3. Jalan-jalan

61 23 1
                                    

_Tuhan punya takdir untuk selalu mendekatkan kita meski terkadang kita tidak menyadarinya_
...

"Gue lapar, kita makan dulu ya?" Ucap Tristan pada Arka yang sedang mengemudi.

"Terserah. Kan, lo yang ngajak gue."

Tristan gimana, sih? Terlalu baik kali, ya? Atau oon? Eh, gak deng! Harusnya dia bicara langsung aja sama Arka mau kesana, mau kesitu, atau kemana pun. Gak usah minta izin dulu. Kan, Arka bukan siapa-siapanya. Iya, Tristan emang udah nganggap Arka kaya saudaranya sendiri. Udahlah, jangan diperjelas kalian juga pasti ngerti alesannya.

"Ka, apa Sinta bakal maafin gue?" Suaranya terdengar pilu. Aduh, si Tristan lagi sedih mikirin pacarnya yang udah ditelan bumi tiba-tiba muncul kembali di hadapannya.

"Itu kan, bukan kesalahan lo," jawab Arka dengan segala pemikirannya yang sudah ia rancang. Ia takut salah menjawab hingga membuat sahabatnya itu kembali terpuruk. Arka banyak takutnya sama Tristan, coba punya sahabat kaya gitu. Nyaman kali, ya?

"Lo emang bener terbaik deh. Gak salah gue milih temen." Ya iyalah, terbaik. Temannya juga cuma satu.

-000-

Sheila telah menjinjing beberapa tas dengan barang-barang yang sudah ia beli. Sekarang, ia mengikuti arahan kakaknya yang sampai sekarang sama sekali belum menemukan barang yang akan dibelinya. Sheila pun tak tau sebenarnya Dave ingin membeli apa, dan Dave pun tidak memberi tau nya. Bodo amatlah, yang penting Sheila udah belanja dan dibayarin semuanya sama Dave. Baik, kan, Dave? Kenapa Dave punya banyak uang? Wajarlah, dia kan, anak orkay. Bedanya, Dave udah mulai kerja di perusahaan ayahnya. Terserahlah mau dianggap kerja atau apapun. Yang penting Dave udah mendapat gaji double. Doublenya itu sama uang bulanan yang masih sering diberikan orang tuanya. Sedangkan Sheila? Dia kan masih sekolah jadi gak ada uang tambahan. Terkadang uang bulanannya suka habis duluan sebelum waktunya.

Padahal apa susahnya ia tinggal minta lagi? Eits, Sheila pasti akan kena hukuman dan yang ada uang jajannya akan tambah berkurang. Ya, terbukti saat beberapa bulan yang lalu dan Sheila tak mau mengulanginya lagi. Dasar, boros!

"Kak, nyari apa, sih?" Tanya Sheila yang mulai lelah terus berjalan mengelilingi isi mall.

"Nyari, sesuatu."

Huft! Sheila menghembuskan nafasnya dengan kasar. Punya Kakak satu suka banget nyiksa adiknya, ya?

"Gue lapar, Kak." Sheila mengusap perutnya sambil terus berjalan mengikuti langkah Dave.

"Ya udah lah, kita makan aja. Gue juga lapar, barangnya juga gak ketemu-ketemu."

Eh, kan! Bikin kesel Sheila aja. Kenapa gak dari tadi Bang Dave yang baik hati?

Sheila memanyunkan bibirnya karena kesal. "Nyebelin, ihh!" Gumamnya sambil menghentakan kaki.

Dave tidak peduli dengan apa yang dipikirkan adiknya meski tau sebenarnya bahwa Sheila sedang kesal kepadanya.

-000-

"Tristan kemana, Bi?" Tanya ibunya Tristan kepada Bi Ratih dengan pakaian yang masih rapih. Biasa orang sibuk pulang kerja aja malam hari.

"Tadi sore pergi sama Arka, Nyonya. Saya juga tidak tau kemana perginya."

Rachel, ibunya Tristan langsung mengeluarkan ponsel. Jarinya dengan cepat mengetikan sesuatu kemudian mendekatkan ponselnya ketelinga.

"Cari Tristan, suruh dia pulang saat ini juga," ucap Rachel terdengar tegas kemudian langsung mematikannya.

"Ada apa, Mah?"

Rachel menoleh dimana suaminya baru saja masuk kedalam rumah.

"Tristan belum pulang."

"Dari tadi?" Tanya Trias memastikan.

"Iya. Kata Bi Ratih dia pergi sejak sore."

Trias melihat jam yang melingkar di tangannya. Sudah hampir pukul sebelas dan Tristan belum pulang? Apa lagi yang dilakukan anak itu? Pikirnya.

Trias langsung duduk disofa diikuti dengan Rachel. "Bi, tolong ambilin minum, ya?" Pinta Rachel.

"Siap, Nyonya." Bi Ratih pergi dari tempatnya.

"Apa lagi yang akan dilakukan Tristan?"

"Sudah jangan dipikirkan, Riko pasti akan menemukannya," jawab Rachel dengan pasti.

Riko itu sama seperti bodyguard keluarga Tristan. Riko sudah bekerja dikeluarga Tristan selama 20 tahun, ditambah dengan 2 orang bodyguard lainnya. Tapi, kedua orangtua Tristan lebih sering menghubungi Riko. Dan Riko akan memberitahukannya kepada yang lain. Cara mereka bekerja dapat dipercaya karena mereka bekerja dengan cepat dan aman.

-000-

"Kayaknya ada yang ngikutin kita deh," ucap Arka sambil melihat kaca spion di depannya.

"Biarin, palingan suruhan orang gila," kawab Tristan acuh tak acuh. Gak sopan banget, kan? Masa orangtua sendiri dikatakain orang gila? Padahal orangtuanya baik, cantik dan tampan. Gimana Tristan aja, tampan bukan?

Arka yang mendengar jawaban Tristan hanya diam, dia sudah biasa mendengar Tristan menyebut orangtuanya dengan orang gila. Lagipula, mereka memang sudah mau pulang. Tidak perlu dikirim pengawal untuk mencarinya, dia bukan anak kecil lagi. Menyebalkan!

-000-

Rachel dan Trias langsung menoleh kearah pintu ketika pintu rumah terbuka dengan lebar. Tristan tak sedikitpun melihat kearah orangtuanya, dia langsung masuk menaiki tangga untuk menuju kamarnya.

"Arka, kalian dari mana?" Tanya Rachel ketika Arka sudah memasuki rumah.

"Kita dari mall, Nyonya!"

"Ngapain aja?"

"Makan-makan terus belanja udah gitu kita ke bioskop."

"Itu apa?" Tanya Trias yang melihat sebuah bungkisan ditangan Arka.

Arka terdiam sejenak, ia bingung harus menjawab apa. Soalnya, itu milik Tristan. Jika orang tua Tristan mengetahui apa yang dibawanya dan tau itu milik Tristan, pasti mereka akan bertanya-bertanya kenapa Tristan membeli barang tersebut. Lalu, pada akhirnya pertengkaran antara anak dan orangtua pun terjadi. Arka menggeleng pelan. Tidak mau itu terjadi. "Ini punya Tuan Muda."

Perasaan Trias nanya nya itu apa deh, bukan itu milik siapa? Arka gimana, si? Gak ngerti kata tanya kali ya?

Trias pun tak ambil pusing, dia hanya menganggukan kepalanya. "Ya sudah, kamu pergi tidur aja. Ini sudah larut."

"Iya, Tuan, Nyonya. Saya permisi." Arka berlalu dengan sopan.

-000-

Bersambung...
...

Klik gambar bintang, jangan lupa!
Komen juga!

SHETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang