BE - 11. Nyaris Gila

7.1K 685 3
                                    

Tendangan kedua kaki itu menyebabkan selimut yang menutupi tubuhnya jatuh ke sisi ranjang. Guntur bangun dan duduk tersandar di kepala ranjang, mengacak rambutnya hingga berantakan. Pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian tempo lalu dimana Cilla memintanya menjaga jarak.

"

Arrghh." Erangan frustasi Guntur terdengar. Ia merasa nyaris gila.

Benar kata orang, penyesalan memang selalu datang di akhir. Guntur menyesal telah setuju dengan keputusan Cilla itu. Ia sangat bodoh karena termakan emosi sesaat.

Meski awalnya ia berlagak kuat dan tak masalah, Guntur tak menyangka bahwa menjauh dari Cilla akan membuat perasaannya sangat sesak. Bahkan jika diingat kembali, dirinya semalam tak sempat memeluk gadis itu barang sejenak.

Terhitung dari kejadian waktu itu, sudah empat hari ini Guntur dan Cilla hilang komunikasi. Tidak ada pertemuan dan tidak ada pesan saling mengabari seperti yang diucapkan Cilla. Selama empat hari ini juga Guntur berubah jadi orang yang sensitif dan pemarah.

Hal ini juga berdampak ke lingkungan pekerjaan. Semua karyawan heran saat melihat aura negatif menguar dari atasan yang biasanya ramah senyum itu. Tak sedikit bawahan yang kena damprat hanya karena hal remeh temeh saja.

Agra pun sebagai sahabat Guntur sudah angkat tangan. Ia menyerah menasehati Guntur. Yang bisa Agra lakukan hanya mengatai sahabatnya sebagai orang gila yang baru lepas ke jalan raya. Namun begitu, seorang Agra selalu setia menemani Guntur di saat-saat galaunya, seperti sekarang misalnya.

Agra menonton serial kartun ditemani pizza yang beberapa menit lalu datang diantar. Ia melirik Guntur, pria itu baru saja menuruni tangga, sepertinya sudah bosan mengurung diri di kamar.

Menjatuhkan bokong di sebelah Agra, Guntur mengambil satu slice pizza, kemudian memakannya dengan gigitan besar.

"Lo kayak orang gak punya tujuan hidup, Gun." Agra mencemooh.

"Diem lo, berisik."

Bahu Agra bekedik acuh. Tanpa menghiraukan kesensian Guntur, ia kembali berucap, "Cilla lagi deket sama cowok baru ya? Gue denger dari Tera."

Delikan tajam Guntur melayang. Meski kesal Agra kembali membahas soal Cilla, tak dapat dipungkiri bahwa rasa penasaran Guntur timbul ketika kabar itu terdengar.

"Gue gak terlalu inget sih namanya, tapi kalo gak salah Tera bilang si Diko– Riko– Ciko– pokoknya ada ko-ko nya gitu," sambung Agra dengan mata ke atas berusaha mengingat.

"Niko?"

Jari Agra menjentik tanda mengiyakan. "Bener banget, si Niko!"

"Temen doang kata Cilla." Guntur berpaling muka berlagak tak peduli, padahal hatinya sudah ketar-ketir.

"Enggak kok, kata Tera udah mau lamaran."

Pupil mata Guntur melebar. Ia menoleh cepat sambil menatap galak manusia di sebelahnya. "Lo mau mati ngomong begitu?!"

Agra bergeser, sedikit menjauhi Guntur. Melihat rahang pria itu mengeras dan kepalan tangannya menguat, Agra bisa menyimpulkan bahwa sahabatnya itu menahan marah luar biasa. Agra bergidik ngeri. Namun jika didiamkan terus seperti ini, lama-kelamaan Agra muak. Dengan nekat, ia pun berucap, "Lagian lo bego! Kejarlah si Cilla."

Dan benar saja, pukulan keras kepalan tangan Guntur di meja seketika mengagetkan Agra. "Buat apa gue kejar, hah? Lo liat sendiri dia yang minta gue ngejauh, padahal baru bilang cinta. Baru seminggu lalu ungkapin perasaan, sekarang udah deket sama cowok lain!"

"Itu salah lo sendiri, lo yang pengecut!" jawab Agra menggebu.

"Urus aja diri lo sendiri, udah bener gak nyakitin hati cewek sana sini."

Metamorfosa Si Buruk Rupa / Beautiful Ending (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang