Juni 1997
Tidak ada yang bersuara.
Hampir hening bisa dikatakan.
Hanya ada suara isakan seorang anak laki-laki yang sedang dipeluk gadis berambut kunyit, ditemani cahaya-cahaya putih terang menunjuk langit. Melemparkan kesedihan yang mendalam kepada Si gelap.
Clementine telah melihat kilatan cahaya hijau itu sekali lagi, dia tepat berdiri di lorong saat tubuh Dumbledore jatuh kebawah, menghantam tanah. Ini hampir seperti déjà vu baginya. Warna hijau merenggut kehidupan orang yang dia perdulikan. Diam di sana, tidak tahu apa yang harus dia lakukan setelah ini.
Dia ingin marah, sekali lagi. Menjadi seseorang yang tahu kebenaran dan tidak bisa melakukan apapun adalah hal yang paling dia benci. Dia tidak bisa menolong Papanya atau pun Dumbledore. Meski mereka sendiri yang bersikeras untuk mati, itu sama sekali tak menghapus beban yang ditanggungnya karena mengetahui rencana mereka. Semua perkataan kedua orang yang telah mati itu tidak berguna, keputusan mereka membuat Clementine seperti orang bodoh, lemah, tidak sekuat yang mereka kira.
Mengepalkan tangannya, gigi gadis itu bergemeletuk. Sorot matanya mengeras.
Apa yang Dumbledore pilih dan Snape setujui menurutnya adalah langkah yang sembrono, tidak bermaksud untuk mempertanyakan kepintaran seorang Dumbledore, tapi kematiannya bisa saja berujung sia-sia dan pria tua itu tahu dengan betul bahwasanya kemungkinan hal tersebut bisa terjadi. Dia sangat mempercayai Harry. Clementine tahu Harry orang hebat, tapi hampir semua hal yang dia lalui adalah keberuntungan nasib. Sampai kapan bocah itu akan beruntung bisa memecahkan teka-teki silang yang Dumbledore buat, dan dapat memusnahkan Voldemort?
Clementine menatap kepergian Harry, amarah, dan kesedihan bercampur di rautnya. Dia melangkah gusar, memotong semua orang menuju keluar.
Harry melihatnya.
Snape.
Dia sangat ingin meraih Harry, memberi tahu semua kebenaran yang dia ketahui, mungkin dia bisa lebih mudah menjalani misi yang akan datang. Tapi Clementine tidak bisa, dia telah dibalut sumpah tak terlanggar semenjak Barty Crouch Jr. Mengacau di Hogwarts. Walaupun Dumbledore tidak memberi tahu semua hal padanya secara gamblang, mereka berdua memiliki hubungan aneh untuk mengetahui jalan pikiran masing-masing, dan itu yang Dumbledore ikat padanya, bahwa apapun yang terjadi, ditemukan, dipahami, diketahuinya. Dia harus menyembunyikan terutama dari Harry.
Clementine berjalan menjauh, masuk kedalam kastil, membuka pintu Aula utama. Menatap semua kekacauan yang dia tahu siapa pelakunya. Itu Bellatrix, dan yang lain. Piring berantakan, beberapa pecah dan jendela hancur lebur menusuk udara, berakhir di lantai. Dia mengedipkan matanya.
Gadis itu mengambil tongkat sihir yan dia selipkan pada celana belakangnya.
Menggumamkan mantra sambil menganyun lembut, "Reparo."Menujuk kearah piring-piring yang berserakan, kembali ketempatnya semula. Berlanjut, dia membetulkan beberapa peralatan makan kaca yang pecah.
"Expelliamus."
Dia diluncuti. Meletakan kedua tangannya di samping badan. Tidak bergerak, atau menoleh kepada yang datang.
"Sekarang apa lagi yang kau lakukan? Berhenti berusaha memperbaiki sesuatu!"
Clementine mengigit, badannya yang sedari tadi kaku sekarang bergetar, "Apa yang aku perbaiki? Aku tidak pernah memperbaiki apapun walau aku menginginkannya. Kau tahu itu Blaise, apa yang aku lakukan saat ini bukanlah apa-apa, aku hanya–"
Diam, Blaise berdiri tepat di belakangnya.
"Kau hanya ingin terlihat berguna."
"Dan kau tidak akan pernah menjadi, maka berhenti. Kita akan keluar dari sini, kembali."

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐑𝐎𝐖𝐍𝐈𝐍𝐆 | ᴛᴏᴍ ʀɪᴅᴅʟᴇ
FanfictionTom Marvolo Riddle x Original Character Tom- Crows laughed at me The inferi tore my body Even the worst of you, hear my voice Hoarse, blood Taste like lead in all over my mouth Why are you pushing me roughly? How ironic, I know that you want me. (s...