Bab 11

406 58 0
                                    

    "Kata mereka Shinta dan Rahwana tak bisa bersatu. Kata mereka Shinta milik Rama. Bukan milik Rahwana."

    dan sekelebat mimpi itu membangunkan kU, melihat Rahwanaku kini tertidur di atas sofa dengan nyenyak. Matanya terbuka ketika aku sibuk memandanginya sambil tersenyum. Bagaimana Tuhan bisa menciptakan Mahkluk seindah ini.

    "sudah bangun?" Pertanyaan itu mengagetkan kU.

    "eh-iya mas."

    "kalau begitu ayo ke kamar kamu." Rahwana meregangkan tubuhnya yang kekar. Sepertinya pria itu masih hobi berolahraga terlihat dari tubuhnya yang masih terjaga dan bertambah kekar.

    "ngapain ke kamar saya mas?"

    "ambil barang kamu, sarapan dan juga kita langsung berangkat ke Bali."

    "Tapi baju kamu gimana mas?" Aku menunjuk baju yang masih melekat seharian di tubuhnya, aku pastikan keringat tadi malam pasti meninggalkan jejak gerah disana.

    "tidak usah pikirkan saya, sekarang kita pergi."

    aku bergegas ke kamar dan kemudian membereskan barang-barangku. Tak lupa aku mandi dan mengganti baju. Sementara aku beberes Rahwana kembali tertidur di atas ranjang milikku. Jika toh kita harus berakhir satu kamar mengapa harus membuang uang untuk memesan satu kamar lagi?.

    aku memilih meninggalkan Rahwana dan turun untuk membeli kaos serta pakaian dalam di store dekat recepstionis di lantai bawah. Aku pernah menemani Rahwana membeli pakaian dalamnya ketika kami duduk di bangku SMU, waktu itu kami akan melakukan kegiatan berenang, sayangnya dia lupa membawa pakaian dalam. Sebegitu nyaman nya hubungan kami, dan kemudian entah mengapa jadi seperti ini. Jarak yang membentang sungguh sulit untuk kU seberangi.

     aku tak lupa membeli sikat gigi dan juga keperluan lainnya agar dia tetap segar dan fresh kemudian aku kembali ke dalam kamar. Namun tampak Rahwana membuka pintu tergesa-gesa.

    "kenapa mas?" Pertanyaanku tak dijawab namun matanya menatapku dipenuhi rasa takut. Rahwana memelukku erat. Meremas kedua lenganku dengan lembut, tak menyakiti sama sekali namun aku menyukainya.

    "aku kira kamu pergi tinggalin aku"

    tiba-tiba tubuhku linglung. Kalimat itu bukankah aku yang harus mengatakannya?

    "seperti itu lah rasa takut ku waktu kamu pergi dan tinggalin aku begitu saja. Syukurlah kamu sekarang udah bisa memilih wanita yang tepat untukmu mas." Aku melepaskan rangkulan itu dan menyerahkan kantungan plastik padanya.

    "mandi biar segar." Aku tersenyum memberikan isyarat jika tubuhnya perlu segar. Sementara mulut Rahwana masih tertutup rapat. Ia ingin berbicara dan aku sedang menunggunya untuk mengucapkan apa yang ada di kepalanya. Namun hanya ada diam di antara kami.

    "tiketnya sudah saya beli." Hanya itu saja. Tak ada tentang kita. Dan mungkin aku tak akan berharap lagi.

    "makasih mas, nanti saya ganti."

    ###

    Aku memeriksa surel emailku, membaca biographi Rahwana yang ditulis apa adanya oleh Koko. Sementara itu pesawat kami bertolak menuju Denpasar.

    Rahwana Fernandez, menjadi salah satu pengacara yang paling handal sekarang. Ia dan sepupunya Rastan Fernandez berkongsi untuk membangun dunia yang lebih baik lagi. Entah apa yang diincar Rahwana dan Rastan yang berlatar belakang anak kolongmerat, dan Rahwana juga merupakan satu-satunya pewaris sah salah satu rumah sakit swasta terbesar di Jakarta. Pasalnya ia menolak mati-mati an warisan tersebut dan membangun kantor pengacara dari nol.

JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang