Sinta mengangguk lalu berjalan menuju kamar diikuti Dave. "Ibu, ini Kak Dave," ucap Sinta dengan lembut.
"Uhuk, uhuk. Ya ampun, Aden udah besar aja makin ganteng," ucap Bi Dina yang bersandar pada bantal.
"Makasih, Bi. Sinta aja udah besar, masa Dave enggak."
Bi Dina terkekeh.
"Aden kesini Ibu sama Bapak gak marah?"
"Udah, Bibi tenang aja. Mereka gak akan tau kalo Dave pergi nemuin Sinta. Sekarang, kita mau bawa Bibi kepuskesmas."
"Gak usah, Den. Bibi cuma mikirin Sinta."
"Kok, jadi sama Sinta, Bu?"
"Den, Bibi mau Sinta lanjut sekolah. Tapi, dia malah nolak katanya mau jagain Bibi."
"Sinta keras kepala juga, ya?"
"Kak, Sinta kan gak mau Ibu kenapa-kenapa."
"Dave kesini juga mau izin sama Bibi. Dave mau bawa Sinta ke kota lagi."
Bi Dina menggelengkan kepala. "Nanti Ibu sama Bapak marah, Den."
Dave menggelengkan kepala. "Enggak akan, aku gak akan bawa Sinta kerumah itu. Aku yang akan belikan Sinta rumah."
"Tapi, Kak-"
"Jangan banyak tapi-tapian. Udah cukup kamu berada disini. Kakak gak tega lihat kamu hidup sendirian disini, setelah dikota nanti Kakak yang akan jagain kamu."
"Kan, ada ibu, Kak. Sinta gak sendirian."
"Sinta, dengerin kata Kakak kamu. Belajar yang rajin jangan lupa. Uhuk, uhuk."
"Bu!"
"Aden, jagain Sinta, ya? Bibi menyayangi nya seperti anak Bibi sendiri."
"Ibu jangan bicara kaya gitu," ucap Sinta sambil menangis dan memeluk Bi dina.
"Aku kakaknya, Bi. Tentu aku bakal jagain Sinta."
"Sinta, harus ikutin arahan kakak kamu, ya? Ikut dia kekota."
"Gak mau, Sinta mau sama Ibu."
"Hey, jangan nangis. Ibu udah tua Sayang, gak bisa jagain kamu terus-terusan."
Sinta malah semakin menangis sesegukan.
"Sinta, uhuk, uhuk. Ikhlas ya, nak."
Sinta menghentakan kakinya. "Ibu apaan, sih?"
"Ibu sayang Sinta." Bi Dina mencium kening Sinta lalu tak sadarkan diri.
"Ibu! Bu!" Sinta mencoba membangunkannya.
"Bi! Bi Dina!" Dave mencoba mengecek nadinya, kemudian mengecek nafasnya. Tak terasa! "Sinta..."
Seakan tau apa yang akan dikatakan Dave, ia hanya menangis dengan keras. "Ibu gak boleh ninggalin Sinta!"
Dave langsung menarik Sinta dalam dekapannya. "Sinta, gak boleh nangis. Biarkan Bi Dina tenang."
"Enggak, Kak... hiks... Ibu gak boleh pergi... hiks... Sinta gak punya siapa-siapa... hiks..."
Dave tak menjawab, ia hanya memeluknya berusaha menguatkan. Benar yang dikatakan Sinta, di keluarganya tidak ada yang menganggap dia selain dirinya.
"Sinta sayang Ibu, Kak... hiks... Sinta gak mau ibu pergi... hiks... Ibu udah jagain Sinta, Kak... hiks..."
Dave hanya tetap diam, kenapa cobaan berat hanya diberikan kepada Sinta? Sejak kecil sudah dikucilkan dan sekarang orang yang menyayanginya malah pergi. Sungguh mengenaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHETAN
Teen FictionPernah bayangin, gak? Tiba-tiba ada cowok asing yang keren bertemu dengan mu. Eh, dia langsung manggil kamu, bersikap manis sama kamu seakan-akan kalian itu udah kenal lama. Ini bukan tentang seorang cowok yang hanya mengklaim seorang cewek sebagai...