Hard to Believe: Last Part

1.4K 142 10
                                    

Celotehan ceria Hyunwoo terdengar dari dapur. Karena posisi dapur yang bersebelahan tepat dengan ruang utama, Hyunjin dapat melihat jelas bagaimana putra satu-satunya itu bersikap seolah sedang membantu Jeongin memasak. Padahal, ia hanya berkeliling dapur dengan daun bawang digenggam erat dan diacung tinggi selayaknya pedang. Sikapnya seperti tentara yang sedang berperang.

Hyunjin tersenyum simpul. Dirinya baru saja meminta izin kepada pihak sekolah agar Hyunwoo tidak bersekolah untuk beberapa hari ke depan. Sebagai alasan, ia berdalih bahwa Hyunwoo perlu mengikuti suatu urusan keluarga di luar kota. Benar, kan? Hyunwoo akan mengikuti ayahnya untuk menuntaskan segala perkara yang telah membuatnya tidak bisa serumah dengan orang tua lengkap. Di sini, di Incheon. Semenjak pertengkaran itu dimulai, Hyunwoo hanya dirawat Jeongin seorang.

Pihak sekolah mengetahui bahwa Hyunwoo adalah anak dari Hwang Hyunjin, aktor terkanal yang sudah melunjak popularitasnya. Mereka sudah berjanji untuk tutup mulut dan tidak memberitahukannya pada pihak mana pun.

Kini Hyunjin tidak memiliki kegiatan lain selain memerhatikan bahu sempit istrinya sibuk bergerak karena memotong sayuran.Walau tivi menyala di hadapan, atensinya tidak bisa lepas dari keluarga kecilnya.

Jika bukan karena Hyunwoo yang tetap sedih akibat hadiahnya tertinggal, Jeongin tidak mungkin akan berbaik hati untuk memasak menu makanan rumah kesukaan Hyunjin. Alasannya, masakan itu akan menjadi hadiah pengganti. Hyunwoo pun bersemangat dan setuju untuk membantu bundanya memasak. Dengan suara cempreng, anak itu meminta Hyunjin untuk duduk sabar menunggu hidangan siap.

Pada siang itu, ketiganya makan siang dengan khidmat. Walau pun sedang marah, Jeongin tetap memasak makanan lezat untuk suaminya. Senyum Hyunjin tidak dapat luntur kala itu. Sesekali, ia memuji santapan sembari mengusak lembut surai Jeongin yang harum. Jika Hyunwoo tidak berada di sana, Jeongin pasti sudah menepis tangannya kasar akibat tidak ingin disentuh.

Hyunjin tidak peduli. Mulutnya ingin menghujani istrinya dengan pujian-pujian karena ia pantas mendapatkannya.

.

Hwang Hyunjin.

Pria itu selalu saja sabar menghadapi tingkahnya. Sudah tidak terhitung berapa kali Jeongin berusaha membuat hatinya goyah. Memintanya untuk berhenti dan jangan lagi mengurus cinta mereka yang sudah basi. Mustahil-bagi Hyunjin, cintanya pada Jeongin tidak akan pernah tandas, habis, atau berakhir.

Bagaimana dengan Jeongin? Apakah ia masih memiliki rasa suka terhadap Hyunjin?

Karena dirasa sulit untuk menjawab, Jeongin merasa lengah. Ia anggap itu sulit karena Jeongin sendiri tidak tahu jawaban yang tepat.

Namun apa artinya semua itu jika banyak sekali malam yang Jeongin lewati dengan mimpi bercumbu bersama Hyunjin?

Jeongin berpikir terlampau keras hingga dirasa-rasa seperti ada asap membumbung dari kepala. Tubuh rampingnya telentang di atas kasur sambil menikmati pemandangan langit sore dari posisinya saat itu. Jendela kaca dibiarkan terbuka agar membiarkan angin sejuk menerpa masuk.

"Bundaaa?"

Hyunwoo berjalan mendekat dengan langkah-langkah pendek. Kedua tangannya membawa papan puzzle yang sudah tersusun lengkap. Dibandingkan mainan robot-robotan mahal, Hyunwoo lebih memilih bermain puzzle. Puteranya itu akan tumbuh menjadi anak pintar. Jeongin tahu itu.

"Ya?"

"Kita akan seterusnya tinggal dengan ayah, kan? Seperti dulu, bunda... "

.

Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Ulang tahun Hyunjin akan tiba tengah malam nanti. Takut tidak akan dibangunkan, Hyunwoo pada awalnya merengek untuk terjaga semalaman. Tentu Jeongin tidak mengizinkannya. Dengan susah payah ia menidurkan malaikat kecilnya itu dan berjanji akan merayakan pesta esok harinya (walau hanya pesta kecil-kecilan).

Scenario (s)Where stories live. Discover now