Mari saya mulai dengan hal kecil yang nyatanya tidak sepele sama sekali. Panggil saja saya Lie pada lapak ini.
Dulu, saya mengira bahwa hilangnya kabar mu bukan suatu hal yang perlu di pikiran. Toh, kamu sedang sibuk dengan komunitas dan aktivitas real life mu.
Dulu saya pikir seperti itu. Tetapi kini baru terasa. Sesak ya ternyata.
Saya kadang tertawa bodoh saat mengingat kenangan dulu. Kenangan yang entah kini harus di respon dengan senyum. Atau di respon dengan tangis.
Bicara soal respon, dulu kamu pernah bilang.
“Respon segala sesuatu secara wajar, jangan berlebihan,” tutur mu seraya menatap orang-orang yang terus berlalu-lalang tanpa henti. Wajar, itu cafe.
Lantas saya bertanya, “Lalu, kenangan kita harus di respon bagaimana?”
Kamu terdiam sejenak, seakan-akan memikirkan rumus fisika nan sulit. Saya hampir saja tertawa melihat ekspresi 'sok serius mu.
“Terserah lo mau nya gimana,” ujar mu.
Haduh, saya pikir akan mendapatkan jawaban nan indah. Ternyata hanya itu.
Kamu tiba-tiba kembali bersuara, “Selagi bisa diingat yang indah, kenapa harus yang sedih?”
Sudah deh, kalau sudah seperti ini saya tidak berani lagi beradu argumen. Karena saya tau, ucapan mu memang betul.
Ah iya, jadi ingat saat adu argumen tentang makan pecel lele atau makan nasi goreng. Perdebatan yang memusingkan sekaligus tidak berfaedah. Karena ujung-ujungnya kita tetap makan di cafe favorite kita berdua.
Bahkan sesampai di sana. Kamu masih mampu berkata, “Besok kita makan nasi goreng.”
Lelah juga sebenarnya, tetapi gak tau kenapa saya malah tertawa saat itu. Padahal tidak ada yang lucu. Ujung-ujungnya muka saya malah di lempar gulungan tisu bekas lap meja, miris.
Kopi yang sudah di pesan sejak 30 menit lalu, kini menjadi dingin, sama seperti hubungan kita saat ini.
Dingin.
Tak berusaha untuk hangat.
KylieAzella
a. k. a Lie
Lautan rindu, 20 Januari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
PARAGRAF CINTA [Untuk Dia]
عشوائيNIAT PLAGIAT? MAU DI RUQYAH? SANA JAUH-JAUH. Ini bukan lah sebuah cerita. Ini sebuah alur tanpa outline, tanpa premis dan tanpa tokoh yang jelas, yang tak ingin saya berikan sebuah visual berbentuk foto. Karena dia melekat di otak saya. Bilang saja...