8 ☁︎ Turuti Ayah

2.5K 378 66
                                    

Sejak awal Aldebaran terlahir ke dunia, Damar sudah berjanji pada dirinya sendiri agar menjaga Aldebaran sampai akhir hayatnya. Tepat saat ini, Damar meragukan janjinya sendiri, melihat Aldebaran kesakitan adalah kelemahan terbesar baginya. Apalagi kini, Damar harus melihat sendiri tubuh mungil itu berjuang sendirian, tanpa bisa ia membantunya.

Ada jarak yang melintang untuk menghalangi Damar dan Aldebaran di rumah sakit malam itu, hanya bisa memandang sambil memanjatkan harap kala anaknya kembali lagi ke ruangan mengerikan bagi Aldebaran sendiri. Damar membenci suasana ini, membenci rasa khawatir yang menguar menyelimuti hatinya.

Sampai pada menit kelima Damar hanya berdiri di depan ruang instalasi gawat darurat, ada hangat yang bersedia mendekapnya. Mungkin tidak bisa mengalahkan gundah, tapi setidaknya bisa menenangkan hati yang tengah berantakan. Lyara adalah penenang terbaik bagi Damar saat ini, meski tanpa kata, namun peluknya yang begitu berarti.

"Permisi, keluarga Aldebaran!"

Seluruh lamunan dan segala bayangan yang sempat mampir di pikirannya seketika terbuyar, bersamaan dengan pasangan suami-istri itu, mendekat ke arah seorang perawat wanita yang berdiri di depan pintu bersama seorang dokter laki-laki. Damar sempat menoleh ketika merasakan genggaman Lyara erat padanya, sekali lagi menenangkannya.

"Ada infeksi bakteri pada paru-paru Aldebaran, dan seharusnya sudah sejak lama ia merasakan sesak nafas yang parah. Bakteri itu masuk ke dalam paru-parunya yang memang sudah berbeda dari orang yang sehat, dan akhirnya bisa menyumbat saluran pernafasan, serta sudah mengalahkan sistem kekebalan tubuhnya."

Damar menggertakkan giginya, menahan amarah yang mencuat dalam hatinya, "Tolong usahakan yang terbaik, dokter."

Dokter di hadapannya mengangguk mantap, "Untuk sementara ini kondisi pasien masih stabil, namun saya nggak bisa menjamin keadaannya akan terus membaik, infeksinya sudah terlanjur parah, pak. Tim medis pasti mengusahakan yang terbaik tanpa diminta, dan mungkin kami bisa melakukan pengobatan lebih intensif, karena umur Aldebaran masih muda, masih punya potensi untuk sembuh."

Damar tak lagi sanggup berucap, lidahnya sudah kelu dihabisi oleh rasa khawatir. Bahkan, ketika dokter tadi memilih beranjak dari hadapan kedua orang tua pasiennya, Damar hanya diam membeku. Tangannya diutus untuk membalas pelukan Lyara kala itu, menyadari bahwa istrinya juga butuh kekuatan.

"Kamu belum makan, Ly. Kita makan dulu, yuk." Damar merangkul pinggang Lyara erat, di wajahnya ada sebuah senyuman yang sudah pasti hanya sebagai hiasan.

Lyara menggeleng pelan, kedua tangannya sontak memeluk Damar, "Aku minta maaf .... Bahkan, belum sehari aku menjadi istrimu, aku belum bisa menjaga Aldebaran."

Damar mengelus punggung Lyara perlahan, "Kamu nggak salah, nggak ada yang salah, Ly. Memang Allah sudah menggariskan takdirnya kayak begini, terus mau gimana lagi? Yang terpenting sekarang, kita juga harus punya tenaga buat Al."

.



.



.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ayah dan Al [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang