ʙᴀɢɪᴀɴ 3

10 2 0
                                    

Senin, 06.05 pagi.

     Aku beranjak dari tempat tidurku, lalu melakukan rutinitasku seperti biasanya. Ya, benar, membereskan tempat tidur. Tidak lupa untuk berdoa, mengucap syukur, dan minta pertolongan Tuhan agar aku bisa untuk melewati satu hari ini sesuai dengan kehendak Tuhan. Pagi ini aku lebih memilih untuk meredam emosiku karena aku tidak ingin memperburuk suasana disekitarku.

     Seketika detak jantungku dihentikan sekian detik saat menatap layar ponsel milikku sendiri dan menyadari bahwa tugas maketku masih belum tersentuh sedikit pun. Tidak terlewatkan teman-temanku yang sudah selalu memanggilku dalam dunia maya itu, mengingatkanku akan tugas maket tersebut. Seharian kemarin aku menghilang dari peredaran, sibuk menjadi seorang detektif dadakan.

     Aduh ... gue lupa kalau ada tugas maket, kenapa bisa-bisanya gue jadi teledor gini. Mana temen-temen nyariin gue kayak gini. Pasti semua ini karena kemarin malam gue emosi dan alhasil gue nggak buka apa lagi baca pesan di grup ini, aku berhasil menggerutu sendirian sembari menepuk pelan dahiku.

    Tanpa pikir panjang aku segara membalas pesan-pesan mereka.

21/03/2030

Daniell: Guys bsk kita beli perlengkapan maket lagi ya.

Daniell: Klean dah selesai kan sketch nya?

Feni: Oke El... Udah gue mah

Aura: Wkwkwk siap kapten, udah lahhh

Daniell: Sippp. Eh gue lupa sesuatu. Kita patugan seratus rebu ga ada yang keberatan kan?

Feni: Engga kok, masi bisa lah ya.

Feni: Gua masi ada tiga ratus rebu lagi di dompet. Ya di atm sekitar satu jutaan lah

Daniell: Dih sombong banget lu, Fen

Aura: Tau dih, yodah fix kalau kurang bakalan Feni yang bayar. Setuju gess?

Daniell: Setuju banget Raaa

Feni: Dih maksud Aura, uang buat sebulan ini gesss wkwwkwk

Daniell: Yehhhhh. Eh btw si Ille kmna yaa tumben ga nimbrung @Ille

Feni: Iya nih @Ille manaa Lo kok ilaang

Aura: @Ille eiiii. Lo tidur ya?

Daniell: Iya kali. Gue juga mau tidur, bsk pake mobil gue aja beli perlengkapan

Aura: Oke El, nite all

Today

Ille: Guys maaf ya gua baru on, kmrn gua batre gua abis

Feni: Nah, yaudah Le. Udah baca chat nya dari atas kan ya?

Ille: Udh" sketch gua juga udh kelar. Cuman ruang tamu soalnya

Ille: seratus ribu juga ga kebanyakan

Feni: Oke Le. Yaudh beres" lu jan telat kuliahnya

Ille: Iya Fen, Lo juga ya

     Dirasa semua urusanku dengan mereka selesai, tiba-tiba aku kembali kepikiran tentang kejadian kemarin. Aku masih meletakkan rasa kecewaku untuk Papa karena apa yang telah dilakukannya sangat di luar pikiranku sendiri.

     "Pagi, Ille sayang," ujar Mama membuat lamunanku runtuh.

     "Iya, Ma. Pagi juga Mama," sahutku kaget dan setelah itu kembali melanjutkan lamunanku.

     "Kok kamu dari kemarin melamun terus, sih?" tanya Mama yang heran padaku

     "Em... nggak kenapa-kenapa, Ma. Eh airnya suda mendidih, aku mau mandi dulu, Ma. Takutnya aku telat kuliah," ujarku dengan gugup, karena aku takut tiba-tiba berbicara tentang kejadian kemarin dihadapan Mama.

***

Liam
     Matahari bersinar terang menyorot sudut lapangan basket dengan tajam. Liam Wayne, mahasiswa semester enam dan anak arsitek. 

     "Liw, kamu sekarang main ganti Eno," ujar guru ekskulkku.

     "Oke, Pak. Meluncur ...." sahutku yang kemudian berlari menuju lapangan.

     Iya, mereka biasa memanggilku Liw. Entah lah, mereka yang menggabungkan nama asliku dengan margaku. Semua mahasiswa di sini pasti mengenalku hal itu dapat dikatakan karena aku merupakan kapten ekskul basket di kampus ini. Masalah skill tidak usah dipertanyakan, aku jagonya. Langsung saja beradu di lapangan kalau ada yang menantang.
Setibanya di akhir latihan hari ini, aku merasa sangat haus dan lelah.

     "Fyuh, capek juga, ya. Gue istirahat bentar, mau beli minum. Minum gue habis soalnya. Nanti tolong bilangin ke Bapak ekskul kita tercinta yak," kataku kepada teman-temanku yang kemudian dibalas dengan acungan jempol.

     Aku langsung saja pergi ke kantin untuk membeli minum. Sampainya di kantin, aku mengambil dua air minum dingin dan menyodorkan uang tanpa memikirkan kembalian. Air dingin tersebut segeraku tegak, sensai dingin tanpa basa-basi membasahi tenggorokannku, wah ... rasanya bagaikan roh menyatu lagi dengan tubuh.

     Parah ... parah ... seger banget. Langsung balik lah gue ke lapangan, ujarku yang kemudian tiba-tiba aku terpaku pada satu wanita yang aku sukai sejak semester empat sedang membuat maket di kooridor kelas arstiek tepat di depan kantin.

     Ille namanya. Parasnya yang manis dan dewasa telah membuatku menyukainya. Aku pernah meminta tolong temannya untuk menyampaikan perasaanku padanya, tetapi tidak tahu Ille menghiraukanku atau tidak. Aku berharap dia juga menyukaiku balik.

     Lamunan pandanganku tiba-tiba sadar ketika Ille menyadari kalau aku dari tadi memperhatikannya. Ille tersenyum malu kepadaku yang kemudian langsung kembali mengerjakan maketnya. Tatapan singkatnya berhasil membekukan diriku. Rasanya seperti sedang ditatap seorang bidadari.

***

ill(n)e(ss)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang