5. Alamat Boneka

38 11 3
                                    


_Mawar itu indah namun di batangnya terdapat duri yang bisa menyakiti. Lebih baik boneka meski benda mati namun bisa menemani tanpa membuat luka_
...

"Gue kesel pokoknya, kenapa disekolah kita ada orang gitu? Apa dia waras? Ngeselin! Bikin gue darah tinggi tau gak?" Sheila terus mengoceh ditelepon membuat Difa hanya diam sambil memakan cemilannya.

"Dif? Lo masih disana, kan?"

Kalian tau? Sudah satu jam lebih Sheila berbicara mengenai Tristan pada Difa.

"He-eum!"

"Iya, pokoknya gue harus pindah dari sekolah itu. Bisa gila karena terusan diganggu sama dia."

"Apa!? Gak gitu juga kali, Shei. Masa lo mau ninggalin gue, sih? Gak solid banget."

"Ya... Terus gimana, dong?"

"Coba aja menghindar."

"Dia selalu ngikutin gue. Untung juga pulang ke rumah gak diikutin. Kalo sampe itu terjadi, gue banting dia dari atas hotel tertinggi di dunia."

"Emang lo berani?"

"Enggak juga, sih."

Difa langsung terkekeh mendengar jawaban Sheila.

"Maksud gue, kalo gue deketin dia kan, gue yang jadi kesel yang ada gue gak jadi lempar dia."

"Eh, udah dulu, ya. Fikri udah datang nih."

"Ihh, si Fikri apaan sih? Kenapa ngeganggu aja?"

Difa kembali terkekeh. "Udah dulu, ya, bye?" Ia langsung mematikan ponselnya.

Sheila mendengus kesal, apa semua orang seperti itu? Meninggalkan temannya hanya karena seorang pacar yang belum pasti akan menjadi jodoh kita?

Sheila merentangkan tangannya, menatap langit-langit kamar. Ia bangkit dari tidurnya kemudian beranjak menuju meja belajar. Sebuah kotak yang diberikan Tristan belum ia buka, penasaran dengan apa yang diberikannya. Akhirnya, Sheila membuka kotak tersebut dan melihat sebuah boneka beruang berwarna biru muda dengan bulu yang lembut. Ditangan boneka itu membawa bantal berbentuk hati dengan tulisan terukir 'I love you.'

Sheila mengambilnya, dan sebuah kertas terlihat dibawah boneka tersebut. Ia membukanya dan langsung membacanya.

_Dear Sinta,

Membaca itu membuat Sheila memutar bola matanya kesal.

_Maaf! Satu kata yang selalu aku ucap. Aku gak tau apa salah aku sama kamu, jika karena masalah keluargaku. Aku berjanji, tidak akan ada lagi yang berani menyakiti kamu. Selama beberapa kita gak bertemu, bukan berarti aku melupakan mu. Perasaan ku masih sama, Ta. Sama seperti dulu!

Rangga Tristan Gerhard

"Gerhard?" Gumamnya sambil mengingat-ngingat sesuatu. Ia langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Halo?"

"Ada apa, Shei?"

Sheila menelepon Candra, salah satu teman masa SMP-nya yang ia ketahui satu kelas dengan Tristan. Bagaimana Sheila tau kelas Tristan, itu karena ia pernah melihat Arka masuk kedalam kelas XI IPA 3 yang bersebelahan dengan kelasnya. Itu berarti Tristan juga akan satu kelas dengan Arka.

"Tau sama Rangga, gak?"

"Rangga? Maksud lo Tristan?"

"Iya, pokoknya itu deh yang murid baru."

"Tau, kenapa? Lo naksir? Gak nyangka seorang Sheila bisa jatuh cinta juga."

"Anjir, berisik lo!"

"Tapi, beneran deh, Shei. Dikelas gue lagi heboh gosip tentang lo pacarnya Tristan."

"Alah, gosip murahan."

"Terus, ngapain nanya dia?"

"Tau rumahnya gak?"

"Tuh kan, curiga gue kalo yang diomongin anak-anak emang bener."

"Ihh, serius, Dra. Gue lagi kesel nih, jangan bikin gue tambah bad mood."

"Sorry, sorry, masih aja galak. Gue gak tau rumahnya, tapi temen gue tau. Nanti gue send ke lo."

"Sekarang!"

"Iya, ini juga lagi ngumpul kok sama temen gue. Udah ya, gue matiin."

"Hemmm...." Sheila langsung mematikan ponselnya.

Disisi lain, Candra yang memang sedang berkumpul dengan teman-temannya disebuah kedai langsung memberikan ponselnya pada teman dihadapannya.

"Ada apaan?" Tanya Rafi tak mengerti tapi langsung mengambil ponsel Candra.

"Ada yang minta alamat Tristan, gue kan gak tau. Jadi, lo kasih tau aja dia."

"Ohh, oke, oke." Tangan Rafi menari-nari diatas ponsel Candra, tak lama ia langsung mengirimkannya dan mengembalikan ponselnya pada Candra.

"Siapa yang minta alamat dia?" Tanya salah satu seorang teman Candra, Zaky.

"Sheila."

"Sheila? Yang kelasnya bersebelahan sama kelas kita?" Tanya Rafi memastikan.

"Iya, menurut lo yang mana lagi?"

Ternyata, Sheila terkenal juga, ya?

"Ngapain minta alamatnya?"

"Gak tau, ada urusan katanya."

Zaky hanya menganggukan kepalanya.

"Sheila mau kerumahnya?" Tanya Rafi terlihat terkejut.

"Mana gue tau. Mungkin iya, makanya dia minta alamat dia. Kenapa, kok kaget gitu?"

"Anjir, rumah Tristan itu ketat banget. Beruntung deh kalo si Sheila bisa masuk. Gue aja yang tetanggaan dengannya dari kecil gak pernah masuk."

Paham kan, kenapa Rafi tau alamat Tristan. Jadi, gitu guys ceritanya.

"Masa sih, gak pernah masuk banget," jawab Azky tak percaya.

"Serius, ketemu sama Tristan aja setiap setahun sekali."

"Setahun sekali? Maksud lo apa? Kaya acara aja." Chandra dan Rafi terkekeh mendengar ucapan Rafi.

"Iya, setiap ulang tahunnya gue suka diundang. Itu juga diadainnya di gedung-gedung."

"Wis, Tristan orang ada juga, ya?" -Candra

"Iya, orangtuanya punya perusahaan diluar negeri. Jadi, lebih terkenal diluar negeri dari pada di Indonesia. Dan kalian tau kenapa Tristan bisa satu sekolah sama kita?" Ucapan Rafi terdengar misterius membuat kedua temannya menatap dia dengan serius.

"Katanya dia pernah sakit jiwa."

Tawa kedua temannya pecah begitu saja. "Lo pikir kita percaya gitu?"

Rafi memukul meja. "Gue serius!"

"Terus, dia kenapa bisa gila?" -Zaky

"Nah, kalo itu gue juga kurang tau. Soalnya, itu salah satu aib keluarganya. Pokoknya kalian diem aja, ya."

Kedua temannya hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh. Seorang Tristan yang terlihat tampan pernah sakit jiwa, percaya? Kalo percaya apa alasannya? saat ini aja Tristan baik-baik saja. Tidak mengamuk seperti orang gila biasanya.

-000-

Bersambung...
...

Jangan lupa vote!
Maaf jika ada typo:v

SHETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang