Pengorbanan Luna tidak sia-sia. Adit berhasil diterima sebagai salah satu staf divisi produksi perusahaan tekstil tersebut. Meski bahagia tapi ia juga dirundung gelisah, pasalnya pekerjaan ini memaksanya untuk pergi meninggalkan keluarga. Bukan hanya mengharuskannya untuk pindah keluar kota tapi juga luar pulau. Perusahaan yang menerimanya ingin menjangkau konsumen di luar pulau jawa dengan membuka cabang di pulau sumatra, tepatnya di kota Pekanbaru yang merupakan salah satu kota besar di Indonesia dengan kepadatan penduduk yang menjanjikan tingkat konsumsi tekstil dan kain yang tinggi.
Tetapi kegelisahan Adit tidak berlangsung lama. Ia merasa sekarang waktunya untuk berhenti merasakan privilege sebagai anak terakhir dan sudah saatnya untuk belajar mandiri. Ditambah support dari seluruh keluarga kembali meyakinkan Adit bahwa tidak ada masalah untuk pergi merantau.
"Cari duit itu gak mudah dit, kamu harusnya bersyukur bisa dapat pekerjaan dan udah jadi rezeki kamu dapat disana. Pesan mama kamu hidup yang baik, mama udah gabisa selalu mantau kamu. Jaga dan sayangi diri kamu sendiri, jangan makan sembarangan dan tidur dengan teratur." Salah satu dari banyak nasihat Amanda.
"50 persen dari gaji pertama lo harus di transfer ke gue" merupakan kalimat support terbaik yang bisa Luna berikan agar Adit semangat bekerja.
"Menurut gue lu gausah bawa banyak barang, repot ntar bawanya. Lemari dan laci lu juga jangan dikunci biar barang-barang yang lu tinggal masih bisa dipergunakan dengan baik." Pesan berselubung modus dari Raka.
Dengan dua koper besar berisi perlengkapan dasar, untuk pertama kalinya Adit menginjakkan kakinya di Pekanbaru seminggu sebelum masa orientasi trainingnya. Niatnya pindah lebih awal agar memiliki waktu untuk mengenal kota yang akan menjadi rumah keduanya ini.
Adit memilih taksi dan mulai meninggalkan bandara. Pekanbaru ternyata kota yang cukup tenang, perjalanan yang ditempuhnya dari bandara lancar tanpa hambatan macet yang biasa ditemui di Jakarta. Suasana yang terlihat dari balik jendela terkesan sendu, mungkin karna langit mendung yang menggantung. Sejauh mata memandang diisi dengan rumah, ruko-ruko dan kebisingan yang damai tanpa adanya gedung pencakar langit. Pantas kota ini mendapat penghargaan Adiwiyata, kiri kanan jalan yang terlewati rimbun dipenuhi dengan berbagai jenis pohon.
Diluar, angin yang berhembus menggoyang ranting, menggugurkan daun-daun yang rindu memeluk bumi. Pikiran Adit berkelana jauh menembus waktu, ia membayangkan perbedaan kota ini lima tahun ke depan dan sejauh apa ia tumbuh membersamai perubahan yang terjadi. Lamunan Adit tidak bertahan lama, suara supir taksi menyadarkannya.
"Habis lulus kuliah diluar ya dek? baru pulang lagi?" tanya supir taksi melirik Adit dari spion tengah.
"Hehe.. bukan Pak. Saya memang baru lulus kuliah, datang kesini karna dapat kerja, asal saya dari Jakarta, Pak." jawab Adit.
"Hebat ya baru lulus kuliah udah langsung dapat kerja. Padahal cari kerja sekarang susah. Kalo boleh tahu kerja dimana dek?" tanya supir taksi kembali.
"Di perusahaan tekstil Skytek di jalan Sutomo, Pak."
"Oh iya-iya.. tujuan kitakan kesana, kamu tinggalnya di jalan sutomo juga?"
"Sebenarnya saya baru kali ini kesini Pak dan belum punya tempat tinggal. Saya berharapnya nanti bisa dapat tempat tinggal yang tidak terlalu jauh dari perusahaan. Bapak mungkin ada saran?"
"Kalau di jalan Sutomo mungkin agak susah dek. Tapi disana dekat dengan banyak jalan kecil yang padat penduduk. Pasti ada banyak rumah yang dikontrakkan ataupun kos-kosan karna memang ada universitas negeri di jalan itu. Kasihan juga, pertama kali datang ke kota orang, sendirian, nanti bapak bantuin deh sampe kamu dapat tempat tinggal." Kata bapak supir taksi sambil tersenyum sekilas melihat ke arah Adit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekonsiliasi Hati
RomansaAdit, salah satu penduduk bumi yang baru pertama menemukan cinta dan harus berkenalan dengan luka. Ini cerita tentang dia yang kembali mencari tetapi malah terjebak dalam permainan hati.