15 ☁︎ Hari Terakhir

2.8K 321 74
                                    

Mencintai memang bukanlah perkara mudah. Di antara banyaknya cara mencintai, pasti ada saat dimana kita sendiri tersakiti. Entah itu karena kita tidak bisa mencintai, atau karena kita yang tidak bisa dicintai. Pada akhirnya, semua hal itu butuh perjuangan.

Setelah acara tangis-menangis Lyara, wania itu kembali ke ruang rawat anaknya. Dengan begitu antusias, Aldebaran mendekap erat daksa ibunya. Remaja itu tau bagaimana Lyara memperjuangkan dirinya di hadapan Alfa sebelumnya. Seratus persen, Aldebaran tidak percaya setiap kalimat yang dilontarkan Alfa tadi. Karena yang ia tau, Lyara yang menyayanginya.

"Maaf tadi buna ninggalin kamu," ucap Lyara sambil mengelus pelan surai anaknya.

Aldebaran menenggelamkan wajahnya dalam dekapan sang Ibu, "Al percaya buna sayang banget sama Al. Al percaya kalau buna ngelakuin semua ini cuman buat Al."

Lyara mengecup pelan puncak kepala Aldebaran, menyalurkan betapa besar rasa sayangnya pada remaja itu. Bagi Lyara, Aldebaran adalah seorang anak yang lebih dari kata baik. Aldebaran adalah harta terindah milik Damar yang kini sudah menjadi bagian dari harta Lyara.

Di sudut ruangan sana, Damar memandang keduanya dengan senyuman. Setidaknya, keberadaan Lyara menjadi penerus sekaligus penyembuh di kala hati Aldebaran yang kehilangan sosok seorang ibu. Senyuman Aldebaran juga mampu ia ciptakan kembali semenjak Lyara datang, dan ikut dalam perjuangan hidup Aldebaran.

"Buna ...," lirih Aldebaran, meski pelukan sudah terlepas, namun tangannya masih menggenggam erat jemari Lyara.

"Iya, sayang?"

Aldebaran tersenyum manis sekali, "Nanti tanya dokternya ya? Besok aku boleh puasa atau nggak. Besok hari terakhir, buna. Al mau setidaknya dapat satu kali puasa."

Lyara tersenyum namun anaknya sendiri paham itu terlalu sendu untuk dikatakan wujud dari sebuah kebahagiaan. Manik Lyara beralih menatap Damar, suaminya, "Nanti ditanyain ke Dokter Bayu."

Damar hanya mampu menghela nafasnya berat, tangannya terangkat untuk mengelus pelan surai hitam pekat Aldebaran, "Emang anak sholeh anaknya ayah ini, hm?"

Aldebaran menatap lekat pada Damar, kemudian menarik tangan Damar untuk disatukan dengan jemari Lyara, "Bagaimana pun nanti akhirnya, senang atau sedih, ayah sama buna nggak boleh sampai pisah ya? Al nggak selamanya ada di antara kalian, untuk menjadi penghibur di kala hubungan ayah sama buna sedang tidak begitu baik."

"Kamu ngomong apa sih?" tanya Lyara.

Aldebaran terkekeh renyah, "Mau minta adek."

Damar seketika menepuk dahinya sendiri, "Kamu itu sok polos apa memang nggak ngerti sih? Baru tadi dibilang sholeh."

Aldebaran mendengus kesal pada sang Ayah, "Ayah aja langsung mikir kesitu, maksudnya adek itu nanti buat nemenin ayah sama buna."

.




.




.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ayah dan Al [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang