1. Pertemuan Pertama

77 29 4
                                    

_Tidak peduli apa kata orang, sebuah takdir pasti mempertemukan kita_
...

Triiiingggg......

Bel masuk kelas telah berbunyi, seorang siswi menelusuri koridor untuk menuju kelasnya sebelum seorang guru terlebih dahulu masuk kedalam kelas dan membuatnya dihukum karena telat. Wajahnya yang putih, rambut panjang bergelombang terurai dengan indah. Ia mulai berlari sampai akhirnya ia sampai dikelasnya. Dan ya, untung saja belum ada guru yang masuk.

"Sheila!" Teriakan dari seseorang membuat gadis itu mencari pemiliknya, dan sudah dipastikan itu adalah sahabatnya, Difa. Difa melambaikan tangan membuat Sheila melambaikan tangan juga.

Sheila langsung masuk dan duduk disebelah Difa.

"Kebiasaan, deh," ucap Difa setelah Sheila duduk dibangkunya.

"Biasa," jawabnya sambil cengengesan.

-000-

Sheila terus berlari untuk menuju tempat yang saat ini ingin ia tuju, tak peduli dengan tatapan orang-orang disekitarnya. Ia tak tahan, ingin buang air kecil.

Huh! Ia bernafas lega setelah keluar dari toilet. Dengan memperhatikan seragamnya, ia terus berjalan hingga seseorang dari depan yang tengah berlari menabrak nya membuat ia terpeleset.

"Aduh!" Ia meringis sambil memegang bokongnya yang terasa panas.

Lelaki itu menghentikan larinya dan mendekati Sheila. "Sorry, sorry, gak sengaja," ucapnya terlihat terburu-buru.

"Iya," jawab Sheila dengan kesal. "Lain kali hati-hati." Ia bangkit dan mendapati lelaki itu sudah tak ada ditempatnya. Menyebalkan!

Ia pergi meninggalkan tempat itu, seperti biasa beberapa murid akan ada yang berkumpul didepan kelas. Mengobrol atau bergosip, dan setiap itu juga Sheila bisa mendengarnya dengan jelas. Terserah dengan apa yang dikatakan mereka, yang pasti ia merasa tak suka setiap ada seseorang yang membicarakan orang lain. Berasa diri sendiri gak pernah ngomongin orang lain kali. Emang enggak, Difa mau ngegosip aja sering diabaikan olehnya. Yang membuat Difa mendengus kelas.

"Kenapa?" Tanya Difa setelah Sheila sampai dikelas.

"Gak papa," jawabnya. Lihat, dia bahkan enggan membicarakan kekesalannya itu pada sahabatnya. Tapi, biarkan saja dia tidak membicarakannya karena itu belum melampaui batas kesabarannya. Sabar gak ada batasannya, perasaan! Jika sudah, bukan hanya telinga Difa saja yang lelah tapi seluruh tubuhnya akan merasa lemas. Karena sekalinya kesal, Sheila akan terus berbicara menceritakan orang yang sudah membuatnya kesal berkali-kali, berulang-ulang, ditambah dengan semua cacian tak sedikitpun ada celah untuk memuji orang yang sudah membuatnya kesal.

"Oh, iya, Shei. Dikelas sebelah ada murid baru, lho. Katanya cakep."

"Hua..." Sheila berpura pura menguap, menandakan ia malas mendengar celotehan Difa. Ia menidurkan kepalanya diatas meja sambil menghadap Difa. "Bodo amat lah, mau cakep, burik, atau gimana pun gue gak peduli."

"Lo itu, dari dulu gak berubah, ya? Coba dulu, siapa tau bikin lo jatuh cinta."

"Nih, ya, gue kasih tau." Sheila membenarkan duduknya langsung berhadapan dengan Difa. "Jatuh cinta itu cuma bikin kita patah hati, akhirnya terluka dan merasa sakit udah gitu kita harus move on! Capek!" Ia kembali keposisi awalnya.

"Kok, lo tau? Pernah ngerasain ya?"

"Enak aja, gue kan mengambil pelajaran dari lo. Yang setiap waktu datang nangis-nangis kerumah gue dengan alasan doi lo nyakitin lo," jawab Sheila terdengar mengejek.

"Ihh, gak gitu juga kali. Itu kan, namanya sayang. Lagi pula, gue gak tiap hari datang kerumah lo hanya karena hal itu."

"Iya, enggak. Tapi, hampir."

Difa hanya nyengir kuda.

-000-

Bel pulang sekolah telah berbunyi, Sheila dan Difa langsung membereskan alat tulisnya. "Gue duluan ya, Shei. Fikri udah nungguin."

"Hemm," gumamnya menjawab ucapan Difa.

Fikri? Dia pacarnya Difa, hampir satu tahun mereka menjalin hubungan. Lama bukan? Tapi, masih lama Sheila yang bergelar status jomblo dari lahir. Ya iyalah, semuanya juga kek gitu. Dia yang sering buat Difa nangis, tapi tak apa Sheila tak akan diam. Sebagai sahabat yang baik, dia akan mendatangi Fikri dan memarahinya habis-habisan meski itu kesalahan Difa sendiri.

Sheila berjalan dengan tenang sambil bersenandung mengikuti alunan musik yang menggema ditelingannya, dengan headsheet yang sudah menempel di telinganya. Ia tersenyum sendiri menikmati lagi itu,hingga dari belakang seseorang kembali menubruknya membuat dia berputar, dan hap! Seseorang menangkapnya.

"Hei!" Teriak Sheila setelah melepaskan tangan lelaki yang menolongnya menetap kedepan dimana orang yang menabraknya itu telah berlalu entah kemana. Sheila geleng-geleng kepala tak mengerti, kenapa murid disekolah ini selalu melakukan berlari tak jelas dikoridor? Ia berbalik berniat berterimakasih pada orang yang telah menahan tubuhnya agar tidak jatuh, tapi yang terjadi dia malah menabrak orang itu.

"Ups! Sorry!" Sheila mundur dan menengadahkan kepalanya. Tatapan mereka beradu.

"Sinta!?"

Bersambung...


-o0o-

  Ayo klik gambar bintangnya
Jangan lupa buat komen juga:)

SHETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang