Ini sudah kelima kalinya Jean bertemu dengan lelaki berperawakan tinggi tegap bersetelan jas yang selalu melekat di tubuhnya. Kadang kala, dia kembali mengingat setiap pertemuan mereka berdua dulu.
Sedikit terkekeh jika mengingat kejadian beberapa tahun lalu, sebelum peristiwa itu terjadi. Jean tak pernah melupakan semua yang sudah terjadi di hidupnya. Termasuk peristiwa kelam itu.
Kembali, Jean merasa jika lelaki itu sesekali melirik padanya. Ujung bibirnya terangkat membentuk satu lengkungan garis tipis, belum mampu memberikan respon yang baik kepada Romeo.
"Jadi, sudah sepakat jika kita juga bekerja sama dengan perusahaan Mr. Migo," jelas Yoshika. Jean menoleh menatap Inggrid-sekretarisnya yang juga ikut meeting kali ini. Dikarenakan Jovan dan yang lain tidak bisa hadir seperti biasa yang menemaninya, jadi lah Inggrid yang ikut hadir.
Beberapa menit berlalu, meeting mereka berakhir. Jean dan Inggrid bergegas keluar ruangan. Langkah kaki kedua perempuan itu terhenti ketika Romeo menghalangi jalan mereka.
Romeo berdehem sebentar. "Bisa bicara sebentar?" tanyanya dengan sopan.
Jean termenung sebentar, jantungnya sedikit berdetak lebih cepat. "Maaf-" Ucapan Inggrid terhenti ketika Jean mengangkat tangan kanannya. Inggrid pun mengerti dan mengangguk samar, kemudian berjalan lebih dulu meninggalkan kedua partner meeting tersebut di beberapa waktu yang lalu.
Romeo tersenyum tipis saat Jean mengangguk pelan. Tangannya mempersilahkan Jean berjalan lebih dulu setelah itu baru dirinya.
***
Mereka berdua duduk di salah satu kursi panjang yang berada di taman perusahaan. Keduanya menjaga jarak- lebih tepatnya, Romeo yang memberi jarak antar keduanya.
Dia mengerti saat menangkap raut cemas dari perempuan yang duduk tegap dengan pandangan lurus ke depan. Kedua jari-jemarinya saling bertaut, sorot matanya memandang lurus jajaran bunga yang tertanam di taman perusahaannya.
Bunga-bunga mekar menari ke kanan dan ke kiri akibat dorongan dari angin sepoi-sepoi. Bunga berwarna putih menarik perhatiannya.
Jean tersenyum tipis mengingat bunga lily putih yang sangat istimewa di matanya. Ternyata, taman perusahaan Romeo memiliki bunga tersebut.
Romeo bernafas lega saat merasa jika Jean sudah agak tenang dibandingkan tadi. Arah pandangnya mengikuti arah pandang Jean. Ia mengulas senyum.
"Suka?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulutnya. Romeo tersadar dan refleks memukul pelan mulutnya.
Jean menoleh dan tersenyum kecil melihat tingkah lucu Romeo. Kepalanya mengangguk. Rasa cemas yang sedari tadi ia rasakan seketika hilang begitu saja.
Romeo menggaruk rambutnya yang tak gatal, bodoh sekali dia berperilaku seperti itu di depan Jean. Keduanya tiba-tiba kembali terdiam.
Setelah beberapa saat mengambil dan membuang nafasnya, menetralkan rasa gugup yang menyergap di tubuhnya- Romeo berdehem.
"Ma-maaf," ucap Romeo dengan kepala yang menunduk.
Jean mencengkram ujung kursi yang didudukinya. Pandangannya berubah kosong. Entah kenapa, mendengar kata maaf dari lelaki itu membuatnya takut dan memori itu kembali berputar di dalam pikirannya.
Bugh
Matanya terbuka dan melotot kaget saat Romeo tersungkur di depannya. Kepalanya mendongak melihat Gama datang dengan emosi yang kentara di wajahnya. Ia seperti de javu.
"Kak," cicitnya pelan. Gama menoleh dan menegapkan tubuhnya, selanjutnya, tangannya bergerak membersihkan jas dan celana yang dipakainya.
Gama berjalan pelan mendekat ke arah Jean yang menatapnya kaget. Tangannya terangkat guna mengusak puncak kepala Adiknya. Jean mengerucutkan bibirnya sebal, bagaimana pun umurnya yang terbilang sudah dewasa akan tetap kalah saat berhadapan dengan Gama yang masih menganggapnya gadis di bawah umur.
Gama terkekeh, jarang sekali lelaki berumur 29 tahun itu menunjukkan tawanya di depan umum. "Udah, Kak." Jean menurunkan lengan Gama dan berdiri.
"Ayo pulang," ajak Gama.
Jean baru sadar, matanya melihat Romeo berdiri di belakang tubuh Gama sambil mengusap ujung bibirnya yang terluka.
Gama menoleh dan mengangkat sebelah alisnya. Menatap tajam Direktur perusahaan yang beberapa menit lalu duduk berdua bersama Jean.
"Kak-" Gama menempelkan jari telunjuknya di depan bibir Jean, kemudian mengendikkan bahunya acuh.
Gama segera menggandeng dan menarik Jean berjalan menuju tempat parkir. Jean menoleh ke belakang melihat Romeo yang menatapnya dengan sorot lega dan tersenyum tulus.
Dia melongo saat Jean membalas dengan senyum tipis, walaupun kejadian itu tak sampai 3 detik, tetapi sangat berkesan baginya.
"Ya!" seru Romeo sambil melompat dan mengangkat tangan kanannya ke atas dan menurunkannya secara cepat. Lelaki itu mengulang kegiatannya beberapa kali saking bahagianya.
Tepukan di pundaknya membuatnya berhenti melompat dan membalikkan badannya. Seorang petugas taman perusahaannya menatapnya kaget. Romeo menggaruk tengkuknya yang tak gatal seraya tersenyum kikuk dan berlalu dari sana.
"Image gue."
***
TBCKaget ga kaget ga? Kaget lah masa engga😁🙏
Siapa nih yang kangen sama Gama??
Btw buat yang udah kasih saran di part sebelumnya, makasih banyak ya! Soon ku publish kalo mood 😁🙏
Gama
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
ROMEO
Teen FictionIni kisah lelaki bernama Romeo Angkasa. Kisah di mana ia berjuang melawan semua masalah yang ada dihidupnya. Setelah sekian lamanya, semua yang dia lewati. Dia bahagia akhirnya bertemu mama dan kakak perempuannya. *** Tujuh tahun berlalu ... Gadis...