Bab 17

333 41 0
                                    

    "salinan kau bilang? Enak kali matamu! Memang yang aku kasih samamu itu kau Taro dimana?" Kini pria tulen asal Batak itu terdengar kesal. Aku tahu dia sedang dikejar-kejar tugas deadline sama seperitku dan Netti.

    "tinggal di rumah KO. Please" aku menggenggam ponsel ku sambil berdoa dalam hati, agar pria yang ada di seberang sana memiliki salinannya.

    "bukan gue gak mau Shin" kali ini logat bataknya menghilang itu artinya rasa belas kasihan mulai muncul. Setidaknya aku takut ketika Koko mulai bicara dengan logat, itu artinya dia sedang emosi dan aku tak akan mendapatkan apa pun selain masuk ke kandang Singa dan semoga singa tersebut tak ada di kadang itu.

    untung saja kini mood Koko berubah.

    "bukan gue gak mau Shinta sayang, masalahnya adalah laptop gue diperbaiki, dan semua berkas ada disana. Biasanya gue simpan di email gue Taro di Draft, tapi khusus artikel itu gue lupa nyimpen, sorry ya Shin."

    dan benar saja, aku harus masuk ke kandang singa untuk mengambil artikel tersebut.

    "oke KO, gue coba ambil di rumah mungkin besok, hari ini gue mau WFH dulu, ngerjain deadline, sama artikel Jogja mau disiapkan dulu, oh ya, kalau ada yang datang nanyain gue ke kantor bilang aja gue lagi tugas kantor, jangan kasih tau gue ada di mana ya."

    "memang lo ada dimana?" Tanya Koko lagi, dan aku lupa, aku memang tak memberitahukannya dimana aku tinggal sekarang.

    "gak dimana-mana udah dulu ya"

    aku menutup ponsel sambil memakan Mei instan yang kU masak di dalam cangkir dengan air panas. Rasanya tak berselera sama sekali. Entah mengapa akhir-akhir ini hidup ku pun tak tenang.

    "gue beli ayam penyet buat lo" Netti tersenyum melihat ke arahku sambil memberi semangat.

    "gak Net, gue gak selera."

    aku menghembuskan nafasku pelan. Memikirkan tentang bagaimana Bunda yang sedang bahagia bersama Om Rudi di kampung, eyang Putri yang semakin hari kondisinya semakin membaik. Dan kemudian Deadline ku yang menumpuk.

    "Shin, HP lo getar tuh." Netti menatap ponsel yang sedari tadi tak kU gubris.

    "Biarin aja"

    "kasihan siapa tahu penting, kerjaan kali." Ucap Netti merujuk pada nama Rendi yang sedari tadi muncul di layar ponselku.

    aku mengangkat video call tersebut dengan apa adanya.

    "ya halo mas?" Jawabku pelan dan bukan wajah Rendi yang tampak di layar ponsel melainkan seorang wanita paruh baya dengan rambut keriting pendek tersenyum ramah ke arahku.

    "ini Shinta ya?" Suara lembut itu membuatku merapikan rambut dan memasang senyum semanis mungkin.

    "cantik kan ma?" Tanya Rendi yang datang dari arah belakang memeluk wanita itu sambil tertawa. Rendi mirip dengan ibunya, begitu baik, ramah dan menyenangkan.

    "iya cantik. Salam kenal ya Shinta. Kapan nih tante bisa ketemu sama Shinta?"

    "eh-iya Tan, nanti pasti ada waktunya kok tante. Salam kenal juga Tan, gimana kabarnya disana?"

    "baik. Shinta juga gimana kabarnya disana?"

    aku melirik ke arah Netti yang sibuk berjoget-joget di depanku membuatku hampir tertawa, melebarkan senyumku sambil menggaruk bagian tengkuk belakangku.

    "sehat Tan"

    "lagi ngapain nak Shinta?"

    "ini ngerjain tugas dari pak Rendi tante."

JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang