Kebanggaan adalah hal yang paling membahagiakan untuk orang tua, apalagi jika kebanggaan itu berasal dari anak mereka sendiri. Namun, Damar tidak pernah menginginkan itu untuk Aldebaran dapatkan. Damar sudah cukup hampir frustasi ketika dirinya kehilangan senyum Aldebaran, setelah kematian istrinya. Aldebaran tetaplah seorang anak yang hatinya begitu rapuh, meskipun ia memang terlihat kuat selama ini.
Damar hanya ingin melihat anaknya tetap sehat, ia tidak membutuhkan piala atau penghargaan yang anaknya dapatkan. Tapi, kalau kejuaraan itu adalah salah satu cara mengembalikan senyum Aldebaran, maka Damar akan mengabulkan dan mendukungnya. Hingga kali ini, Damar bisa memandang senyuman anaknya saat berjalan menuju tempat perlombaan.
Lyara masih merangkul erat lengan Aldebaran kala itu, memberikan senyuman terindahnya sebagai bagian dari dukungan semangat, "Kalau sakit, langsung panggil buna. Buna sama ayah ada di depan ruangan jagain kamu."
Aldebaran mengangguk, masih belum melunturkan senyuman manisnya, "Siap, buna!"
Lyara membenarkan hoodie broken white yang tengah dipakai Aldebaran, "Berusaha semampu kamu, tapi jangan maksain, bisa?"
Aldebaran mengangguk lagi, kali ini lebih menggemaskan, "Iya ... bunaku sayang ...."
"Jangan lupa berdoa dulu ya!"
Damar mendekati Lyara ketika Aldebaran sudah memasuki ruang peserta, jemarinya menggenggam kuat tangan istrinya itu. Damar merasakan tangan halus istrinya agak dingin, "Kamu kenapa? Tanganmu dingin banget."
Lyara menggeleng kaku, "Aku cuma—khawatir."
Damar menghela nafasnya, kemudian menggerakkan tubuh Lyara agar dapat menghadapnya, "Aldebaran tidak akan selemah itu, dia pasti bisa bertahan lebih lama lagi. Sayang ... dia tau masih ada kita yang ingin dia tetap disini, bersama kita."
Lyara kembali memandang Aldebaran yang sudah menduduki kursinya. Sebuah senyuman terbit di wajah remaja itu, tertuju untuk sang Ibu. Lyara membalasnya dengan senyuman tipis, dalam hatinya dia tidak ingin kehilangan senyuman Aldebaran. Remaja itu, masih punya kesempatan hidup yang panjang bersamanya, dan tentu saja juga dengan ayahnya.
"Ly ... ayo, nanti menghalangi jalan," ucap Damar, sambil perlahan menggiring tubuh Lyara menjauh dari pintu masuk.
.
.
.
.
.
.
Sudah hampir dua jam olimpiade berlangsung, beberapa anak sudah keluar duluan karena telah menyelesaikan setiap soal pada olimpiade hari ini. Aldebaran masih di dalam, masih berusaha mengoreksi setiap nomor yang telah ia isi. Lyara mengatakan, Aldebaran tidak perlu mengisi semua soalnya kalau memang tidak bisa mengingat semuanya. Tapi tetap saja, Aldebaran menginginkan yang terbaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah dan Al [END]
Random"Ayah harus selalu bahagia, tapi jangan jadikan aku alasan kebahagiaan ayah." Mereka selalu punya cara tersendiri untuk mencairkan kehidupan yang hampa, tanpa adanya kehadiran seorang istri, tanpa adanya kasih sayang seorang ibu. Berusaha sekeras mu...