09

1.3K 90 0
                                    

Euy update!

Absen yu gais siapa yang udah baca👉🏻

Oke, lanjut.
***

Romeo berbalik dan mengangkat jari telunjuknya ke depan mulutnya.

"O-oke Mas," jawab Bi Surti mengerti.

Romeo kepo dengan isi kamar Papanya. Selama ini, dia tidak pernah masuk ke sana karena Papanya sendiri yang melarangnya. Jelas, hal itu membuatnya ingin tahu ada apa di dalam sana.

Dibukanya pintu kamar bercat putih itu dengan hati-hati.

"Ngeri euy."

Di dalam sini terlihat jelas luasnya kamar ini. Tapi anehnya, hanya diisi satu tempat tidur king size di tengah kamar lalu ada satu lemari besar yang ia tebak berisi pakaian-pakaian Papanya dan ada beberapa laci-laci kecil di sampingnya.

"Wanjayyy gede juga kamar bokap lo." Gio terus memperhatikan sekitar. "Eh, ada dua ruangan lagi anjir, gede banget cuy."

"Ck, diem napa, sih?!" Jengah sendiri ia mendengar banyak bacotan yang keluar dari mulut Gio. Lagian, rumah Gio juga tak kalah besar. Romeo pernah sekali lewat rumah lelaki itu.

"Iya-iya." Akhirnya Gio menurut dan memilih diam.

Tangannya mengobrak-abrik laci-laci yang ada di ruang kerja Papanya. Dia harus cepat, jangan sampai orang suruhan keluarga Jean sampai ke sini dan mengetahui siapa dirinya.

Handphone jadul terpampang indah di satu laci dekat lemari kaca itu. Romeo mengambilnya dan memasukkannya ke dalam saku. Tak ingin kehabisan waktu, lelaki itu menjelajahi semua apa yang ada di sana.

Sebuah amplop berisikan banyak kertas kusam itu membuat Romeo penasaran. Ingin rasanya sekarang juga untuk membaca semua itu, tapi tak ada waktu.

Beberapa menit kemudian, Romeo memilih menyudahi kegiatannya. Berjalan keluar dari ruangan dan kamar sang Papa, di belakangnya ada Gio yang setia membuntutinya.

"Bi, Bibi pulang aja ya. Percuma di sini nggak ada orang. Maaf kalo nggak bisa kasih pesangon, tapi seingat Romeo, Bibi udah terima gaji, kan, ya bulan ini?" Bi Surti mengangguk. Lagipula, wanita paruh baya itu tidak mengetahui peristiwa apa yang terjadi dengan Papanya.

"Kapan-kapan kalau ada waktu, Romeo akan nemuin Bibi dan jelasin semuanya. Secepetnya ya Bi perginya, saya juga buru-buru dan pamit." lanjut Romeo.

***

"Nggak usah, ntar lo kena amuk." Sudah beberapa kali mengingatkan Gio untuk tidak tinggal bersamanya lagi. Karena kalau sampai itu terjadi, Gio akan kena marah Papanya.

Gio menggeleng. "Gue juga males sama Bokap. Lagian, gue lebih seneng tinggal sama lo dari pada sama keluarga gue sendiri."

Romeo menghela nafas, tidak bisa berkata-kata lagi jika Gio sudah berbicara soal keluarga.

"Oh yah, lo belom jelasin kenapa kemarin badan lo pada memar gitu." Mau tak mau, Romeo mulai menceritakan bagaimana bisa terjadi. Bahkan, masalah tentang Jean.

Yah, dengan Gio, Romeo bisa bercerita semua masalah yang ia tanggung. Meskipun persahabatan antar keduanya masih terbilang baru, tapi Romeo tak mempersalahkan. Kadang, Gio juga menceritakan semua masalahnya padanya. Mereka berdua saling percaya, itu kunci dari persahabatan.

"Jadi waktu itu ... " Romeo mengangguk.

Gio melongo, apa maksudnya? Insiden hilangnya cucu perempuan keluarga Frankiston disebabkan oleh Papa dari sahabatnya sendiri. Dan meledaknya gudang itu ... Astaga, Gio tidak bisa membayangkan bagaimana masalah ini terjadi pada sahabatnya sendiri.

Lelaki dengan postur tubuh yang lebih rendah dari Romeo itu menepuk pundak sahabatnya pelan. "Terus, Bokap lo?"

Romeo mengendikkan bahunya acuh. "Gue udah nggak nganggep dia Papa gue. Bodo amat."

Gio memberikan ancungan jempol. "Gue harus niru nih."

Romeo terkekeh. "Coba, deh." Tak lama, Gio ikut terkekeh.

***

Matanya menyipit menatap seorang gadis sedang mengantri membeli minuman. Sepertinya tak asing, tapi lupa.

Bruk

"Eh sorry-sorry, gue—" Romeo tersadar dan mengernyit heran saat gadis yang tak sengaja menubruknya itu menatap wajahnya secara intens.

"Lo, kan,—"

"Gue?" tanya Romeo.

Gadis itu mengangguk. "Lo itu Romeo, bukan?"

Alisnya terangkat satu. "Kenapa? Kita kenal?"

"Nah, kan, bener!"

"Hah?"

"Gue Beby, sahabat Jean. Kita satu sekolah dulu pas di Bandung," ucap Beby seraya mengulurkan tangannya.

Romeo balik menjabat tangan Beby sambil mengangguk paham. "Oh sorry, gue baru kenal sama lo."

Kenal namanya. Lanjut Romeo dalam hati.

"Ck, ngeselin. Bener kata Jean. Tapi it's okay, kita udah kenal. Gue duluan ya, sorry tadi ketabrak." Romeo hanya mengangguk setelah gadis itu dengan cepat menjauhinya.

"Ngomong apa, sih, tuh cewek?" heran Romeo. Pasalnya, gadis itu berbicara dengan cepat tanpa ada titik koma.

"Goblok! Beli minum!"

***
TBC

Siapa kangen Beby? Cung tangan✋🏻

Beby

Beby

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ROMEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang