Ille
Aku dan teman-temanku memutuskan untuk mengerjakan maket di depan kantin. Sekitar 10 menit yang lalu, Feni memberitahuku bahwa Liam memandangiku dari kantin. Sontak aku kaget bukan kepala, ditambah rasa malu. Langsung saja aku menoleh ke arah kantin, ternyata benar Liam menatapku. Aku membalas dengan senyum tipis, dan langsung fokus dengan maket ku.
"Le, kalo Liam nembak lo gimana? Lo mau pacarana sama dia? Kalo gue sih udah jelas langsung mau, apa lagi dia cakep dan nilai plusnya dia kapten basket," celoteh Feni.
"Gue nggak minat pacaran. Hush ... udah, ah. Sekarang fokus dulu sama maket kita, ini bahan-bahannya kurang. Mau beli sekarang?" Aku berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan.
"Ya udah ayok, gue aja yang nyetir. Tapi beresin dulu ini," sahut Daniell.
"Cepeten beresinnya, ini udah jam tiga sore, bentar lagi artland tutup jam lima sore," ujarku dengan nada tidak santai. Seusainya kami, kami segera pergi menuju artland untuk memenuhi semua bahan-bahan yang dibutuhkan.
***
"Ada lagi nggak yang kurang? Langsung ambil saja yang diperlukan biar nggak menghabiskan waktu buat beli bahan doang. Due date nya bentar lagi soalnya," sewot Aura kepada kami.
"Gue udah nggak ada yang kurang, Ra," ujar Daniell.
"Gue juga nggak," ujar Feni.
"Oke, kalau lo, Le? Le? Kenapa lo jadi melamun, Le?" Aura melambaikan salah satu tangannya di hadapan mukaku.
"Eh iya gue udah nih, sorry. Em ... eh, gue tiba-tiba kebelet buang air kecil, tolong bayarin donk ini uangnya," ucapku gugup disertai alasan konyol.
Aku bergegas keluar artland setelah melihat pria yang mirip Papa dengan wanita lain. Awalnya aku ragu, tetapi setelah aku memperhatikannya sungguh-sungguh ternyata memang peria tersebut adalah Papa yang sedang menuju restauran dekat artland.
Secara diam-diam aku mengikuti Papa dan memperhatikan Papa bersama wanita tersebut. Aku mengeluarkan ponsel milikku, membuka aplikasi kamera, lalu memotret Papa bersama wanita tersebut. Semua ini aku lakukan kalau suatu saat aku membutuhkan semua ini.
Wanita siapa lagi yang sedang bersama Papa itu? Terakhir aku lihat pesan Papa, wanita yang ingin menemui Papa ialah bernama Nara. Apakah wanita tersebut bernama Nara? Ingin sekali aku datang menghampiri mereka berdua, tetapi aku tidak ingin menghancurkan keluargaku sendiri. Aku bisa, kok menghadapi semua ini. Saat ini aku tidak menemui mereka, tetapi kalau aku melihat kejadian ini untuk kedua kalinya, aku tidak akan bisa tetap tinggal diam.
"Heh! Lo ngapain di sini? Make acara ngumpet gini." Aura menepuk bahuku, berhasil membuatku hampir jantungan.
"Astaga, gue kaget." Tanganku menyeka sisa air mata di pipiku.
"Lo nangis? Lo kenapa? Kok tiba-tiba gini," tanya Aura dengan seribu satu jurus pertanyaannya.
"Ehm ... nggak apa-apa kok, Ra. Kelilipan aja soalnya di sini banyak debu," jawabku dengan gugup.
"Ih serius, Le. Lo kok nangis?" tanya Aura lagi heran.
"Iya Aura ... gue nggak apa-apa. Eh iya Feni sama Daniell di mana? Kok Lo doang?" tanyaku agar bisa mengalihkan topik.
"Oh itu tadi mereka masih ba—" jawab Aura yang langsung terpotong oleh ucapanku.
"Eh itu mereka, Ra. Guys ayo balik." Teriakku kepada mereka yang sudah di repotkan oleh banyaknya barang belanjaan.
"Ayok, nih kembalian punya lo," sahut Daniell.
"Oh iya, makasih, El." Aku mengambil beberapa uang pecahan 20 ribu itu.
Kami pun beranjak dari artland, pandanganku menatap erat keberadaan Papa dengan Nara yang masih asik menikmati hidangan makanan bersama.***
Rasanya hari ini sangat melelahkan, hari paling buruk dalam sejarah kehidupanku. Badanku rasanya remuk bak sesuatu yang sedang dihancurkan. Mataku sudah lelah karena banyak mengeluarkan air mata dari kemarin. Pada akhirnya, malam ini aku menyerah sejenak, memutuskan untuk membaringkan badanku di atas kasur kesayangan.
Kring ...
Liam : Hai, besok pagi gue mau kasih kejutan buat lo. Tunggu gue besok pagi. See u.
Ille : Kita kenal belom lama, ya. Jadi lo nggak usah sok deket sama gue!
Liam : Gue gak peduli.
Masalah apa lagi ini, harus ketemu manusia modelan kayak gitu. Manusia sok kenal, padahal baru sesekali bertemu tetapi sudah berlagak seolah memahami aku. Sudah, aku tidak ingin menambah beban pikiran. Lebih baik aku tidur saja, melupakan kejadian tadi siang dan kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ill(n)e(ss)
Teen FictionMenceritakan seorang anak remaja perempuan bernama Ille yang sudah memiliki kesibukannya dalam dunia perkuliahan sebagai seorang mahasiswi jurusan arsitektur. Keluarga dan teman-teman di tambah kehidupannya yang selalu memenuhi keinginannya membuat...