|9|

20 3 0
                                    

Tidur Semesta terganggu. Ia mengernyitkan kening membuka mata karena ada yang memberatkan di wajahnya. Ternyata tangan, terkejut ia refleks menyingkirkan dan menegakkan badan. Duduk di sandaran kasur.

Di sebelahnya terlihat Adit yang masih tertidur nyenyak dengan gaya freestyle. Hampir seluruh kasur ia kuasai, Semesta hanya mendapat sisa bagian pinggir di samping tembok yang seluas badannya.

Semesta menguap masih mengantuk, mengucek matanya mengumpulkan kesadaran. Ia melihat jam hijau di dinding, pukul lima kurang sedikit. Ia bangun, bergerak melintasi badan Adit yang kembali mengubah posisi tidurnya menjadi diagonal.

Setelah ke kamar mandi untuk buang air dan mencuci muka ia balik ke kamar. Duduk di bagian kasur yang tidak terkontaminasi Adit.

Semalam karena hujan deras yang tidak kunjung berhenti hingga tengah malam, ia akhirnya menginap di tempat Adit. Memang Adit yang menawarkan, mana berani Semesta meminta tumpangan menginap, apalagi di tempat orang yang disinyalir bisa menjadi ancaman untuk mendapatkan calon pemilik hatinya. Ditambah Dira juga setuju atas usul Adit.

Masih pagi buta, dia belum mau pulang. Mau ngapain lagi ya? Kalau balik tidur, dia gak jamin tidurnya bakal aman kalo seranjang sama Adit. Ngantuknya juga hilang setelah cuci muka. Mau ke sebelah, ketemu Dira, Semesta agak yakin Dira belum bangun. Tapi kalau mau memastikan dengan cara menghubungi. Menelepon atau chat juga tidak bisa, hpnya kan tinggal di kosan.

Setelah berpikir dan menimbang, Semesta memilih untuk membangunkan Adit.

"Bang Adit! Bangun!" Semesta memang sudah dibiarkan Adit memanggilnya abang. Padahal tiap ketemu, sudah sering Adit marahkan. Tapi Semesta tetaplah Semesta dengan segala kekakuannya. Karena bosan mengingatkan, Adit jadi mengalah.

Awalnya ia membangunkan sambil menepuk-nepuk kaki Adit. Tapi Adit masih bergeming dengan tidurnya, tidak terusik. Semesta jadi berubah anarkis.

"Woi bang! Bangun gak?!" Ia memukul keras bagian yang bisa dipukul dari tubuh Adit yang tengkurap.

Adit menggeliat, mulai merasakan sakit. Ia membalikkan badannya dan mulai membuka mata. Dengan mata setengah terbuka ia memandang Semesta yang duduk di dekat kakinya.

"Apaan sih lu?" Tanyanya sensi dengan suara khas bangun tidur sambil menggaruk pipinya. Ia melihat jam.

"Lu ngapain bangunin gue? ini hari minggu kalau lu lupa. Jam bangun gue di hari minggu tuh tengah hari. Sana lu" Adit menggerakkan kakinya menendang angin, kesal. Ia meraih guling dan memeluknya, bersiap untuk kembali mimpi indah.

"Udah bangun, jangan tidur lagi. mending kita joging sambil cari sarapan yuk bang! Ajak Dira sama kak Kia juga" Semesta berusaha menarik guling yang Adit peluk erat. Ia bersemangat sampai lupa akan kejadian semalam.

"Males! Lu aja sono!" Adit dengan sekuat tenaga mempertahankan guling kesayangannya dari Semesta.

Semesta gak mau kalah, berdiri, ia mengerahkan seluruh tenaganya menarik guling. Usahanya berhasil, guling jatuh ke lantai turut membawa Adit bersamanya.

"Aduh!" dumel Adit.

"Kurang kerjaan banget sih lu!" Rutuk Adit lagi yang terduduk di lantai. Ia mencoba bangun dan duduk di kasur dengan mata yang masih terpejam.

"Cuci muka dulu bang, biar aku yang bangunin Dira dan kak Kia" balas Semesta dengan wajah tanpa dosa dan berjalan ringan keluar kamar. Gak peduli Adit yang masih menggerutu.

Effort yang dikeluarkan Semesta untuk membangunkan Dira dan Kia tidak sebesar ia membangunkan Adit. Tidak lama ia berteriak sambil mengetuk pintu memanggil, Kia keluar dengan muka bantal.

Rekonsiliasi HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang