Rahwana pergi dengan kemeja lengan panjang berwarna biru tua. Setelah menghabiskan sarapan di atas meja, lagi dan lagi, seorang pria berbaju hitam menghampiri kami di atas meja makan. Menatap pria yang punya janggut panjang itu memberikanku keberanian untuk berkata tentang penampilan.
"bajunya cuma satu ya?" Tanyaku membaut Rahwana melihat bajunya sendiri dan kemudian melihat ke arahku yang menunjuk seorang pria yang selalu kulihat berada di dekat Rahwana.
"ya Nona?" Akhirnya setelah terdiam sepersekian detik pria itu menyadari jika aku tengah mengomentari baju hitam nya yang tampak sama setiap hari.
"baju kamu cuma sattu? Di Bali aku liat kamu pakai ini, kemarin juga kamu buntutin Rahwana, sekarang juga." Aku kembali mengunyah sarapan dan kemudian menyesap sirup yang dibuatkan Mbok Minah.
"besok pakai baju warna nya agak cerah dikit, atau yang berganti model gitu" ucapku kembali, dan melirik Rahwana, aku takut jika terlalu banyak bicara akan membuat Rahwana merasa tak nyaman, namun aku salah, pria itu justru tertawa sambil berdehem.
"namanya Aji" ucap Rahwana menunjuk ke arahku dan Aji agar kami saling bertukar sapa.
"hai Aji, namaku Shinta, aku separuh jiwanya Rahwana" pagi itu benar-benar sempurna membuatku tersenyum ramah pada Aji, membuat Mbok Minah menggeleng-gelengkan kepalanya tak seperti biasa.
setelah acara sarapan aku mengantar kan Rahwana ke depan pintu gerbang. Namun entah mengapa saat itu mataku tertuju pada titik yang tak biasa. Titik dimana semua tak pernah melihat ke arah itu sebelumnya. Sebuah ruma bertingkat dua yang agak jauh dari rumahku.
kakiku berjalan maju, tanganku mencegah Rahwana sebelum Aji sempat menarik pria yang kucintai itu. Aku memeluk Rahwana membuat sebuah benda seperti batu namun bukan batu terlempar ke arah mobil dan menyebabkan kaca mobil pecah.
aku memeluk Rahwana dan jantungku berdegup dengan kencang, rasa sesak membuatku mati rasa. Aku mencari-cari dimana gerangan nafas buatanku itu karena tak menemukannya di kantung baju. Namun Rahwana mengeluarkannya dari saku celana nya, menaruh di antara kedua bibirku menyelamatkan kU dari rasa sakit di dada.
Aji melihat ke arahku yang pura-pura tak tahu. Dan kemudian aku memperbaiki kerah baju Rahwana. Menatap pria itu dengan mata yang benar-benar mengancam.
"jangan pernah terluka. Aku tidak pernah kasih izin kamu untuk terluka mas. Aku pasti akan marah. Sangat marah, ingat itu"
Aji menarik nafasnya menatapku yang sudah tampak tenang. Sementara Rahwana masih melihatku dan memastikan bahwa aku sudah bernafas dengan normal.
aku hanya diam mengangguk dan hari itu Rahwana terpaksa harus menunggu mobil lain menjemputnya. Aku memilih masuk ke dalam rumah, mengganti baju dan keluar dari kamar. Hari ini aku harus masuk kantor, ada beberapa liputan berita yang harus ku rapatkan dengan teman se team ku.
tampak Aji yang masih setia berdiri di luar kamar tanpa bergerak sedikit pun.
"mas udah berangkat Ji?" Tanyaku padanya dan melihat ke arahku. Mungkin dalam benaknya aku adalah perempuan gila yang memeluk Rahwana tanpa me perduli kan keselamatanku. Sebuah peluru membuat pagi ini terasa tak biasa. Tapi aku sudah bersumpah untuk melindungi Rahwana. Satu-satunya alasan mengapa aku ada di dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji
RomanceKenapa Bahagia selalu datang dengan syarat-syarat yang tak pernah diketahui manusia. Hanya ingin Bahagia saja sangat susah untukku? Lidahku kelu, melihat pria yang kucintai. Pria yang kuberikan segalanya sepenuh hati adalah kakak tiriku. Mengapa ji...