08. Ruang Rahasia

68 12 6
                                        

"Serius Bill?"

Aku sangat terkejut setelah mendengarkan cerita Billy. Entah benar atau tidak, tapi ini benar-benar membuat bulu kudukku berdiri.

Sedangkan Lintang segera keluar dari warung. Ia merasa mual setelah mendengarkan cerita Billy, apalagi mendengar kabar bahwa sup ayam yang biasa kami makan di asrama itu ternyata adalah daging manusia yang tak lain adalah rekan kerja kami sendiri.

Billy menyeka air matanya, lalu menatapku. "Buat apa aku bohong?"

"Apa rencanamu?" tanyaku.

"Pergi dari tempat ini secepatnya," ujarnya mengusap dahinya sembari memikirkan sesuatu.

Lintang lalu kembali datang. Ia duduk di hadapanku kemudian meneguk segelas air putih. "Apa yang harus kita lakukan?" tanyanya dengan nafas tersengal-sengal. "Jika ini benar, kita juga harus mengatakn ke rekan-rekan kita tentang hal ini. Pelaku kejahatan harus dihukum!"

"Bisa jadi pelakunya adalah rekan kita sendiri," ujar Billy sembari mengangkat kepalanya ke arahku. "Kita juga perlu bukti jika kita ingin meyakinkan rekan kita," ujarnya lagi.

Aku memejamkan mata, mengerutkan dahi sembari berpikir perihal tindakan tepat yang harus dilakukan. "Ruang rahasia itu mungkin menyimpan banyak bukti dan rahasia," ujarku. "Billy, gimana kalau kita masuk ke dalam ruang itu?"

"Gimana caranya? Pintu gudang pasti digembok," ujar Billy.

"Mudah. Gunakan obeng sekrup untuk membuka grendel gembok."

"Aku setuju," sambar Lintang.

"Gimana Bill?" tanyaku kepada Billy.

Ia tampak ragu-ragu untuk menyetujui rencanaku. "Apa ini nggak terlalu bahaya?" tanyanya dengan wajah cemas.

"Ini bahaya. Tapi ini mungkin cara paling efektif untuk membongkar rahasia asrama ini. Kita harus mengambil resiko."

"Ok, tapi setelah itu, bantu aku pergi dari tempat ini," ujarnya lagi.

"Kita akan membantu semua rekan kita."

~•●•~

Malam hari pukul 02

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam hari pukul 02.00 WIB, aku mengetuk pintu Billy berkali-kali. Namun tak ada respon darinya. Hanya terdengar suara dengkuran seseorang dari dalam kamar. Mungkin ia tertidur begitu pulas.

Suasana malam ini begitu sunyi. Hanya suara jangkrik yang menggema dari sudut-sudut bangunan. Angin-angin berhilir menyentuh kulitku, rasanya begitu dingin walau sudah mengenakan jaket.

"Gimana?" bisikku menghadap ke arah Lintang yang berdiri di belakangku.

"Buka aja pintunya," perintah Lintang dengan suara yang lirih.

BUTCHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang