2. Kebingungan

64 23 3
                                    

_Jangan tanya apapun. Karena, setiap pertanyaan tak selalu menghasilkan jawaban_
...

"Sinta?"

"Apa?" Sheila menatap lelaki di depannya dengan bingung, ia menunjuk dirinya sendiri memastikan bahwa lelaki itu memanggilnya dengan nama Sinta.

Tak disangka, lelaki itu langsung menarik Sheila kedalam dekapannya. Sheila yang tak mengerti hanya memasang wajah bodohnya.

"Aku kangen, jangan pernah pergi lagi."

Sheila langsung mendorong tubuh lelaki di hadapannya. "Maaf, kayanya lo salah orang."

"Tristan!" Lelaki itu melihat kedepan dimana temannya sudah melambaikan tangan. Tapi, ia kembali menatap gadis didepannya.

"Sinta, maafkan aku." Tristan meraih tangan Sheila membuatnya mengernyit bingung.

Siapapun, tolong Sheila! Kenapa dengan orang yang ada di hadapannya ini? Tolong jelaskan kenapa dia memanggilnya dengan nama Sinta?

"Nama gue, Sheila," ucap Sheila sambil menarik tangannya. Ia mulai merasa takut. Sheila takut? Tidak biasanya. Dia kan perempuan pemberani.

Tristan masih menatap Sheila dengan sendu. "Kamu gak perlu berpura-pura kaya gitu. Aku janji, gak akan ada lagi orang yang akan menyakiti kamu."

Sheila semakin ketakutan. "Emm, gue duluan!" Ia berlalu meninggalkan Tristan yang menatapnya dengan sendu. Sheila sempat mengengok lalu kembali berjalan, berdiam menatap temannya yang menatapnya dengan tatapan tak percaya. Sheila berlalu sambil bergidik ngeri. Ada apa dengan dua lelaki itu? Apalagi melihat temannya yang menatapnya seakan melihat setan.

"Tristan!"

Tristan terlonjak kaget ketika temannya itu sudah berada dihadapannya. "Sinta masih hidup, Arka," racaunya.

"Ayo, balik!" Ajak Arka lalu mendorong bahunya pelan. Iyalah, pelan. Dia mana berani sama Tristan mengingat statusnya yang hanya seorang anak pembantu dirumah Tristan yang beruntung bisa di sekolahkan oleh keluarga Tristan.

Meski Tristan sering memperingatinya agar Arka bersikap seperti sahabat, tetap saja Arka tak berani. Ia takut membuat Tristan tersinggung hingga mengadu kepada orangtuanya. Emangnya Tristan anak kecil, pake ngadu segala? Enggaklah, dia bahkan sudah tak menganggap bahwa ia masih memiliki orang tua. Lupakan tentang alasannya, dia malas membahasnya sekarang dan mungkin ia akan malas membahas orangtuanya yang gila itu sampai kapanpun.

-000-

"Lo lihat kan, tadi Sinta beneran hidup. Dan mereka? Mereka semua gila udah bohongin gue," ucap Tristan bersemangat setelah masuk kedalam rumahnya.

Arka tak menjawab, ia memperhatikan sikap Tristan yang sudah lama tidak ia lihat. Senyuman nya terukir.

"Eh, Tuan Muda sudah pulang?" Ucap Bi Ratih, ibu dari Arka sekaligus ART Tristan.

"Bi! Pacar aku masih hidup!" Teriak Tristan gembira sambil memegang kedua bahu Bi Ratih.

Bi Ratih hanya tersenyum bingung kemudian Tristan berlalu.

"Bu?" Arka salim pada orangtuanya.

"Apa yang dimaksud dengan Tuan Muda, Arka?" Tanya Bi Ratih.

"Emm, gak ngerti juga," jawab Arka ragu. Dia pun masih tidak percaya bahwa Sinta, yang Tristan bilang pacarnya itu masih hidup. Bagaimana bisa? Lupakan! Arka saja masih kaget mengingatnya. Dan, dia tidak mungkin menceritakan semuanya kepada ibunya.

Arka langsung pergi menyusul Tristan. Tak lupa, ia mengetuk pintu sebelum masuk.

"Masuk!"

Arka membuka pintu dan mendapati Tristan yang tengah mengganti bajunya. Dasar, kebiasaan Tristan kaya gitu. Pulang sekolah gak pake mandi langsung ganti baju. Untung ganteng, kalo enggak ya jelek.

