Kuda

1.4K 140 18
                                    

28 hhj (CEO) x 17 yji
.
.

Dengan suasana hati sumringah, tangan keriput seorang kakek tua mengusap lembut puncak kepala cucunya yang semanis peri. Kesehatan keluarga Yang menjajaki urutan wahid sehingga berolahraga di hari Minggu adalah wajib. Dia mewajibkan cucu imutnya untuk berolahraga, dan sang cucu tentunya hanya sanggup mengangguk patuh.

Sebentar lagi Jeongin akan menggenggam tali pacu kuda. Kuda kesayangan, warna putih. Namanya Haru.

Kuda itu adalah pemberian Haruto, anak dari kenalan kakek. Jika bukan karena Haruto menuntut agar kudanya dinamai Haru, Jeongin pasti sudah menamainya dengan nama lain.

“Hari ini kau belajar menunggang kuda. Kakek belum melihat skill milikmu pada olahraga ini. Mengerti?”

Jaeho yang masih sehat dan bugar bersiul lumayan keras ke arah penjaga kandang kuda yang sedang sibuk bersih-bersih dengan sapu. “Itu, kudamu di sana.”

“Iya.”

Jeongin memutar badan dan berjalan santai menuju kandang. Sesekali ia akan menoleh ke belakang untuk melihat ke mana kakeknya itu akan melanjutkan kegiatan penunda penuaan. Jeongin kehilangan sosok Jaeho di balik pohon-pohon cemara yang menghiasi pinggiran lapangan khusus berkuda milik keluarga besar mereka.

Sampai di kandang, Haru sudah menyambut dengan bulunya yang bersih dan disisir rapi. Bulunya luar biasa mengkilat, seakan-akan diberi highlighter dari brand milik penyanyi papan atas Rihanna. Tangan Jeongin lantas memberi Haru usapan sayang. Menerima perlakuan seperti itu tentu membuat Haru memejamkan mata dan mendengkur halus khas kuda.

Tali yang terikat di sekitar leher Haru ditarik Jeongin menuju lapangan. Ia akan memulai latihan menunggangi kuda dengan keliling beberapa putaran. Walau keluarganya memiliki banyak kuda dan lahan pacu pribadi, Jeongin jarang sekali menekuni olahraga satu ini. Itulah sebabnya ia membutuhkan beberapa latihan lebih untuk pandai sepenuhnya berolahraga kuda.

Jeongin tidak membutuhkan guru satupun. Egonya mendesak dada, hingga perasaannya bersua; Dia bisa otodidak.

Jeongin sudah siap dengan pakaian khusus berkuda miliknya. Melangkah yakin dengan pakaian berkuda dan helm bundar layak mangkuk melindungi kepala, Jeongin menaiki Haru dengan gagah. Faktanya, tubuh Jeongin sempat oleng sedikit dan hampir jatuh sehingga Yongjin, salah seorang pembersih kandang, terkikik melihatnya.

Kedua pipi putih Jeongin memerah karena diperhatikan. Namun dengan tekad kuat, Jeongin mulai memberi arahan agar Haru berjalan perlahan menelusuri jalur pacu yang rata tanpa kerikil. Jeongin harap Haru akan menuruti setiap komandonya dan berhasil menuju garis akhir jalur pacu yang berbentuk oval di ujung lapangan.

Enam meter terlewati, Jeongin lancar-lancar saja menunggangi Haru. Kebetulan, udara segar sisa fajar masih tercium jelas dan memberikan kesan rileks. Jeongin menyukai suasana itu dan berakhir memejamkan mata sambil menikmati semilir angin.

“Tidak buruk juga. Hanya saja tetap ada yang kurang.” Ujar seseorang. Jeongin sedikit terkejut dan hampir kehilangan keseimbangan di atas punggung Haru.

“Untuk apa kemari?”

Orang itu melangkah mendekat dengan salah satu tangan sembunyi dalam saku celana. Usapan lembutnya pada jidat Haru membuat kuda itu terbuai dan berhenti melangkah.

Scenario (s)Where stories live. Discover now