Makan malam besar yang dibilang Papa ternyata hanya wacana. Iya, wacana setelah Papa mendapat telepon tiba-tiba. Papa langsung pergi ke ruang tengah untuk mengangkat telepon itu dan berbicara dengan nada bicara bak orang sedang berbisik-bisik.
Setelah selesai, Papa datang menghampiri aku dan Mama.
"Ada apa, Pa?" tanya Mama melihat sikap Papa berlagat beda.
"Em ... maaf, ya, sayang-sayangku. Papa nggak bisa ikut makan malam bareng kalian malam ini. Papa baru inget kalau malam ini jam delapan ada meeting sekretaris Papa. Sama itu ... Papa juga ada tugas ke luar kota untuk beberapa hari. Papa berangkat, ya, udah telat banget nih. See u," kata Papaku yang entah mengapa dirinya berlagat seperti orang gugup yang sedang menyembunyikan sesuatu.
"Hah? Papa pergi meeting malam lagi?" tanyaku heran.
"Iya, Ille. Papa ada meeting lagi malam ini. Maaf, ya, kalau dadakan karena Papa lupa kasih tau kamu sama Mama," ujar Papa dengan nada merasa bersalah.
"Trus gimana dong makan malam besarnya, padahal Ille udah excited banget ....," sahutku diikuti raut wajah melas.
"Em ... Papa janji deh nanti kita bakal makan malam pas Papa udah pulang. Sudah, ya, Papa udah harus pergi sekarang, sudah terlambat banget," kata Papaku yang kemudian bergegas untuk mengambil jas kemudian tidak lupa untuk mengecup kening aku dan Mama. Setelah itu pergi menuju mobilnya.
"Hati-hati, Pa!" teriakku, tanpa sahutan lagi dari Papa.
Kesal memang, tapi apa daya aku tidak bisa marah. Ya, marah pun tidak akan bisa merubah keadaan sedikit pun, yang ada hanya akan menambah masalah.
"Ille, yuk kita makan berdua saja," ujar Mama yang berhasil menyadarkanku dari lamunan.
"Tapi, Ma ... kan cuman kita berd—" balasku yang dengan cepat dipotong oleh ucapan Mama.
"Sudah, nggak apa-apa. Ayok, kita makan, Mama sudah lapar, sayang juga makanannya kalau dibiarin aja. Jangan dipikirkan, nanti sama Papa bakal makan besar lagi kalau Papa sudah pulang. Sekarang kamu yang mimpin doa, ya." Mama berbicara panjang lebar bak kereta api tanpa jeda sedikit pun.
"Eum iya, Ma. Ya sudah aku yang pimpin doa," jawabku dengan rasa pasrah, karena jawaban Mama yang akan panjang sekali jika aku menolaknya.
"Amin ...." Aku dan Mama bersamaan berkata demikian.
"Selamat makan, Ille sayang," ujar Mama.
"Selamat makan juga, Mama" balasku diikuti dengan senyum tipis.
***
Aku langsung menuju kamar setelah makan malam selesai. Jujur, aku masih kesal karena makan malam besar dengan Papa tidak jadi. Moment itu sulit sekali terjadi, karena Papa memang sesibuk itu. Padahal, Papa yang mengizinkan aku untuk membeli makanan yang aku suka. Papa yang bilang kalau tidak apa jika sekali-sekali makan malam yang besar.
Meeting apaan coba malem-malem begitu? Meeting beneren sama orang kantor apa meeting sama cewek lain tuh? Lanjutku dan setelah itu dilanjutkan dengan keheningan.
Jujur, aku merasa ada kejanggalan. Aku bingung kenapa belakangan ini Papa sering meeting malam. Sepertinya sudah hampir sebulan Papa sering keluar malam dengan alasan ada meeting.
Eh ... aduh Ille. Kok kamu mikirnya begitu sih? Emangnya Ille mau kalau Papa beneren selingkuh? Ille mau kalau nanti keluarganya hancur? Ih ... apa sih Ille, nggak boleh begitu. Tapi, kenapa jadi sesering itu meetingnya? Malam lagi meetingnya. Huft ... udah Ille. Ille kan pernah cek-cek ponsel Papa. Di sosial medianya nggak ada tanda-tanda juga kalau Papa aneh-aneh. Iya benar, lagi juga kan Papa sayang Ille sama Mama, jadi Papa nggak mungkin ngelakuin itu mendingan sekarang kamu tidur aja, ya, Papa pasti meeting, bukan yang lain, lagi dan lagi aku berbicara sendirian kepada diriku sendiri yang mencoba untuk meyakinkanku kalau Papa memang benar-benar meeting kantor malam ini. Ya, aku memang overthinker, apa lagi saat malam hari.
Overthinkingku berakhir dan aku berhasil tidur setelah jam menunjukkan pukul 01:20 pagi.
***
Sudah satu minggu Papa meninggalkan rumah karena sibuk mengurusi urusan pekerjaannya. Papa sangat sering
Kring ... Kring ... Kring ....
Pemberitahuan pesan dari ponselku yang berkali-kali berhasil membangunkanku dari tidurku yang nyenyak. Seperti remaja lain yang langsung terbangun ketika ada pemberitahuan pesan masuk, seakan-akan pemberitahuan tersebut ialah alarm bagi mereka. Aku langsung mencari ponselku yang entah di mana tempat terakhir aku meletakkannya.
Ternyata pemberitahuan tersebut bukan pemberitahuan pesan dari ponsel milikku, setelah aku lihat kalau ponselku ternyata sudahku silent dari semalam.
Lah, kalau seperti itu ... pemberitahuan pesan tadi milik siapa? tanyaku dalam hati.
Kring ... Kring ... Kring ...
Pemberitahuan pesan itu terus berbunyi. Aku yakin kalau pemberitahuan pesan tersebut bukan berasal dari ponsel milik Mama, karena kamar Mama jaraknya cukup jauh dari kamarku. Pemberitahuan pesan dari ponsel milik Bibi juga bukan, karena ponsel miliknya belum canggih. Tanpa berpikir panjang, aku langsung bergegas turun dari tempat tidur untuk mencari asal dari pemberitahuan pesan itu yang terus menganggu.
Aku jalan keluar dari kamar dan ternyata sumbernya berasal dari atas meja tamu. Pemberitahuannya terus saja berbunyi. Aku segera melihatnya dan ternyata pemberitahuan pesan yang beruntun itu berasal dari laptop Papa.
Hah? Kenapa Papa nggak bawa laptop? Padahal sudah satu minggu Papa pergi meeting di tambah kalau meeting pasti memerlukan laptop. Meeting apaan yang nggak pake laptop? Aneh banget. Ya sudah lah, mendingan aku nyalain saja terus aku cek. Siapa tau penting, biar aku bisa infoin ke Papa, gumamku dalam hati.
Tanganku dengan sigap segera membuka laptop milik Papa lalu menggerakkan kursor laptop tersebut untuk melihat isi dari pesannya.
*Welcome, Vincent*
Eh, kok bisa. Ternyata nggak ada kata sandinya, kataku dengan kaget.
Kring ....
Bunyi lagi dan oh ... ternyata pesan dari gmail. Ya sudah mari sekarang kita cek gmailnya, ujarku yang seakan-akan sedang mengajak orang lain untuk melihat juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
ill(n)e(ss)
Novela JuvenilMenceritakan seorang anak remaja perempuan bernama Ille yang sudah memiliki kesibukannya dalam dunia perkuliahan sebagai seorang mahasiswi jurusan arsitektur. Keluarga dan teman-teman di tambah kehidupannya yang selalu memenuhi keinginannya membuat...