11

1.3K 120 15
                                    

Bismillah, salam dulu.
Assalamualaikum.

HAI GAISSSSS!!!! Aku kembaliiiii!!!! Yak kembali dari goa abis bertapa wkwkwkk. Gimana kabarnya? Puasanya? Moga semuanya pada baek, puasanya juga lancar, aamiin . . .

Masih pada semangat ga sama cerita ini?! Semangat dong harusss!!!!

Sebelumnya, aku makasih banyak-banyak ke kalian semua yang selalu banjirin notif aku ಥ‿ಥ Beneran ini mah, notif wp ku ga berenti teruss.

And, makasih buat 300k+ pembaca JEAN ಥ_ಥ Ya Allah ga kuat, nangis bangett (╥﹏╥) makasih juga buat 6k+ pembaca ROMEO aaaaa bener-bener mewek. Makasih juga yang udah tegur aku kalo ada salah kata di cerita JEAN, tar aku revisi lagi ^_^ (Disini juga kalo ada salah kata, tegur aja tar aku revisi)

Okkey langsung aja— eh sebelum baca jangan lupa pencet tombol bintang dan ramein kolom komentarr!!!

ROMEO part 11, let's go!!! 🛵🛵

***

Helaan nafas terdengar begitu berat, jari-jari kedua tangannya masih asik menari di atas papan keyboard itu.

Matanya melirik jam dinding yang tergantung apik di atas dinding ruang kerjanya.

Jam menunjukkan pukul 19.45pm, yang mana dia sudah melewatkan makan malam di rumah.

Drtt ... drtt ...

Dering ponselnya memecah kesunyian di dalam ruangan. Dia menghela nafas lagi, sudah panggilan ke sepuluh, tapi belum juga ia angkat. Pasti nanti, sepulangnya dari kantor, dia akan disambut dengan omelan.

Memutuskan untuk berhenti, dan mengambil benda berbetuk persegi panjang dengan ujung tumpul itu untuk mengangkat panggilan yang masih berdering itu.

"Hal-"

"Romeo! Pulang kamu! Ini sudah jam berapa?! Mau, kalau besok gak kerja, hah?!"

Lelaki itu, Romeo Angkasa, menjauhkan ponselnya dari telinga. Suara nyaring itu membuat telinganya berdengung.

"Ma-"

"Sekarang, pulang!" Lagi, suaranya di selat oleh sang penelpon. Setelah itu, sambungan diputuskan sepihak. Romeo menghela nafas lagi, dan merapikan meja kerjanya.

***

Sesaat, dia membenarkan letak kacamatanya dengan benar sebelum melangkah memasuki pintu besar rumahnya. Sedikit takut juga, bila mana ada sosok singa betina yang sudah siap dengan alat perangnya di balik pintu itu.

"Anjir, gue udah gede tapi keliatan masih bocil," gumam Romeo.

Dibukanya pintu itu pelan-pelan, dan ternyata benar. Singa betina itu sudah siap dengan alat perangnya. Di kedua tangannya ada handphone dan spatula yang selalu digunakan untuk memukulnya, satu lagi, celemek dan juga topi memasak yang senantiasa menempel di tubuhnya.

Tukk

"Awh, sakit Ma." Bukan main, dipukul dengan spatula itu rasanya ... ah mantab.

"Masuk!" perintah Laura, Mama Romeo. Masih dengan memukul punggung Anaknya memakai spatula kesayangannya.

"Pfft ... Hahaha, rasain."

"Apa?!" sewot Romeo saat melihat sosok singa betina lainnya yang asik menertawakannya duduk di atas sofa. Seakan-akan, matanya itu melihat sebuah pertunjukan.

"Alice, cepet anter Romeo ke kamar. Mama mau siapin makan dulu."

"Ah Mama ... dia bukan anak kecil."

"Cepet!" teriak Laura dari arah dapur.

"Ck, cepet ayo!"

"Anjir, gue bisa sendiri."

"Jangan banyak bacot, Cil! Nanti gue yang kena marah."

"Gue udah 25 tahun dan lo masih nganggep gue bocil?!" Romeo menyahut sambil mengarahkan dua tangannya yang membentuk angka 2 dan 5.

Alice hanya menampilkan wajah muaknya, kemudian mendorong Romeo agar cepat sampai di kamarnya. Lantai 2.

"Astaga, kalo gue gak inget lo adalah Kakak gue, udah gue ajak gelud ini mah."

"Cepet! Gue tunggu di bawah!"

Romeo pun akhirnya memasuki kamarnya dan segera membersihkan dirinya.

***

Setelah acara makan malam selesai, Romeo bergegas masuk kamar dan mengistirahatkan tubuhnya.

Lelah, itu yang ia rasakan. Entah mengapa hari ini terasa berat sekali. Mungkin karena banyaknya urusan yang ia tangani di kantor.

Matanya menatap langit-langit kamar yang dihiasi bintang-bintang dan bulan di sisi kanan, lalu ada matahari dan awan di sisi kiri. Keduanya dipisahkan dengan warna cat yang berbeda. Biru tua bercampur ungu tua di sebelah kanan, biru muda bercampur putih di sebelah kiri.

Mama dan Kakaknya yang mendekor kamarnya. Awalnya Romeo menolak, tapi sudah terlanjur dibuatkan seperti ini jadi mau bagaimana lagi.

Tiba-tiba ingatannya terputar kembali kejadian tujuh tahun lalu.

Tentang Papanya yang ternyata bukan Papa kandungnya, dan juga kebohongan besar yang diciptakan pria itu untuknya.

Ternyata, Mama dan Kakaknya selalu merindukannya, menanyakan kabarnya, mengiriminya paket maupun surat dari sini. Namun itu semua dihilangkan oleh Louis, pria itu ingin jika Romeo membenci kedua wanita yang ia cintai.

Kejam, Romeo membenci Louis sekarang. Entah bagaimana kabar pria itu, Romeo tak peduli lagi.

Kemudian, tentang gadis pemarah itu. Kabarnya, gadis itu sudah pindah ke luar negeri. Mungkin ke Jerman, tempat asal keluarganya berada. Itu memang jalan yang terbaik, dari pada menetap di tempat yang menyimpan banyak luka.

Sama sepertinya, setelah kejadian ketika Mama dan Kakaknya itu menghampirinya di sekolah. Setelah menyelesaikan ujian kenaikan kelas, Romeo pindah ke Los Angeles, US.

Menghabiskan semua waktunya disini, bersama Mama dan Kakaknya.

2 tahun yang lalu, Romeo telah menamatkan kuliahnya. Dan sekarang, Romeo mengambil alih perusahaan peninggalan Kakeknya. Sedang Kakaknya, sekarang menjadi model ternama dari salah satu perusahaan yang ada di LA.

Romeo bahagia, sangat bahagia.

"Jean, kalo gue dikasih permintaan, gue minta ketemu lagi sama lo. Gue mau minta maaf, kalau boleh juga ... gue mau berada di sisi lo, selalu."

Itu adalah doa yang kesekian kalinya ia ucapkan. Entah itu dikabulkan atau tidak, yang pasti Romeo selalu mengucap seperti itu mana kala teringat sosok gadis yang sangat dia cintai selain Mama dan Kakaknya.

Romeo menghela nafas sebentar, lalu memposisikan tubuhnya menjadi berbaring ke samping dan menarik selimutnya bersiap untuk tidur.

***
TBC

Jadi, ini aku tetep pake lo-gue aja ya. Kalau pake kau-aku aku masih belum nyaman :( . Tapi menurut kalian enakan pake yang mana?

Anyway, aku slow update ya! Maaf banget ಥ_ಥ

See u guys!

ROMEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang