, membuat Jordy depresi sampai memukul-mukulkan keningnya ke tembok berkali-kali hingga berdarah, sebelum akhirnya ia dilarikan ke rumah sakit lalu menjadi penghuni rumah sakit jiwa. Dia gila.
Aku dan Lintang sempat tinggal di balik jeruji selama 3 bulan. Lintang dituduh atas dasar pembunuhan Mama. Kami berdua bolak-balik duduk di tengah persidangan yang kian lama seperti membunuhku. Mereka menuding kami seorang penjahat tanpa mereka tahu bahwa yang sebenar-benarnya justru kamilah yang sudah membunuh kejahatan. Jika Si Salim tak dihentikan, korban mana lagi yang akan ia makan?
Kami hampir saja akan menepi di balik jeruji selama bertahun-tahun, sebelum akhirnya seorang pengacara berempati kepada kami dan menawarkan jasanya tanpa imbalan apapun. Namanya Pak Mulyoko, seorang pengacara kondang yang sering menangani kasus-kasus terkait oleh rakyat kecil seperti kami.
3 bulan kami habiskan di balik jeruji dan kursi persidangan. Kami menang!
END
#author
Terimakasih sudah membaca sampai Epilog...
Maaf jika lama update... balakangan ini sangat sibuk.. maaf juga bila ceritanya kurang memuaskan..jangan ufollow ya😊..
Tunggu karya-karyaku selanjutnya...
KAMU SEDANG MEMBACA
BUTCHER
Mystère / Thriller(15+) [Cerita ini mengandung adegan sadis. Cocok dibaca ketika malam hari di tempat yang sunyi] Sudah 3 kali Jean mendengar suara orang mencacah daging di malam hari. Awalnya ia tak memperdulikan hal itu meski terus bertanya-tanya dalam hati 'suara...