Aku melempar tas ke arah sofa dengan kesal. Bagaimana bisa aku tak tahu jika ada salah satu anggota keluarga ini yang pulang ke rumah dan bertemu dengan cara yang begitu menjijikkan seakan-akan dia adalah orang lain, padahal dia yang memutuskan jadi apa hubungan kami. Kakak-beradik yang akur. Tujuh tahun menjauh dan menyendiri seperti biksu. Bukannya harusnya dia membantuku meneruskan drama yang ia buat sendiri jalan ceritanya?.
ingin rasanya berteriak pada bUnda. Bahwa aku pun menderita, tak hanya dia seorang! Tapi tak kulakukan, yang bisa kuperbuat hanyalah melempar tas ke sofa dan menutup mataku rapat-rapat. Begitu banyak pekerjaan yang menumpuk. Setiap hari aku harus memeriksa artikel dan esai anak magang, belum lagi aku harus membuat artikel dan esaiku untuk memenuhi kolom berita. Memeriksa berita utama dan memburu berita tentunya.
dan akhirnya aku memilih untuk pura-pura tidak tahu tentang kepulangan Rahwana. Mencoba untuk konsentrasi di laptop tanpa mengganti baju karena rasa malas. Lagi pula Aku tak suka mandi jika sudah ada di atas jam tujuh.
berkat pertemuan sialan itu sekarang aku punya pekerjaan tambahan. Hebat Rahwana, sesampainya di Indonesia bukannya membiarkan kU hidup dengan tenang, dia bahkan minta untuk kU liput. Kenapa gak sekalian saja dia menyuruhku menjodohkan dia dengan salah satu gadis yang kukenal, plus jadi pendamping wanita ketika mereka menikah.
TOK TOK TOK
tampak Bunda yang menyempilkan kepalanya di celah-celah pintu yang sedikit terbuka. Wanita yang selalu berpura-pura lembut namun kU sayangi itu menatapku.
"ya Bun?" Tanyaku sopan melihat Bunda yang mengedarkan pandangannya melihat apa saja yang kulakukan.
"tolong antar makanan ke kakakmu, dia tinggal di apartemen sekarang."
"oh sudah pulang toh? Kenapa gak langsung ke rumah?" Tanyaku asal. Sumpah demi apa pun juga, aku hanya berbicara asal. Bukan bermaksud berharap bahwa dia akan ada di rumahku. Tidak ! bukan! Aku hanya mencoba bersikap sentral mungkin layaknya seorang adik. Yang bertanya tentang keberadaan sang kakak.
"kakakmu baru beli apartemen, sayang sudah dibeli tapi gak ditinggali, lagi pula kakakmu kan sudah besar, siapa tahu dia mau bawa teman ceweknya pasti segan. Udah antar aja dulu Shin." Hebat. Aku pun ingin hidup sendirian di luar sana, menjauhi diri dari kepura-puraan Bunda. Tapi bukankah aku harus menebus kesalahanku karena sudah terlahir?
"oh yah, apa kamu tahu " Lanjut Bunda. Sepertinya aku ketinggalan banyak info sekarang? Aku jadi ragu, apakah aku benar anak di keluarga ini atau hanya meramaikan kartu keluarga saja?
"apa itu Bun?"
"kakakmu mau menikah, dan kamu nanti jadi Bridesmaid nya."
Wah cepat sekali Tuhan mengabulkan doaku. Lalu ke mana saja Tuhan ketika tujuh tahun lalu aku mendoakan agar pernikahan Bunda dan Om Rudi batal? Atau karena permintaanku jahat? Mangkanya Tuhan memilih untuk tak mendengarkan permohonanku itu.
hebat sekali cara kerja takdir. Lalu apa aku harus mendoakan yang terbaik untuk pernikahan Rahwana atau sebaliknya. Astaga. Sepertinya aku tak akan berdoa. Aku lupa caranya. Percuma. Toh doa ku yang baik saja yang dikabulkan. Doa yang baik untuk orang lain tapi tidak untuk diriku sendiri.
bisakah aku menjadi sedikit egois dengan mendoakan kebahagiaanku tanpa me perduli kan efek sampingnya bagi mereka Tuhan ku yang maha baik?.
"Shin, ayo cepat pergi, nanti keburu malam."
aku berdiri setengah malas namun jantungku berkata lain, jantung sialan ini justru rajin berdegup dan semakin rajin dan semakin cepat hingga membuatku rasanya ingin meledak ketika memikirkan bahwa kami akan bertemu lagi dan kini hanya berdua dalam satu ruangan hanya berdua dengan Rahwana membuatku ingin gila. Semoga aku tak akan bertindak gila. Semoga Tuhan. Aku tak mau mempermalukan diriku sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji
RomanceKenapa Bahagia selalu datang dengan syarat-syarat yang tak pernah diketahui manusia. Hanya ingin Bahagia saja sangat susah untukku? Lidahku kelu, melihat pria yang kucintai. Pria yang kuberikan segalanya sepenuh hati adalah kakak tiriku. Mengapa ji...