07

55 14 1
                                    

"Yauda kalau gitu aku pulang dulu ya."

Saat Naya hendak berjalan pulang dan menyebrang melewati jalan raya, dari arah lain ada motor yang berjalan dengan kecepatan yang cukup tinggi. Sean yang melihat itu langsung refleks menarik tangan Naya agar sang gadis menjauhi area jalan.

Karena menarik terlalu kencang, wajah Naya bertabrakan dengan dada bidang Sean yang menyebabkan mereka terlihat seperti sedang berpelukan.

"Eh maaf Nay, kamu gapapa kan?"

Naya yang menyadari posisi mereka sekarang langsung melepaskan pegangan dari Sean. Wajah sang gadis sontak berubah warna menjadi merah jambu. Sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal menjawab, "Gapapa. M-Makasih sekali lagi Sean, maaf aku teledor."

Sean tidak tega membiarkan Naya pulang sendiri, takut hal seperti tadi kejadian lagi kepadanya. Entah sejak kapan Sean ingin melindungi Naya kemanapun Naya pergi.

"Kalau gitu, aku anter kamu sampai ke rumah deh. Deket juga kan lagian."

"Gausah repot - repot Sean, lagian kamu tadi udah bantu ak-"

"Udah gausah nolak ya? Kan katanya mau traktir caramel macchiato?" tanya si pria yang wajahnya terukir senyuman sejak tadi karena tidak kuasa menahan keimutan dari gadis munggil didepannya.

Naya yang mendengar itu pun mengeluarkan ekspresi bingung sekaligus tersenyum malu karena tidak bisa menolak ajakan Sean itu diantar pulang, lagipula dia juga yang menawarkan minuman gratis untuk si pria.

"Emm, yauda ayo."

Sean pun tak bisa menahan senyumnya daritadi, Naya sangat imut saat wajahnya tersipu malu dengan warna merah merona di kedua pipi wanita mungil itu. Untungnya juga Naya tidak bisa melihat wajah Sean juga sudah berubah warna menjadi merah muda pada kedua pipinya memberikan kesan yang tak kalah imut dibanding si wanita.

Langit sudah mulai gelap, mereka pun langsung pergi menuju ke cafe keluarga Haryasa.

Sepanjang perjalanan, Sean selalu memperhatikan Naya yang berjalan dan menatap lurus ke jalan. Entah kenapa seorang Naya sangat spesial menurut Sean, tidak seperti wanita lainnya, itu aura yang ia dapat setiap ia berada di sekitarnya.

Sean tidak tahu perasaan apa ini, tapi ia tidak terlalu mempedulikannya. Selama ia punya kesempatan untuk bertemu dengan Naya, itu sudah cukup.

"Sean, kamu masih disitu kan?"

Sudah sekitar 10 menit dan tak ada satupun yang mengeluarkan suara untuk berbicara, membuat sang empu yang bertanya berfikir bahwaSean sudah pulang meninggalkannya.

"Iya ada kok, gak mungkin aku pulang ninggalin kamu lah."

Perkataan itu membuat sang wanita tersenyum malu untuk kesekian kalinya.

"Em, kamu sekolah kan besok?" Naya yang bertanya berusaha untuk mencairkan suasana.

"Ya pasti lah haha, kamu sekolah juga?" tanya sang pria.

"Cewe buta kayak aku gak mungkin sekolah. Dulu sih iya, sebelum aku.. begini."

'Sebelum? Jadi ia tidak terlahir buta?' pikir Sean.

"Kamu kangen gak?" pertanyaan bodoh Sean.

"Kangen sih pasti, tapi ya aku bisa apa." jawab Naya sambil tetap menatap lurus kedepannya dengan senyum tipis terukir diwajahnya. "Aku coba untuk tetap berfikiran positif, aku berusaha untuk gak sedih terus. Aku udah cukup nyusain orang - orang sekitar aku, terutama kak Hesa. Aku gamau nambah beban dia."

Kekaguman Sean tentang Naya semakin bertambah, tak disangka kelemahan seorang Naya tidak mempengaruhinya. Contohnya seperti sekarang, dengan kekurangannya ini tidak membuat Naya patah semangat. Mungkin jika orang lain ada diposisi seperti Naya, hidupnya sudah tidak akan berarti lagi dan memutuskan untuk menyerah.

Gak salah, Naya memang wanita yang sempurna.

Ngomong - ngomong jadi pelayan cafe itu bernama Hesa?

"Tapi pacarmu sayang banget pasti sama kamu. Keliatan dia tulus sama kamu kok."

Naya yang mendengar itu sedikit bingung, karena ia tidak pernah mempunyai seorang kekasih. Apakah Sean berbicara dengan orang lain?

"Pacar?" tanya Naya

"Iya, pelayan toko cafemu. Pacarmu kan?" tanya si empu penasaran dengan polos.

Terdengar ketawa kecil yang keluar dari mulut gadis dengan gaun motif bunga berwarna kuning yang ada disebelah Sean. "Haha astaga Sean, Hesa itu kakak aku." jawab Naya

'Wah, malu nih' batin Sean

"Oh hehe maaf, soalnya kalian kayak pasangan." jawab Sean sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal sembari berjalan beriringan dengan Naya.

"Iya gapapa, dia satu - satunya anggota keluarga yang aku punya. Orangtua aku udah pergi, jadi cuma kak Hesa yang rawat aku. Makanya aku kasian sama dia karena dia yang selalu nanggung beban."

Gatau apa yang membuat Naya bercerita tentang hidupnya kepada Sean yang masih ia anggap orang asing, tapi Naya merasa nyaman dan aman saat ada di sekitar Sean.

"Ah maaf ya aku malah curhat."

Ternyata dibalik senyum seorang Naya, tersimpan cerita kelam di hidupnya. Sean harus belajar lebih bersyukur dari cerita si gadis.

"Gapapa Nay, lagian kita juga teman kan?"

Mereka pun tetap berbincang tentang berbagai macam hal sampai tak terasa mereka sudah tiba di tujuan, mereka sudah sampai ke cafe keluarga Naya.

"Kita udah sampai. Sorry Nay aku harus pulang soalnya tadi aku ke minimarket buat beli barang titipan mamaku, kayaknya mamaku butuh jadi traktirannya besok aja ya?"

"Eh kalau gitu harusnya kamu gak usah anterin aku Sean.." ucap Naya dengan raut wajah khawatir.

"Tenang aja Nay, lagian juga gak mungkin aku biarin kamu pulang sendiri mana udah gelap juga. Yauda aku duluan ya." Sean pun segera pergi pulang ke rumahnya.

blue & grey | sunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang