Langit menunjukkan semburat jingga bercampur kuning kala itu, memukau siapa saja yang tengah menikmati hangatnya udara sore. Langit itulah yang menjadi pemandangan Aldebaran, membiarkan angin-angin sore menerpa rambutnya yang kepanjangan sampai menutupi dahi.
Anak itu jelas tidak sendiri, ada Lyara yang masih setia menemani dan ikut serta menikmati sore menjelang senja ini. Dokter sudah memperbolehkan Aldebaran untuk sekedar keluar berjalan-jalan di sekitar rumah sakit, bersamaan dengan pengobatan yang dilakukan Aldebaran berjalan lancar.
"Kalau bunda masih ada disini, bunda masih mau nggak ya punya anak kayak aku? Sekarang aja, aku udah ngerepotin buna, mengganggu waktu yang seharusnya buna habiskan berdua sama ayah." Aldebaran berucap lirih, dengan wajahnya yang semula mendongak menikmati semilir angin, kini menunduk.
Terasa ada tangan yang tengah mengelus rambut Aldebaran, bercampur dengan nikmatnya angin semilir. Lyara masih diam untuk beberapa saat, sampai akhirnya berkata, "Bunda kamu pasti bangga banget punya anak kayak kamu, Al."
Lyara tidak langsung melanjutkan semuanya, rasanya ia butuh kekuatan untuk balik memberikannya pada Aldebaran, "'Kebahagiaan orang tua itu adalah melihat anaknya bahagia', percaya sama ungkapan itu?"
Aldebaran mengangguk pelan, "Percaya."
"Maka, kamu cukup sehat dan bikin ayahmu bahagia. Sekarang, buna mau kamu istirahat, jalani pengobatan, dan bahagia bersama buna dan ayah. Mau?" Lyara duduk di sebuah kursi taman, setelah mengatur rem pada kursi roda Aldebaran.
"Sebentar lagi sudah mau puasa ya, buna?" tanya Aldebaran, ketika ada tangan Lyara tengah mengahangatkan tangan miliknya.
Lyara mengangguk, "Makanya kalau nanti kamu pengobatan, jangan melawan lagi. Biar cepet semuh, terus bisa lebaran di rumah, mau?"
Aldebaran tidak mengangguk ataupun menggeleng, dirinya hanya diam menatap wajah sang Ibu. Selamanya, ia tidak akan pernah melupakan kehadiran Lyara di hidupnya, wanita itu bahkan rela mengabdikan hidupnya menikah dengan seorang duda beranak satu yang penyakitan.
"Habis lebaran nanti, buna mau kasih Al adik?" tanya Aldebaran, entah maksud sebenarnya dari perkataan itu.
"Maksud kamu?"
"Biar ayah nggak kesepian, bun. Buna juga pasti mau mempunyai anak juga, nggak selamanya buna hanya hidup merawatku, buna juga pasti ingin memiliki anak sendiri."
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah dan Al [END]
Sonstiges"Ayah harus selalu bahagia, tapi jangan jadikan aku alasan kebahagiaan ayah." Mereka selalu punya cara tersendiri untuk mencairkan kehidupan yang hampa, tanpa adanya kehadiran seorang istri, tanpa adanya kasih sayang seorang ibu. Berusaha sekeras mu...