Sudah berhari - hari Haechan benar - benar memilih diam dan nggak menjelaskan apapun ke Jina perihal Renjun, Jina juga nggak terlihat curiga, malam ini Jina mengajaknya pergi cari angin dan sekedar jalan - jalan
"Lusa jadwal Jina check up lagi, Papi temenin ya"
Haechan sedikit memicingkan matanya dan mengeratkan genggaman tanganya dengan tangan Jina "Lusa ya, Papi belum liat jadwal"
"Kalo nggak bisa lusa hari lain aja asal Papi temenin"
"Kenapa kok tiba - tiba, kemarin Jina bilang dokternya baik"
Jina mengangguk "Tapi dokternya nanyain Mami, Jina nggak suka"
"Gitu ya.." Jina mengangguk lagi
Di trotoar yang ramai ini terlintas sedikit memori di kepala Haechan, memori lama, Haechan pun berfikir mungkin memori tersebut telah usang
"Yaudah Papi temenin"
"Tapi Papi belum liat jadwal?"
"Bisa Papi urus nanti"
"Keren" Haechan tertawa
"Mau corndog?" Jina mengangguk semangat, lagi - lagi Haechan teringat sesuatu, Jina benar - benar seperti duplikat Jisey
"Tunggu disini biar Papi beliin" Jina mengangguk lagi dan duduk di kursi yang berada di trotoar
Haechan mendatangi food court dan memesan beberapa corndog. Sama seperti Jisey, Jina sangat menyukai makanan itu
Tanpa sadar sambil menunggu pesananya jadi, Haechan tersenyum sambil melihat Jina dari kejauhan, membuat Ibu si penjual ikutan tersenyum
"Buat pacarnya ya mas?"
"Iya— EH ENGGAK" Suara Haechan yang agak meninggi membuat Ibu itu kaget
"Maaf bu, Hehe" Haechan mengeluarkan dompetnya karena pesananya sudah jadi
"Takut dikira pedovil karena pacaran sama anak muda? Ibu mah nggak mikir begitu, cinta nggak ada yang tau"
"Tapi itu anak saya, hehe"
"Eh?" Ibu itu malah kaget lagi
"Iya anak saya"
"Tapi kamu keliatan belum terlalu tua untuk punya anak segede itu"