5 When I lost you -1

440 51 3
                                    


Pantai Barat Jeju, 09:25 Pagi

"Kamerad, Battalion70 akan sampai dua hari lagi."

Laki-laki paruh baya dengan bekas luka pada mata kanannya itu menoleh, Menatap satu-satunya prajurit yang dia miliki saat ini – Lee Joon.

"Prajurit Lee, kita tidak punya waktu untuk menunggu mereka. Son Chaeyoung dan Yoo jeongyeon akan meninggalkan resort besok pagi." Kamerad berkata dengan suara seraknya, bau alkohol yang menyengat dan rokok menari diudara sekitar mereka. Sang Kamerad memejamkan matanya. Sudah berapa lama dia berada di Negara yang dibencinya? Meninggalkan tanah air yang selama ini berjuang mati-matian mempertahankan diri?

"Pangkalan militer Korea Utara sedang mempersiapkan mata-mata lain yang akan dikirim ke Seoul. Dengan misi sama." Kamerad menoleh pada Lee Joon yang sedang terdiam sambil memandang ombak yang bergelung ringan dipantai.

"Misi yang sama, yang tidak pernah berhasil." Kamerad terdiam. "Yang akan dilihat oleh Kamerad dan prajurit Korea Utara yang lain hanyalah teman-teman seperjuangan mereka yang mati sia-sia... dan keluarga mereka yang dihukum mati di tanah kelahirannya." Sang Kamerad memejamkan matanya, dan mengingat setiap detail kilasan kejadian di Paris. Saat mereka mencoba membunuh Perdana Mentri Korea Selatan. Saat tim IT dari Seoul menemukan mereka membobol sistem keamanan, ketika seluruh agen terlatih Korea Selatan mengepung mereka hingga ke atap gedung. Ketika adik kandung – keluarga yang dimilikinya satu-satunya – Kang Myungsoo – ditembak mati oleh orang yang bernama son chaeyoung  dan Yoo jeongyeon.

"Prajurit Lee?"

"Ya, Kamerad."

"Pernahkan kau berpikir, kenapa aku terlahir di Negara seperti itu? Negara yang hanya hidup untuk berperang? Negara yang sangat menjunjung tinggi peperangan? Negara yang selalu melatih anak-anak dibawah umur memegang senjata api? Aku, merasa iri dengan mereka."

Hening

Sang Kamerad bangkit dan memperhatikan seorang nelayan yang sedang memunguti rumput laut dan memasukannya kedalam keranjang bambu. "Aku bahkan iri dengan nelayan itu."

"K, Kamerad."

"Mungkin ini bukan masuk kedalam misi Negara yang harus kita jalani." Kamerad itu menatap Lee Joon dengan pandangan sadisnya. "Tapi aku sudah bersumpah untuk membunuh dua orang yang berkepala besar itu."

"Aku harap, ini bukan misi pribadi terakhir yang kita jalankan." Lee Joon menyeringai. Apapun itu, Lee Joon akan tetap mengikuti orang disampingnya yang sudah dia anggap sebagai ayahnya sendiri.

Kamerad berjalan ketempat duduknya dan memungut botol soju, meminumnya dengan rakus. Hari ini akan jadi hari yang panjang. Dia menyeringai saat melihat bom waktu yang dirancang khusus dan segala perlengkapan perang didalam tendanya. "Kita tidak akan mengalami kesulitan masuk kesana, tentara lemah mereka hanya seperti serangga yang mengganggu."

"K, Kamerad!"

Kamerad menoleh pada Lee Joon yang berbicara dengan nada panik. Teropong yang Lee Joon gunakan bergerak searah dengan gerakan target yang tertangkap oleh penglihatannya.

"Seseorang keluar dari Resort. Seorang... gadis." Lee Joon mengerutkan keningnya dan menatap Kamerad. Pria paruh baya itu menghampirinya dan merebut teropong ditangan Lee Joon.

"Hmmm... menarik. Sangat menarik." Sang Kamerad menyeringai saat melihat seorang wanita cantik dengan gaya kekanakan keluar dari gerbang tanpa pengawalan, gadis itu terlihat begitu bersemangat, dia menggoyangkan kepala mungilnya kekanan dan kekiri sambil menyenandungkan lagu. "Sepertinya kita harus merubah seluruh rencana." Kamerad menurunkan teropong dari wajahnya dan menatap kearah Lee Joon. "Aku benci perubahan rencana, tetapi ini akan lebih menarik. Aku akan menciptakan sebuah Drama penyanderaan paling menakjubkan bagi mereka. Pertunjukan yang tidak akan pernah terlupakan oleh mereka."

My wife is seventeen years oldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang