_Mereka tidak akan mengerti bagaimana nanti kita akan bersama karena kenyataannya hati kita tidak bisa menghindari_
..."Difaaa!" Teriak Sheila saat memasuki kelas. Beberapa teman-temannya yang sudah datang menatap dia dengan aneh.
"Gue neleponin lo dari malem, kenapa gak diangkat?" Sheila duduk disebelah Difa.
"Gak papa, kok."
"Tunggu, tunggu!" Sheila memicingkan matanya mendekatkan wajahnya menatap Difa.
"Apaan, si?" Difa menjauhkan wajah Sheila yang baginya mengganggu.
"Lo nangis? Kenapa? Kok, gak datang kerumah gue? Lo gak cerita lagi sama gue. Wah, parah punya sahabat-"
"Gue baik-baik aja," potong Difa dengan cepat.
"Baik-baik aja? Lihat! Mata lo merah mana sembab lagi."
"Udahlah, gue males bahasnya sekarang."
"Hemm, kaya bukan Difa yang gue kenal. Biasanya lo gak ada kata males dalam hal bercerita."
"Ya udah deh, iya, iya. Tapi diem, jangan ngepotong omongan gue."
"Oke!"
"Ternyata, Fikri gak sebaik yang gue kira, Shei."
Sheila mengangguk-nganggukan kepala, ingin sekali ia menjawab namun dia sudah berjanji tidak akan memotong ucapan Difa.
"Dia deketin gue karena mau semua harta orangtua gue."
"Hah!"
Difa langsung memelototi Sheila.
"Iya, iya, iya. Ayo lanjut!"
"Gue tau rencana dia yang mau ngelamar gue demi mendapatkan harta itu. Lo tau kan, apa pesan ayah gue? Kalo udah ada yang ngelamar gue dan nikah sama gue semua harta keluarga milik gue dan suami. Fikri lihat gue lagi memperhatikannya, gue kabur lari aja dari tempat itu soalnya gak mungkin ngelawan. Ada temennya juga, dan itu udah malem. Mereka sempat nyandra gue, tapi gue akhirnya bisa lepas. Dan gitu deh, gue ditolongin dan selamat."
"Kok, lo gak ngehubungin gue?"
"Gue udah hubungin lo, Shei! Tapi gak aktif."
"Ohh, iya! Hp gue batre nya habis dan disimpan dirumah dan gue sama Bang Dave jalan."
"Tuh, kan!"
"Tapi, Dif. Lo diselamatin sama siapa?"
"Kasih tau gak, ya?" Ucap Difa sok misterius.
"Ihh, buruan dong."
"Sama Arka dan Tristan. Gue nelepon Arka karena panik dan hanya dia yang tiba-tiba gue inget. Eh, dia muncul sama Tristan."
Sheila menganggukan kepalanya kembali.
-000-
"Tristan!" Sheila langsung duduk dihadapan Tristan.
"Sin- Sheila? Kenapa?" Tanyanya tak mengerti, tidak biasanya Sheila terlebih dulu menghampiri dia.
"Gue mau ngajak lo ke bioskop."
"Hah!?"
Oh, itu bukan berasal dari Tristan. Melainkan Arka dan Difa.
"Shei, emangnya Abang lo gak akan marah?" Tanya Difa mengingat Dave akhir-akhir ini over protektif terhadap Sheila.
"Justru itu, dia lagi pergi sama Papah. Dan pulangnya lusa, lumayan bisa santai-santai. Karena sekarang kalian temen gue, jadi gue ngajak kalian. Gak papa, nanti gue yang teraktir kok."
Tristan menatap Arka seakan-akan meminta pendapat, Arka hanya mengangkat bahunya menginterupsi bahwa ia akan ikut pilihannya saja. "Oke, gue mau. Tapi, beneran lo yang teraktir ya?"
"Iya, tenang aja. Gue gak akan ingkar janji kok."
