Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Om Renjun kenal Papi ya" Jina buka suara setelah Renjun dan Leo ikutan duduk
"Enggak, gua kenalnya dia" Renjun menunjuk Papi
"Itu Papi Jina"
"Lah bukan dia?" Renjun menunjuk Hwall dan Jina menggeleng
"Sejak kapan nama lo ganti?" Renjun menatap Papi nggak percaya "Terus, anjir gue nggak habis pikir, jadi Jina-
"Kita omongin nanti" Potong Papi
"Oke"
Haris dan Leo saling bertatapan, merasa heran dengan situasi sedangkan Jina terlihat santai memakan makananya, berbeda dengan Hwall yang khawatir kalau Jina mengetahui faktanya
Setelah menghabiskan makan malam, Papi Jina langsung mengajak Renjun untuk ngobrol di taman belakang, benar - benar canggung karena mereka sudah tidak bertemu belasan tahun
"Jadi lu pergi buat nyari Jisey?" Renjun memecah keheningan
"Ya buat apalagi kalau bukan nyari dia, nggak bisa gue biarin dia tinggal sama orang gila"
"Lu nekat banget anjing sumpah"
"Selagi gue masih bisa nyari kenapa engga"
"Gimana bisa lu ambil anaknya, nggak habis pikir gue" Renjun memijat jidatnya yang sedikit pusing
"Gue mah baik niatnya, lu nggak tau aja si bapaknya bunuh diri dan nitipin anaknya ke tetangga, beneran nggak waras tu orang"
"Serius? Mati dong?"
"Engga, meninggal"
"Sama aja anjing"
"Ya gitu lah,"
"Terus Jisey? Jina bilang dia nggak punya emak"
"Ya pas ngelahirin, udah nggak ada"
"GILA SUMPAH?!" Dewa- bukan, ini Haechan, Renjun cuma kenal Haechan, Haechan menerawang langit yang tampak gelap tanpa adanya bintang dan bulan
"Lu nggak bercanda kan?"
"Ngapain gue bercanda sih anjir? Kalo masih hidup ya Jaemin nggak bakal bunuh diri dan ninggalin anaknya"
"Aduh kasian banget orang yang meninggal pas ngelahirin anaknya"
"Engga pure meninggal pas ngelahirin menurut gue, dia disiksa Jaemin kayak biasanya, koma berapa hari, dokter inisiatif bedah anaknya"