Renjun masih sedikit tidak percaya dengan apa yang terjadi barusan, Jina sudah pulang diantar oleh Leo setelah selesai makan, rasanya aneh sekali menurut Renjun, tiba - tiba saja dia teringat dengan Haechan
Sudah lama Haechan pamit ingin mencari kehidupan baru entah dimana, Renjun sebenarnya tidak tega melihat Haechan yang ternyata hanya amnesia sementara, beberapa bulan setelah Jisey di bawa pergi oleh Jaemin barulah Haechan mendapatkan ingatanya kembali
"Apa gua coba telpon nomor lamanya aja ya" Reflek Renjun bermonolog padahal tidak ada siapa - siapa di dekatnya
Beberapa detik tetapi belum juga tersambung hingga akhirnya tidak ada jawaban, Renjun menghela nafasnya
"Lo dimana sih Chan" Ucapnya lagi
"Om" Renjun menoleh ke arah Leo yang baru saja masuk
"Nah dari tadi gue tungguin"
"Om ngadi - ngadi ya?"
"Ngadi - ngadi apa njir" Renjun bingung
"Om kenal Jina?"
Renjun mengangguk "Mungkin bukan dia, gue kenal Ibu nya"
"Kenal dimana?"
"Di sekolah, gue punya temen, nah Ibu nya Jina ini pacarnya temen gue"
"Om sekolah dimana?"
"Ya disekolah tempat lu sekarang lah goblok"
"Nah kan, salah orang kali Om, Jina tuh baru pindah ke Indo tiga tahun yang lalu, pas dia lulus SD trus lanjut di Indo"
"Masa sih? Dia di Indo sama siapa?"
"Papinya"
"Maminya mana?"
Leo menggelengkan kepalanya "Nggak tau, nggak pernah keliatan, tadi kan dia juga bilang nggak punya Mami"
"Nah! Papinya temen gue kali" Renjun sudah mantap percaya kalau Jina anak dari Jisey dan Jaemin
"Temen om namanya siapa?"
"Jaemin"
"Nah kan! Salah orang om, udahlah"
"Emang nama Papinya siapa?"
"Leo lupa, yang pasti bukan Jaemin, namanya pendek gitu nggak sepanjang Jaemin"
"Tapi gue yakin dia anaknya temen gue Le"
"Tapi kenyataanya bukan"
"Gue harus cari tau"
•••
Laki - laki dengan kemeja hitam polos itu menarik nafasnya dalam sebelum menghampiri seseorang yang berdiri tidak jauh darinya sambil memegang koper
"Hwall,"
"Goblok" Laki - laki itu menunduk dalam
"Semua baik - baik aja, lo nggak perlu repot dateng ke sini"
"Baik apanya? Kemarin - kemarin oke gue bisa lihat semua baik - baik aja, tapi sekarang apa? Lo biarin dia bergaul sama orang - orang, lo masukin dia ke sekolah, udah gila lo"
"Gue cuma mau bikin dia bahagia, dia bahagia punya temen"
"Tapi lo mikir lah, dia nggak kayak mereka di luar sana, lo mau dia sakit terus karena kecapekan?" Laki - laki itu menggeleng kuat
"Gue bakal pantau dia terus di sekolah"
"Gue mau bawa dia balik ke Belanda"
"Jangan,"
Terdengar kekehan kecil "Lo nggak becus jadi orang tua, gue emang bukan orang baik tapi gue tau mana yang baik dan mana yang buruk buat dia, gue udah anggap dia anak sendiri, gue yang gendong dia pertama kali lahir, gue sayang dia"
"Gue mohon, jangan"
"Ayo, gue udah nggak sabar ketemu dia"
Dengan berat hati laki - laki dengan kemeja hitam polos itu berjalan duluan menuju parkiran dan memasuki mobilnya, diikuti oleh seseorang yang membuatnya takut bukan main, setelah beberapa menit dijalan mobil putih itu memasuki kawasan rumah yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil juga
Setelah memasuki pin dan pintu terbuka, terdengar suara dari dalam yang semakin mendekat
"Papi dari mana aja?" Laki - laki itu tersenyum dan menarik anak perempuan itu kepelukanya
"Dari bandara, jemput om Hwall" Hwall tersenyum dan mengelus rambut Jina "Halo, Jina"
"H-halo" Jina tersenyum kikuk
"Kamar gue dimana De?" Papi menunjuk ke arah tangga
"Di atas, udah gue beresin, gih istirahat" Hwall mengangguk dan mengeret kopernya
"Siapa Pi?" Jina mendongak menatap Papinya
"Jina nggak inget?" Jina menggeleng
"Temen Papi, dulu sering main sama kamu kok, tapi kamunya nggak inget"
"Masa sih?" Papi mengangguk
"Oh! Yang waktu itu bantuin Papi pas Jina masuk rumah sakit ya?" Papi mengangguk lagi
"Jina sekarang tidur ya, udah malem" Jina mengangguk dan sebelum berlalu, Jina mengecup pipi Papi sekilas
"Have a nice dream!" Jina tersenyum dan masuk kamarnya
"DEWA KAMARNYA NGGAK ADA AC?!" Teriakan Hwall membuat Papi Jina terkekeh, Jina yang mendengarnya pun ikut terkekeh di balik pintu kamar