Tristan mengembangkan senyumannya, tidak peduli jika ia harus memanggil gadis didepannya itu Sheila. Tak peduli dengan ucapannya yang sama-sama terdengar kasar, asal Tristan bisa dekat dengannya itu saja sudah cukup.
-000-
"Arka? Mau kemana lagi?" Tanya Bi Ratih ketika melihat Arka dan Tristan sudah siap dengan pakaian rapihnya.
"Mau kencan, Bi!" Jawab Tristan sambil mengangkat sebelah aslinya.
"Kencan?"
"Enggak, Bu! Tristan bercanda, jangan dengerin dia."
"Bohong, Bi. Wah, masa Arka bohongi Bibi. Padahal kan, Bi Ratih ibunya. Wah, Bi. Pengaruh cewek emang hebat, ya?"
Bi Ratih terkekeh sendiri. "Beneran kencan?"
"Enggak, Bu! Tristan yang mau kencan!"
"Eh, kok, gue?"
"Emang Sheila yang ngajak, kan?"
"Sheila?" Tanya Bi Ratih tak mengerti.
"Calon pacar baru Tristan, Bu." Sekarang bagian Arka yang menggodanya.
"Ohhh..."
"Apaan? Enggak, Bi! Udah ya, kita mau pergi. Jangan ganggu Arka, nanti kencan nya gagal."
Bi Ratih hanya tersenyum sambil mengangguk.
Arka salim pada ibunya sebelum menyusul Tristan yang sudah keluar. "Arka berangkat, Bu."
"Iya, hati-hati. Jangan mainin perasaan perempuan."
"Ya ampun, Bu. Masih percaya aja, Tristan bohong."
"Ya udah sana, kasihan Tuan Tristan udah nungguin."
"Iya, dah, Ibu."
Bi Ratih tersenyum melihat kepergian Arka.
-000-
"Hai! Sorry, udah nunggu," ucap Sheila menghampiri Arka dan Tristan.
"Gak papa, kita juga baru sampai," jawab Tristan sambil melihat sekelilingnya. "Makan dulu, yuk!"
"Mending pilih film dulu, siapa tau waktu dimulainya masih lama. Jadi, kita bisa makan dulu," usul Sheila.
"Boleh, ayo!"
Mereka menuju pemesanan tiket untuk melihat terlebih dulu film apa yang mereka inginkan.
"30 menit lagi, mari makan dulu," ucap Sheila lalu berlalu.
Teman-temannya mengikuti dari belakang dan Difa berjalan disampingnya.
"Mau apa, nih?" Tanya Arka ketika melihat menu makanan.
"Samain aja, biar cepet. Jadi, ada waktu buat yang lainnya," jawab Difa.
"Iya, biar gak ribet," tambah Sheila.
Arka langsung memanggil seorang pelayan, dan menyebutkan pesanannya.
"Ohh, iya, gue baru tau lo punya kakak, Shei," ucap Tristan.
"Wajar, lo kan belum kenal gue lama."
"Sekarang, kakaknya itu over protektif sama Sheila. Kemana-kemana harus sama dia," jelas Difa.
"Seorang Kakak pasti gak mau adiknya kenapa-kenapa," sahut Arka.
Sheila manggukan kepalanya. "Tapi, dia itu dulu gak kaya gitu. Semenjak...."
"Semenjak apa?" Tanya Tristan penasaran karena Sheila menggantungkan ucapannya.
"Udahlah, lupain aja. Itu udah lama banget."
Pesanan mereka sampai, dan mereka langsung memakannya. Sesekali ada obrolan yang mengisi keheningan diantara mereka.
-000-
Bersambung...
...
Jangan lupa vote, comment, and follow:)
KAMU SEDANG MEMBACA
SHETAN
Teen FictionPernah bayangin, gak? Tiba-tiba ada cowok asing yang keren bertemu dengan mu. Eh, dia langsung manggil kamu, bersikap manis sama kamu seakan-akan kalian itu udah kenal lama. Ini bukan tentang seorang cowok yang hanya mengklaim seorang cewek sebagai...