(15+)
[Cerita ini mengandung adegan sadis. Cocok dibaca ketika malam hari di tempat yang sunyi]
Sudah 3 kali Jean mendengar suara orang mencacah daging di malam hari. Awalnya ia tak memperdulikan hal itu meski terus bertanya-tanya dalam hati 'suara...
Satu bulan kemudian, di malam hari. Aku mendengarnya lagi.
TOK! TOK! TOK! Suara itu benar-benar menggema tatkala diriku sedang bermain ponsel di dalam kamar.
Kali ini lebih cepat, suara itu sudah terdengar sejak pukul 00.20 WIB.
Ahh berisik sekali!
Aku mencoba mengaitkan headset ke telingaku, lalu mendengarkan lagu acoustik sembari merokok dan menikmati kopi. Suara orang mencacah daging itu masih terdengar, tapi sekarang samar-samar. Aku bisa sedikit nyaman kali ini.
Tapi, kira-kira siapa yang akan hilang besok pagi?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi harinya, kami -Para Karyawan- beramai-ramai masuk ruang makan dengan sorak-sorak yang tak pernah bosan diteriakan. Tentu saja hal itu terjadi karena pagi ini kami sarapan dengan sup daging ayam. Mereka pasti sudah sangat menantikan sup daging ayam buatan Mama, kecuali Billy.
"Sup ayam lagi, sup ayam lagi," keluh Billy sambil menciduk kuah sup ayamnya. Ia benar-benar menatap sinis kubangan kuah sup di dalam baskom.
Padahal sup ayam itu disajikan sebulan sekali di asrama ini. Tapi ucapan Billy seakan-akan mengatakan bahwa Sup Ayam itu menu sarapan yang sering disajikan di asrama ini. Aku hanya tersenyum-senyum mendengar keluhan Billy. Dia berisik, tapi sedikit lugu.
"Ya elah, sebulan sekali!" timpal Lintang dengan nada mengomel.
"Tetep aja nggak enak!" balas Billy.
"Ngomong-ngomong, hari ini akan kedatangan karyawan baru," kata Irfan.
Bambang yang duduk di barisan belakang, mendongak ke arah meja prasmanan setelah mendengar ucapan Irfan. "Serius? Ada yang cantik nggak?" tanyanya.
"Ah lu mah mata keranjang!" umpat Billy pada Bambang.
"Dari pada kamu, Homo!" Bambang membalas umpatan Billy.
Billy dengan tatapannya yang mengintimidasi menyodongkan sebuah garpu ke arah Bambang. "Ngomong lagi, kucolok nih matamu pake garpu!"
Bambang akhirnya terdiam, ia mengelus-elus dadanya sembari menggelengkan kepala beberapa kali. Kemudian kembali menikmati sarapannya. Malas kali meladeni manusia absurd macam Billy.
Setelah mengambil porsi sarapan, aku duduk di samping Billy, sedangkan di hadapan kami adalah Jordy, Irfan, Lintang, Bambang, dan Shasa. Tanpa kegaduhan, kami semua sibuk menikmati sarapan. Biasanya Billy dan Irfan bertikai tentang sesuatu yang tak penting, tapi kali ini tidak. Aku sedikit lega.
"Siapa yang udah pergi?" tanyaku secara tiba-tiba.
Sontak semua orang di dekatku menengok ke arahku. Mereka berhenti mengunyah. Wajah mereka kebingungan. Bahkan Irfan yang hampir memasukan sesendok nasi ke dalam mulutnya begeming sejenak untuk menatapku.