_Sulit bukan berarti tak akan pernah mampu, butuh proses untuk mengerti apa yang sebenarnya terjadi_
..."Sinta!"
Sheila mengalihkan perhatiannya, ia tau siapa pemilik suara itu dan siapa yang selalu memanggilnya dengan nama itu. Dan sepertinya Sheila sudah terbiasa akan panggilan tersebut meski dia tetap merasa kesal.
Tristan menghampiri Sheila lalu duduk disampingnya, beberapa pasang mata menatap mereka dengan bingung. Tak peduli dengan tatapan disekitarnya Sheila kembali memakan makanannya.
"Ta, hari ini bisa ketemu lagi, gak?" Senyuman diwajah Tristan tak pernah pudar semenjak Sheila mengajak Tristan makan dicafe. Kecuali, ketika dia berhadapan dengan orangtuanya.
"Sekarang kan udah ketemu," jawab Sheila acuh.
"Maksudnya, diluar sekolah?"
"Maaf, gak bisa." Tak sedikitpun Sheila mengalihkan pandangannya.
"Aww!"
Tanpa peringat Difa mencubit paha Sheila dengan keras.
"Apaan, sih?" Tanyanya dengan kesal.
"Lo kan harus buat Tristan sadar kalo lo bukan Sinta," jawab Difa sambil berbisik.
Arka dan Tristan hanya diam memperhatikan dua gadis di hadapannya yang membingungkan.
"Emangnya harus gitu gue deket dulu sama dia?"
"Ya, emang udah deket, kan?"
Sheila memutar bola matanya dengan kesal, yang dikatakan Difa memang benar. Tapi, bisakan ia tidak berkata dengan jujur seperti itu apalagi saat ada orangnya?
"Ya udah deh, iya, iya," jawab Sheila pasrah.
"Jadi, kamu mau, Ta?" Tanya Tristan meyakinkan.
"Eh?" Sebenarnya tadi Sheila hanya menjawab ucapan Difa. Tapi, sudahlah memang dia akan menyetujuinya. "Iya."
"Yes! Makasih, Ta! See you!" Tristan beranjak, berlalu setelah mengacak rambut Sheila.
"Wihh, sweet banget. Kenapa lo gak pura-pura aja jadi Sinta? Lumayan, dapet pacar yang baik, perhatian, manis, ganteng, kaya pula. Apa kurangnya coba?"
"Dia gila!" Sheila beranjak meninggalkan Difa yang cengo mendengar jawaban Sheila.
-000-
Sheila telah rapih dengan pakaian yang tak terlalu mencolok, ia menuruni tangga dengan perlahan takut ada orang yang melihatnya. Beruntung karena ia tau Dave kembali ke kantor setelah mengantarnya pulang.
Sheila menuju kedapur dimana ibunya terlihat sibuk dengan sayuran, ia menghampirinya. "Mah, aku mau pergi."
"Ohh, kemana? Sering banget keluar rumah."
"Ke rumah, Difa. Mau minjem buku."
Kan, harus bohong lagi. Tapi, mau bagaimana lagi? Jika ibunya tau Sheila pergi bermain dengan orang yang tak dikenal pasti Dave pun akan tau. Sehingga dia akan kena imbasnya.
"Ohh, ya udah. Pergi aja, jangan lama-lama."
"Iya, Mah! Bye!" Sheila pergi setelah mencium pipi ibunya.
Pintu dibuka dengan lebar membuat Sheila terkejut. Dave dan ayahnya sudah pulang!
"Sheila, mau kemana?" Tanya Herman.
"Ke rumah, Difa," jawabnya dengan cepat.
"Ohh, hati-hati."
"Iya, Pah."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHETAN
TeenfikcePernah bayangin, gak? Tiba-tiba ada cowok asing yang keren bertemu dengan mu. Eh, dia langsung manggil kamu, bersikap manis sama kamu seakan-akan kalian itu udah kenal lama. Ini bukan tentang seorang cowok yang hanya mengklaim seorang cewek sebagai...