aku meletakkan flashdisk di atas meja Koko menatap pria Batak itu sambil menuntut penjelasan.
"udah di dengar? Sekarang giliran kamu mau nulisnya gimana" ucap Koko tanpa mendramatisir, pikiranku masih bergentayangan pada derita yang diucapkan Rahwana tanpa melihat matanya. Betapa berat yang ia lakukan hingga sampai disini.
"sebelum itu dua hari lo memilih untuk turun lapangan pacar lo yang psikopat itu datang tiap hari kemari. Dan asal lo tahu dia baku hantam sama bos kita"
aku melihat Rendi yang menatapku dari ruangannya. Aku tahu, aku harus meminta maaf pada nya. Aku sudah menimbulkan masalah yang runyam yang aku sendiri pun tak tahu harus menyikapinya dengan cara bagaimana.
sepucuk surat yang datang tepat waktu membuatku terdiam di tempat. Yah, ini lah jalanku, memang seharusnya aku tak ada disini lagi. Dua buah surat yang isinya berbeda namun tampak sama dari luar, satu lagi surat dan tiket kepergianku seperti ucapan kartu selamat datang. Dan satu lagi surat pengunduran diri atau sebut saja kartu ucapan selamat tinggal
TOK TOK TOK.
aku masuk tanpa ada jawaban sementara Rendi sudah duduk di sofa seperti yang kU duga, ia pasti ingin menyampaikan sesuatu, dan tentu saja ini semua ada kaitannya dengan Rahwana.
ada lebam di ujung bibirnya yang rasanya membuat lutut ku gemetar.
"maaf" hanya satu kata itu yang terucap dari bibirku. Kemudian jemari kecilku menaruh sebuah amplop dia tas meja, Tak berani lagi menatap Rendi yang masih melihatku dengan padangan tajam.
"maaf" ucapku kembali kali ini dibarengi dengan air mata, astaga kenapa akhir-akhir ini aku gemar menangis.
"ini apa?"
"surat pengunduran diri."
"maaf, tapi aku menolak ini." Rendi menyampingkan surat itu sambil melihat ke arahku, mengangkat daguku menyejajarkan mata kami berdua.
"apa kamu benar-benar yakin sama Rahwana?"
"jujurnya iya, tapi aku masih ragu apa langkahku selanjutnya. Kamu tahu sendiri gimana posesifnya dia kan?" Ucapku kini dengan nada yang bersahabat Rendi hanya tertawa melihat ketakutan di mataku.
"ini bukti posesifnya setan gila itu sama kamu" dia menunjuk lebam di wajahnya sambil mendesah pelan.
"mungkin terlalu jauh untuk dan sudah gak mungkin lagi, walau nanti Rahwana menikah sama Natalie aku tebak aku tetap ditolak?"
entah mengapa percakapan kali ini terasa lebih santai dari sebelumnya.
"iya. Maaf, kamu tampan, sukses, baik, tapi tahu sendiri kan, cinta gak bisa aku ukur dari situ."
"iya aku tahu. Jadi apa rencanamu?"
pertanyaan itu membuatku mengeluarkan sebuah kertas putih dari dalam map kuning yang kubawa dari meja kerjaku.
"ini, aku mau lanjutkan s2" sepertinya keputusanku membuat Rendi senang sekaligus kecewa. Geliat wajah dan mimik yang tampak membuatku mengira-Ngurah bahwa Rendi sudah menyerah pada hubungan kami.
"salam buat tante, dan soal biografi Rahwana, aku akan segera menyelesaikannya dan segera akan kukirim sama kamu. Gak apa-apa kan?"
Rendi tersenyum menatap selembar kertas putih yang kuberikan. Aku hanya ingin memperbaiki hatiku, menata ulang kehidupanku.
"aku masih berharap Shin, kamu wanita baik, cantik dan pintar."
jika kamu butuh alasan untuk mencintai, maka kau punya alasan untuk tidak mencintai suatu hari nanti, takdir akan memberikan alasan itu agar saling meninggalkan. Tapi jika kamu tidak punya alasan untuk mencintai maka kamu pun tak memiliki alasan untuk berhenti dan akan terus mencintai walau rasanya muak, walau rasanya membosankan dengan satu orang yang sama setiap hari hingga menghembuskan nafas terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji
RomanceKenapa Bahagia selalu datang dengan syarat-syarat yang tak pernah diketahui manusia. Hanya ingin Bahagia saja sangat susah untukku? Lidahku kelu, melihat pria yang kucintai. Pria yang kuberikan segalanya sepenuh hati adalah kakak tiriku. Mengapa ji...