"Eh, lo. Udah gue bilang, kalo mau masuk kamar gue gak perlu ketuk-ketuk segala. Kita udah lama barengan kali, kaya orang asing aja."

Arka duduk ditepi kasur Tristan sambil tersenyum menanggapi ucapannya. Arka dan Tristan memang sudah bersama dari dulu, sejak mereka kecil Bi Ratih sudah membawa Arka ke rumah itu membuat Tristan yang memang sangat ketat dijaga agar tak keluar rumah merasa senang karena bisa mendapatkan teman seumuran.

"Oh, iya. Lo tadi lihat, kan? Sinta beneran masih hidup, gak sia-sia gue nunggu dia selama ini." Tristan merebahkan badannya diatas kasur sambil memandang langit-langit kamarnya yang polos.

"Lo yakin dia Sinta? Gue liat, dia kaya gak kenal sama kita."

"Alah, paling amnesia kaya di novel-novel," jawab Tristan diakhiri kekehan di akhir kalimatnya.

"Lo pikir hidup semanis ekspetasi, apa?"

Tristan melemparkan bantal ke kepala Arka. "Heh! Gue lagi seneng, nih. Jalan yuk! Gue traktir deh."

"Ya iyalah, lo yang teraktir. Kan, lo yang bahagia."

Bener juga sih apa kata Arka, masa harus Arka yang traktir ketika Tristan senang. Enak aja, dia gak sekaya Tristan kali.

"Udah buruan genti baju, udah gitu kita otw."

"Oke." Arka beranjak mengambil tasnya kemudian keluar dari kamar Tristan.

Kamar Arka berada di lantai bahwah, sebenarnya orangtua Tristan selalu menawarinya agar tidur dikamar yang bersebelahan dengan Tristan. Tapi, lagi-lagi dia menolak. Keluarga Tristan terlalu banyak membatunya, dan terlalu kelewatan baik. Meski begitu, tetap tidak merubah pendirian Tristan yang sangat membenci orangtuanya.

-000-

Sheila membuka pintu rumahnya dan mendapati kakaknya sedang fokus pada laptop dihadapannya.

"Ngapain?" Tanya Sheila menghampiri lalu melempar bantal di sofa pada kakaknya.

Dave, kakaknya Sheila, menoleh. "Datang-datang langsung nanya sambil lempar bantal, gak sopan banget ya, punya adik."

"Gitu ya, sekarang lo sama gue. Mentang-mentang udah punya pacar. Eh, adik sendiri dikasarin." Sheila berkacak pinggang.

"Menurut lo? Gue harus gimana sama adik yang nyebelinnya minta ampun?"

"Kasih uang, kek. Belanjain atau? Pelit amat sama adik sendiri."

Begitulah Sheila, jika dia sudah tidak punya uang akan terus menganggu kakaknya sampai ia mendapatkan apa yang ia mau. Tapi, jangan pikir dia akan dengan mudah mendapatkan keinginannya. Ia akan diberi syarat. Gak pedulilah sama syaratnya, paling cuma disuruh beliin makanan atau disuruh beli barang terus dianterin ke rumah pacarnya. Kan, kesel? Tambah keselnya lagi uang yang di kasih Dave habis untuk membeli apa yang diinginkan Dave. Tapi, sekarang Sheila sudah tau. Jadi, dia tidak akan menuruti syaratnya itu sebelum ia belanja keinginannya. Egois, kan? Biarin, siapa suruh punya Kakak nyebelin minta ampun sama adik sendiri pelit. Tunggu deh, emangnya Dave mau ngasih uangnya sama Sheila? Kita lihat aja deh selanjutnya.

"Ya udah, mandi dulu sana. Sekalian ada barang yang mau gue beli."

Eh, tumben! Ini hal yang langka, lho. Tapi, bodo amatlah. Yang penting Sheila jalan-jalan.

"Yes! Tungguin ya." Sheila berjingkrak senang membuat Dave hanya geleng-geleng kepala.

"Punya adik gitu amat, ya?"

-000-

Bersambung...

....

Hai, hai, Shetan up kembali:)
Jangan lupa tekan gambar bintangnya, ya:v
Tunggu kelanjutannya!

SHETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang