Hari ini adalah pengumuman kelolosan seleksi olimpiade ekonomi satu sekolah, seluruh siswa di satu sekolah yang sudah diuji menurut standar sekolah dan pertimbangan para guru akan dipilih beberapa siapa yang akan mewakili sekolah untuk olimpiade.
"Al kamu persiapkan diri kamu, saya harap kamu bisa membanggakan sekolah ini." Wakil kepala sekolah itu bicara denagn nada tegas bercampur bangga pada Aldebaran yang baru saja selesai membaca pengumuman di mading.
Aldebaran tersenyum penuh arti, kepalanya mengangguk antusias, "Siap, pak. Saya akan usahakan maksimal, seribu persen."
Bapak wakil kepala sekolah memilih pamit setelah memberikan wejangan singkat. Aldebaran mengeluarkan ponselnya, hendak menghubungi seseorang yang berjasa dalam masuknya ia dalam kopetisi ini.
"Assalamu'alaikum, Kak Lyara!"
"Waduh ... wa'alaikumsalam, Al. Kenapa semangat banget?"
"Al masuk, kak!" ucap Aldebaran antusias.
"Masuk? Masuk apa, Al?"
"Olimpiadenya Al lulus seleksi sekolah!"
"Alhamdulillah ... yaudah nanti pas belajar, kakak bikinin kue ya ...."
"Woah ... serius, kak?!"
"Iya, yaudah kakak mau langsung bikin ya, kamu pulang sekolah jam berapa?"
"Jam tiga kak, kenapa?"
"Kakak jemput ya."
Senyum Aldebaran merekah lebar, ketika tau bahwa Lyara yang akan menjemputnya. Damar baru berangkat ke Arab Saudi kemarin, meninggalkan Aldebaran sendirian di rumah. Tapi, Lyara akhirnya menawarkan diri untuk menemani Aldebaran selama di rumah.
Selang beberapa menit, sebuah tangan melempar kasar ponsel Aldebaran. Raesutha Dirgantarra adalah pelaku utama jatuhnya ponsel Aldebaran, remaja yang seumuran dengan Aldebaran itu tersenyum sinis menatap Aldebaran penuh sengit.
Aldebran berdecak kesal, tatapannya tajam memandang Raesutha, "Dasar ...," gumamnya.
"Al, bokap lo nyogok sekolah ya?" terka Raesutha penuh saing.
Aldebaran membalas dengan senyuman yang lebih sinis lagi, "Buat apa? Lo aja mungkin yang nggak mampu ngalahin anak reguler kayak gue."
Raesutha tak mampu lagi menahan amarahnya, sebuh pukulan kasar mendarat di pipi Aldebaran, membiarkan anak itu jatuh tersungkur di lantai sekolah. Raesutha menghela nafasnya lelah, "Lo nggak pantes wakilin sekolah buat kompetisi ini, paling baru setengah jalan udah nyerah."
Padahal yang dihina Aldebaran, namun anak itu juga yang dipukul. Aldebaran terbatuk ketika pukulan kedua mengenai sisi pipinya yang lain, jantungnya berdegup lebih cepat sekarang, nafasnya juga mulai terasa begitu sesak.
Kerah Aldebaran ditarik kasar oleh Raesutha, ditatapnya wajah pucat Aldebaran. Tanpa berpikir panjang, Raesutha memukul Aldebaran sekali lagi. Membiarkan anak itu benar-benar kehilangan nafasnya, terasa seperti kehilangan detak jantungnya.
"Raesutha berhenti!" Suara tegas itu padahal seharusnya begitu dekat dan terdengar bentakan, namun sayangnya Aldebaran sudah di ambang kesadaran, dirinya tak lagi bisa mendnegar dengan jelas keributan di sekitarnya.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah dan Al [END]
Random"Ayah harus selalu bahagia, tapi jangan jadikan aku alasan kebahagiaan ayah." Mereka selalu punya cara tersendiri untuk mencairkan kehidupan yang hampa, tanpa adanya kehadiran seorang istri, tanpa adanya kasih sayang seorang ibu. Berusaha sekeras mu...