Beberapa hari yang lalu saya mendengar sebuah kabar.
“Nomor kakak gue ganti,” ujar kembaranmu.
Entah ini karena efek nervous mau jadi moderator atau memang perasaan saya tidak karuan sejak kemarin-kemarin.
Saya sempat berpikir. Jangan-jangan kamu ganti nomor karena mau menjauh dari saya, sudah lelah diganggu terus.
Dari kemarin sudah retak, kini tumbang.
Saya gak tau mau menggambarkan perasaan ini bagaimana. Sudah buyar semua.
Tadi saya bilang kepada kembaranmu, “Gue mau move on, do'a in ye.”
“Gak jadi minta nomornya? Padahal mau gue kirim.”
“Engga,” jawab saya.
Lalu dengan tidak berakhlak, kembaranmu mengirimkan 12 digit angka. Yang tak salah lagi itu adalah nomor barumu.
Sempat saya salin dan berniat ingin membuat kontak baru dengan nama panggilanmu dari saya. Lalu ketika mengetik huruf pertama, saya tersadar, saya tidak mempunyai hak untuk menyimpan nomormu, apa lagi hanya untuk sekedar bercanda gurau.
Yang mempunyai hak mengetahui nomormu hanyalah mereka yang penting bagimu. Yang sudah kamu izinkan masuk kedalam hidupmu. Yang mampu meluluhkan dirimu. Yang mampu membuat hari tidak monoton. Yang mempunyai urusan penting dengan dirimu.
Tetapi saya tidak masuk seluruh kategori itu.
Tidak ada celah, hatimu tertutup rapat bagi saya.
Bagaikan sebuah dinding besar yang menjadi penghalang dan saya tidak akan mampu memanjatnya.
Tapi jika sekarang hati saya mendung, itu sama sekali bukan salahmu. Ini salah perasaan saya yang hadir tanpa permisi, lalu seenaknya saja menetap tanpa surat izin.
Rasanya lelah terus-menerus menolak perasaan yang bersemayam di dalam diri saya.
Kamu terlalu memabukkan.
Kylie Azella
a. k. a
Lautan Rindu, 23 Februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
PARAGRAF CINTA [Untuk Dia]
RandomNIAT PLAGIAT? MAU DI RUQYAH? SANA JAUH-JAUH. Ini bukan lah sebuah cerita. Ini sebuah alur tanpa outline, tanpa premis dan tanpa tokoh yang jelas, yang tak ingin saya berikan sebuah visual berbentuk foto. Karena dia melekat di otak saya. Bilang saja...