19

24 7 0
                                    

Pepohonan rindang yang menutupi jalanan dibawahnya bergoyang mengikuti arus angin sore itu. Hari itu cukup sejuk dan mataharinya tidak terlalu terik, waktu yang cocok sekali untuk piknik dibawah pohon rindang taman kota.

Naya dan Reyhan tengah terduduk dibawah pohon tinggi yang mereka sering kunjungi dulu saat kecil yang dialasi dengan kain yang cukup lebar. Mereka berkunjung ke taman kota hari itu untuk melakukan piknik bersama, sama persis seperti apa yang mereka lakukan saat masih kecil.

Mereka banyak bercerita, lebih tepatnya Reyhan banyak bercerita tentang kehidupannya di Amerika setelah pergi meninggalkan Naya. Naya tidak banyak bercerita, hanya mendengar apa yang Reyhan katakan saja. Seperti sekolah apa yang ia masuki, teman - teman yang ia miliki, kegiatan yang ia lakukan selama di Amerika, dan lain - lain.

Sedangkan untuk Naya? Menurut Naya tidak ada yang bisa diceritakan kepada Reyhan karena setelah sahabat kecilnya itu pergi, hidup Naya berubah drastis.

"Capek nih aku cerita mulu Nay, gantian kamu dong. Aku udah lama banget gak denger kamu cerita." ujar Reyhan sambil menatap Naya yang tengah memandang ke arah danau.

"Aku gak tau mau cerita apa Rey, gak ada hal yang menarik juga yang bisa aku ceritain." jawab Naya pelan dengan senyum teduhnya.

"Semua hal - hal kecil, apapun itu yang kamu ceritain itu semua menarik bagi aku Nay." lanjut Reyhan yang dari tadi masih memperhatikan Naya sambil menarik daun yang jatuh ke rambut si gadis.

"Kamu tau gak? Semenjak kamu pergi, hidup aku berubah 180 derajat. Sebulan setelah kamu pergi, aku sama orang tua aku kecelakaan. Dari pengalaman itu, aku kehilangan penglihatanku. Tapi yang paling parahnya, aku juga kehilangan kedua orang yang paling berharga di hidup aku." ujar Naya yang tiba - tiba menceritakan kejadian tak terlupakan yang ia alami 10 tahun yang lalu kepada sahabat kecilnya itu. Reyhan yang mendengar itu mengangguk pelan dan mengelus pelan tangan si gadis yang dari tadi berasa di atas lututnya.

"Kenapa ya Rey? Kayaknya semesta benci banget sama aku ya? Tapi kalau misalnya memang semesta benci sama aku, kenapa gak sekalian aja aku ikut sama orang tuaku?"

"Ngomong apa sih kamu. Pertama, aku minta maaf karena aku pergi ninggalin kamu di saat - saat terpuruk kamu. Kedua, itu berarti semesta punya rencana lain. Jangan ngomong kayak tadi lagi aku gak suka dengernya. Mana Naya yang dulu selalu ceria dan periang? Jangan biarin kekuranganmu itu menghindari kebahagiaan kamu Nay." jawab Reyhan pelan sembari mengusap tangan Naya dengan lembut.

"Salah satu rencana dari semesta, kita dipertemukan lagi. Belum tau bakal ada rencana apalagi yang bakal dikasih buat kamu. Nay, aku janji bakal bantu kamu bisa melihat indahnya dunia lagi. Aku bakal bantu cariin donor mata yang pas buat kamu. Tunggu ya."

"Reyhan, aku takut kalau aku bener - bener gak bisa sembuh. Kerjaanku cuma nyusain orang - orang disekitarku, terutama kak Hesa. Pasti dia capek banget udah ngurusin kuliah, ngurusin cafe, mana harus ngurusin saudaranya yang cacat ini."

"Nay, aku mohon jangan ngomong begitu. Hesa sama sekali gak pernah keliatan mengeluh atau keberatan. Lagian juga kamu itu adeknya, satu - satunya keluarga yang dia punya. Kamu harus positif bisa sembuh, aku aja yakin kamu bisa masa diri kamu sendiri gak bisa?"

Naya yang mendengar itu terdiam sejenak sambil masih menatap ke arah danau. Ia berusaha sangat keras untuk menahan air matanya yang hampir jatuh.

Reyhan yang melihat mata si gadis sudah berkaca - kaca langsung memeluk tubuh mungil si gadis dan mengelus pelan kepada Naya.

"Gak usah ditahan, nangis aja Nay. Aku disini kamu gak perlu takut."

Naya yang dipeluk hanya tetap terdiam berada diposisi ia sekarang sambil menangis di pelukan Reyhan. Air mata dari si gadis kini membasahi pundak Reyhan tapi pria itu tidak peduli. Ia sangat menyayangi Naya dan akan selalu melindungi gadis itu, seperti ia menyayangi dan melindungi adiknya sendiri.

Reyhan pun perlahan melepas pelukannya dan mengusap kedua mata si gadis yang sekarang sudah merah dan sedikit bengkak dengan kedua ibu jarinya lalu mengelus pucuk kepala Naya.

Momen yang cukup romantis itu pun terhentikan dengan rasa nyeri pada bagian dada si pria. Rasanya seperti seseorang tengah menonjok bagian dalam dadanya dengan sangat kencang. Reyhan yang merasakan itu langsung refleks memegang area yang nyeri pada dadanya itu dengan ekspresi wajah menahan sakit. Saking sakitnya Reyhan sontak mengeluarkan suara meringis karena sakit yang tidak tertahan itu, tapi ia tetap berusaha menahannya dengan sekuat tenaga karena tidak mau mencemaskan gadis didepannya.

Tapi walaupun Naya tidak bisa melihat, ia cukup peka terhadap sekitarnya dan sempat mendengar ringisan yang keluar dari mulut Reyhan seperti sedang menahan rasa sakit yang hebat.

"Rey? Kamu kenapa?" tanya Naya sedikit cemas.

Reyhan langsung berusaha untuk terlihat dan terdengar seperti biasanya agar Naya tidak tahu dengan kondisinya yang sedang menahan rasa nyeri.

"Gak apa - apa Nay, ta-tadi cuma ketusuk ranting pohon." jawab Reyhan berbohong.

Reyhan tidak tahu kenapa hal ini terjadi lagi, apakah ia lupa untuk meminum obatnya tadi siang? Tapi lama - kelamaan rasa nyeri itu menghilang, pria itu pun bernafas lega dan mengajak Naya untuk pulang.

Ia tidak mau rasa sakit itu kambuh lagi di depan Naya, karena pria itu tidak ingin terlihat rapuh di depan gadis itu. Dia berusaha untuk menjadi tameng yang senantiasa selalu melindungi Naya dari apapun dan akan selalu menuntaskan rasa takut dari si gadis, tapi sebenarnya ia sendiri memiliki rasa takut yang besar.

Rasa takut akan tidak bisa terus - terusan bersama dengan Naya.

blue & grey | sunooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang